Narasi
Potensi dan Penyeleweng Dana Bansos
Tahun ini, perlindungan sosial tetap menjadi prioritas dengan anggaran Rp 408,8 triliun.
Oleh Teropong Republika
OLEH ILHAM TIRTA
Kasus hukum pada tahun 2020 ditandai dengan tertangkapnya Menteri Sosial, Juliari Petter Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal Desember. Tidak ada yang lebih besar dari kasus yang menilap miliaran rupiah dana bantuan sosial (bansos) bagi warga yang terdampak Covid-19 itu. Maka, tidak heran jika berbagai kalangan mendorong penegakan hukuman mati, meski KPK masih malu-malu menanggapinya.
Korupsi dana bansos sesungguhnya bukan perkara sederhana. Di sana ada sejumlah lapisan yang bermain dengan anggaran superjumbo, Rp 129 triliun (khusus penanganan dampak Covid-19 di Kemensos). Setelah Juliari dan PPK, ada para vendor, lalu agen dan subagen yang bermain pada taraf penyediaan barang.
Bahkan, salah satu subagen pernah bercerita, ada orang besar yang mem-back up mereka sehingga semua sudah terkaveling. Jika KPK merilis korupsi Mensos Juliari Rp 17 miliar dengan menguntit/fee Rp 10 ribu per paket sembako, angka itu baru di permukaan dan pada periode tertentu.
KPK belum mendapat angka pasti kerugian negara dalam kasus itu. Padahal, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengakui telah mendapat informasi nilai paket sembako yang sampai ke masyarakat hanya sekitar Rp 200 ribu dari pagu Rp 300 ribu. Hingga di sini, dugaan anggaran yang terpotong sudah 10 kali lipat dari fee Mensos Juliari. Entah kenapa, KPK menjadi lamban pada tahap pengembangan kasus tersebut.
Pada April lalu, Pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin merespons cepat dampak pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia sejak Maret 2020. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak pada hilangnya pekerjaan bagi jutaan orang. Angka kemiskinan sudah pasti melonjak. Namun, yang paling dikhawatirkan adalah kepanikan massal. Jadilah pemerintah melalui Kemensos membuat skema peredaman dengan program bansos.
Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Begitu juga Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), ditingkatkan dari 15 juta menjadi 20 juta KPM. Sedangkan, untuk bansos khusus pandemi Covid-19, ada 10 juta KPM PKH. Kemudian, Bansos BPNT kepada 9 juta KPM.
Meluasnya bansos ini membuat pemerintah dua kali merevisi pagu anggaran Kemensos 2020. Dari pagu indikatif sebesar Rp 62,8 triliun, meningkat menjadi Rp 134,008 triliun. Dari jumlah itu, Rp 129 triliun difokuskan untuk penanganan dampak Covid-19.
Mensos Juliari dalam wawancara dengan wartawan Republika, Amri Amrullah, pada Oktober lalu mengakui, mendapat banyak kritikan soal penyaluran bansos tahap awal. Mulai dari tidak tepat sasaran, hingga paket bansos yang menumpuk. Ia berkilah, Kemensos harus menjalankan apa yang diinstruksikan Presiden.
"Presiden Jokowi minta jalankan program penanganan Covid dengan cepat. Lihat dampak pandemi yang dahsyat, tentu kalau cepat itu ada agak nabrak-nabrak. Enggak mungkin orang jalankan program bantuan besar begini bisa cepat, tepat, dan hati-hati sukses 100 persen. Enggak mungkin," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
16 juta data tidak jelas
Sementara, KPK sejak awal telah mengendus berbagai masalah bansos yang menjurus pada korupsi. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, diwawancarai Rizkiyan Adiyudha dari Republika mengatakan, ada 96 juta data orang miskin yang dipakai pemerintah dalam program sosial. Data ini diinput dari daerah hingga tahun 2015.
Saat data itu akan dipakai untuk penambahan bantuan khusus Covid-19, masih ada 16 juta yang belum dapat dipastikan siapa orangnya. Parahnya, dari data 96 juta orang miskin itu, terdapat anggota TNI, Polri, Asisten Sipil Negara (ASN) dan orang yang tergolong kaya.
"Kita pastikan beberapa salah sasaran, artinya orang terdaftar orangnya enggak ada, yang terdaftar orangnya enggak miskin, dan yang miskin enggak terdata," kata dia. Menurut Pahala, selama data belum akurat, bansos yang salah sasaran masih akan terus terjadi.
Tahun ini, perlindungan sosial tetap menjadi prioritas dengan anggaran Rp 408,8 triliun. Pagu anggaran Kemensos ditetapkan Rp 92,817 triliun, dimana Rp 91,005 triliun merupakan anggaran bansos. Untuk program PKH ditetapkan sebesar Rp 30,4 triliun dan Program Sembako/BPNT sebesar Rp 44,7 triliun.
Sementara, Juliari Batubara tidak lagi mensos. Ia mendekam dalam rumah tahanan KPK sejak 6 Desember 2020. Empat tersangka lain, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku PPK di Kemensos juga telah ditahan. Begitu juga Ardian IM dan Harry Sidabuke dari pihak swasta yang diduga memberi suap kepada para pejabat tersebut. Meski begitu, penegak hukum harus tetap jeli mengawasi anggaran-anggaran tersebut.
Harapan baru mungkin bisa dilihat dari sosok baru yang memimpin Kementerian Sosial, Tri Rismaharini. Pada Senin (11/1), kemarin, Risma menyambangi KPK untuk berkoordinasi terkait pengelolaan bansos Covid-19.
KPK pun memaparkan hasil kajian dan rekomendasinya, terutama terkait dengan akurasi data penerima bansos. "Ada beberapa masukan yang juga KPK sampaikan terkait langkah dan upaya yang dilakukan Kemensos dalam penyaluran bansos," katanya Plt Jubir KPK Ipi Maryati.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.