Kabar Utama
Produsen Tahu Tempe Naikkan Harga
Harga tempe bakal naik menjadi sekitar Rp 15 ribu per kg.
JAKARTA -- Produsen tahu dan tempe sepakat melanjutkan produksi mulai hari ini, Senin (4/1), setelah melakukan aksi mogok dalam beberapa hari terakhir. Untuk menyiasati melonjaknya harga bahan baku kedelai, para perajin juga bersepakat menaikkan harga jual tahu dan tempe.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan, sesuai komitmen awal, aksi mogok hanya berlangsung hingga Ahad (3/1). Aksi mogok dilakukan agar pemerintah dan konsumen memahami kesulitan yang dialami para produsen akibat adanya kenaikan harga kedelai dan biaya produksi.
"Senin ini sudah akan ada lagi tempe dan tahu dengan harga yang sudah dinaikkan menjadi sekitar Rp 15 ribu per kg untuk Jakarta. (Harga) di daerah lain bisa lebih mahal atau lebih murah," kata Aip saat dihubungi Republika, Ahad (3/1).
Menurut dia, harga kedelai pada dua hingga tiga bulan lalu masih berada di angka Rp 6.000 per kg sampai Rp 7.000 per kg. Adapun ongkos produksinya berkisar Rp 5.000.
Dengan perhitungan itu, harga jual tempe dan tahu berada di angka Rp 11 ribu sampai Rp 12 ribu per kg. Namun, saat ini harga kedelai melonjak hingga Rp 9.300 per kg. Karena itu, harga jual tempe dan tahu diusulkan naik menjadi Rp 14 ribu sampai Rp 15 ribu.
Aip mengatakan, usulan kenaikan harga tempe dan tahu sebenarnya sudah disepakati dalam rapat Gakoptindo pada 28 Desember lalu. "Masyarakat tolong mengerti, kami hanya ingin menaikkan harga sedikit agar bisa bertahan di tengah kondisi saat ini," katanya.
Aip menjelaskan, harga kedelai di pasar dunia sedang melonjak karena ada permintaan yang sangat besar dari Cina. Berdasarkan data United State Export Soybean, kata dia, Cina telah memesan 100 juta ton kedelai dari AS, Brasil, dan Argentina.
"United State Export Soybean bilang banyaknya pesanan kedelai dari Cina karena untuk persiapan Imlek. Selain itu, pemulihan ekonomi di Cina juga sudah berjalan," ujar Aip.
Besarnya impor kedelai oleh Cina tidak mengganggu pasokan impor kedelai untuk Indonesia. Aip menyebut, pasokan impor kedelai Indonesia hanya sekitar 2,6 juta ton sampai 3 juta ton per tahun.
Indonesia juga memiliki pasokan kedelai lokal yang mencapai 400 ribu ton per tahun. Persoalannya, kata Aip, banyaknya pesanan kedelai dari Cina mengakibatkan meningkatnya ongkos distribusi yang berdampak langsung pada kenaikan harga kedelai dunia.
Kementerian Perdagangan memastikan stok kedelai mencukupi kebutuhan industri tahu dan tempe hingga tiga bulan mendatang. Nantinya harga kedelai akan disesuaikan pada tingkat perajin. Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto mengatakan, berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), stok kedelai nasional di gudang importir sekitar 450 ribu ton.
Suhanto menjelaskan, kenaikan harga kedelai disebabkan adanya peningkatan harga kedelai dunia pada 2020 dari 11,82 dolar AS per gantang menjadi 11,92 dolar AS per gantang atau naik sembilan persen. “Kami sudah berkoordinasi dengan penyedia kedelai agar menyiapkan bahan baku untuk kecukupan dua bulan sampai tiga bulan mendatang,” kata dia kepada Republika, Ahad (3/1).
Menurut Suhanto, Kemendag juga melakukan penyesuaian harga kedelai impor dengan Gakoptindo. Per November 2020, harga kedelai impor tingkat perajin sebesar Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 9.300 sampai Rp 9.500 per kilogram pada Desember atau naik 3,33 persen.
Ia menjelaskan, harga naik karena ada lonjakan permintaan impor kedelai oleh Cina dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton pada Desember 2020. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah.
Menurut dia, hal itu menghambat pasokan terhadap negara importir kedelai lain, termasuk Indonesia. "Di dalam negeri distribusi tidak ada masalah, hanya bergantung masalah harga internasional,” katanya.
Kementerian Pertanian menyatakan bakal mendorong penggunaan kedelai lokal. Hal itu sebagai respons atas aksi mogok produksi para perajin tempe dan tahu akibat melambungnya harga kedelai.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, pada Senin ini akan ada penandatanganan kerja sama (MoU) antara investor, Gakoptindo, dan Gapoktan petani kedelai untuk memasok kedelai lokal ke perajin tempe dan tahu. Kerja sama dilakukan agar para perajin tidak lagi bergantung pada kedelai impor yang harganya berfluktuasi sesuai dengan kurs dolar AS.
"Kedelai petani sekarang laku dan harga bagus, petani akan semangat tanam. Perajin tahu tempe akan membeli dari petani," kata Suwandi.
Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTPI) Mu'alimin pesimistis kedelai lokal bisa cukup untuk memasok perajin tempe dan tahu yang jumlahnya sangat banyak di seluruh Indonesia. Karena itu, ia berharap impor kedelai kembali dipegang sepenuhnya oleh Bulog.
"Harapan saya pemerintah mengembalikan impor kedelai ke Bulog sehingga masalah harga bisa terkendali," ujar Mu'alimin.
'Yang jual tempe tidak ada'
Menu tahu dan tempe tak lagi tersedia di warung tegal (warteg) dan warung gorengan akibat aksi mogok yang dilakukan para produsen. Kondisi ini merugikan para pedagang karena komoditas tersebut sangat digemari masyarakat Indonesia.
Oji (33 tahun), seorang pedagang warteg di Jalan Pejaten Raya, Pasar Minggu, mengatakan, ia tak lagi menyediakan tahu dan tempe sejak Jumat (1/1). "Soalnya orang yang jual tidak ada. Saya sudah cari dari luar sampai ke dalam, mulai dari pagi, siang, hingga malam, tetap enggak ada yang jual," kata Oji, Ahad (3/1) siang.
Tahu dan tempe menghilang dari peredaran karenan perajin tahu dan tempe mogok produksi selama empat hari sejak Kamis (31/12) hingga Ahad (3/1). Mereka mogok karena harga kedelai, yang merupakan bahan baku tahu dan tempe, naik drastis.
Oji bercerita, terakhir kali wartegnya menyediakan gorengan, yakni Kamis (31/12). Ketika itu, tahu dan tempe masih ada di PD Pasar Minggu, pasar terdekat dari wartegnya.
"Waktu hari Kamis itu, pedagang langganan saya sudah bilang, selama tiga hari ke depan tidak jualan. Soalnya orang yang bikin lagi mogok kerja," kata Oji.
Oji pun mulai tak menyediakan gorengan tahu dan tempe sejak Jumat. Kini, di etalase wartegnya hanya tersedia gorengan bakwan. Sejumlah pelanggan pun mempertanyakan mengapa tak ada lagi gorengan tahu dan tempe.
Akibatnya, kata Oji, penghasilannya pun berkurang. Namun, ia enggan menjelaskan seberapa besar dampak menghilangnya tahu dan tempe dari pasaran ini. "Lumayan ada pengaruhnya sih," kata dia.
Gorengan tahu dan tempe juga tak lagi bisa ditemukan di penjual gorengan. Salah satunya di warung gorengan milik Imam (25) di pinggir Jalan Margasatwa, Pasar Minggu. Begitu pula di warung gorengan milik Jimmy (50) di Jalan Raya Pejaten.
"Tahu dan tempe sudah tiga hari tidak ada. Pemasok saya sudah gak datang-datang lagi. Saya juga sudah cari di pasar, tapi tetap tidak ada," kata Jimmy.
Alhasil, kini Jimmy hanya menjual gorengan pisang, bakwan, dan ubi. "Gara-gara nggak ada pasokan, hasil jualan saya turun," katanya. Jimmy berharap tahu dan tempe kembali tersedia di pasaran. Ia pun sudah mengetahui ada rencana kenaikan harga mulai Senin ini.
Konsumen di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, ikut mengeluhkan hilangnya stok tahu dan tempe di lapak pedagang dalam dua hari terakhir imbas mogok produksi di kalangan perajin kedelai.
Sudah sejak tahun baru ini saja saya gak ketemu lagi tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu kalau ada mogok kerja.
"Sudah sejak tahun baru ini saja saya nggak ketemu lagi tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu kalau ada mogok kerja dari yang bikin (produsen)," kata salah satu konsumen tahu dan tempe, Nurohatun Hasanah (48), di Jakarta, Ahad (3/1).
Nurohatun selama ini membutuhkan 30 kg-40 kg tahu dan tempe untuk digoreng dan dijual di warteg kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Namun, sejak komoditas berbahan baku kacang kedelai itu hilang dari pasaran, Nurohatun beralih menjual kentang goreng dan sayuran.
Dia berharap produsen kembali memasok tahu dan tempe. Sebab, penggemar makanan tersebut cukup tinggi di warungnya. "Namanya orang Indonesia, kan favoritnya tahu tempe. Seharusnya walaupun mahal, harus diadain," katanya.
Pedagang lainnya, Windy (27), mengaku sudah dua hari terakhir tidak berjualan gorengan tempe dan tahu isi. Sejak awal tahun ini pasokan tahu dan tempe tidak ada di mana-mana. Padahal, kata dia, biasanya ada pedagang yang menyimpan stok.
Windy mengaku mengalami penurunan pendapatan hingga separuh dari biasanya sejak tahu dan tempe hilang dari pasaran. "Karena saya nggak jual tahu dan tempe, pendapatan jadi turun sekitar setengahnya," ujarnya.
Warga Pulogadung itu berpesan kepada produsen agar harga tahu tempe bisa stabil. Kalaupun harus naik, ia berharap harganya tetap wajar dan terjangkau.
Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Handoko Mulyo mengatakan, ketiadaan tahu dan tempe di pasaran merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram.
"Terhitung mulai 1 hingga 3 Januari 2021, kita setop produksi. Ada sekitar 5.000 pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi tahu dan tempe, sepakat untuk mogok produksi," katanya.
Handoko menyebut, setiap harinya produsen memasok kebutuhan tahu dan tempe di Jakarta sebanyak 500 ton hingga 600 ton.
Ukuran makin kecil
Naiknya harga kedelai tak hanya membuat resah para pedagang tahu dan tempe. Para perajin tempe dan tahu di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pun dibuat kelimpungan. Mereka mengeluhkan kenaikan harga bahan baku tahu tempe yang dinilai naik terlalu tinggi.
''Biasanya kami membeli kedelai eceran paling tinggi Rp 9.000 per kg. Namun, sekarang sudah naik sampai Rp 13 ribu per kg," kata Sumirah, perajin tahu di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Ahad (3/1).
Dengan kenaikan setinggi itu, dia mengaku bingung bagaimana cara 'mengakali' produk tahunya agar bisa laku dijual. Biasanya ia mengecilkan ukuran tahunya agar harga tidak naik.
"Namun, dengan kenaikan harga yang sangat tinggi saat ini, mungkin tidak hanya ukuran tahunya yang dikecilkan. Harganya mungkin akan dinaikkan,'' katanya.
Menurut dia, bila hanya dikecilkan ukurannya tanpa dinaikkan harganya, ukuran tahu akan menjadi sangat kecil. "Sedangkan, kalau harganya dinaikkan terlalu tinggi, kami khawatir tahu kami menjadi tidak laku," katanya.
Keluhan serupa disampaikan Turiah (46), perajin tempe dari Desa Sokawera Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Menurut dia, kenaikan harga kedelai saat ini jauh lebih tinggi dari kenaikan harga pada tahun-tahun sebelumnya. "Biasanya suami saya beli kedelai seharga Rp 380 ribu per sak isi 50 kg. Namun, sekarang naik menjadi Rp 500 ribu per sak," katanya.
Kenaikan harga yang terlalu tinggi membuatnya bingung untuk melanjutkan usaha. "Saya masih menunggu perajin lainnya mau bagaimana. Apakah akan menurunkan ukuran tempe dan menaikkan harga jual atau bagaimana," katanya.
Turiah menyatakan, hampir setiap tahun harga kedelai selalu mengalami kenaikan. Setiap kali mengalami kenaikan, ukuran tempe yang dibuat perajin juga makin kecil karena tidak ingin memberatkan konsumen dengan menaikkan harga tempe.
Dia menilai, selama lima tahun menggeluti usaha pembuatan tempe, baru kali ini harga kedelai mengalami kenaikan sangat tinggi. Bila hanya mengurangi ukuran tempe yang dijual, ukuran tempe akan menjadi sangat kecil. Kemungkinan, selain mengurangi ukuran tempe, dia juga akan menaikkan harga tempe yang dibuatnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.