Nusantara
RS Paru Jember Difokuskan Tangani Covid-19
RS Paru difungsikan seiring peningkatan jumlah warga yang terpapar Covid-19.
JEMBER -- Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, meresmikan rumah sakit (RS) paru di Kabupaten Jember sebagai rumah sakit rujukan khusus untuk menangani pasien Covid-19. Keputusan itu seiring peningkatan jumlah warga yang terpapar Covid-19 di provinsi setempat.
"Rumah Sakit Paru Jember digunakan khusus untuk menangani pasien Covid-19 karena kebutuhan perluasan tempat tidur dan percepatan layanan seiring dengan meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Jawa Timur," kata Khofifah saat meninjau RS Paru Jember, Rabu (30/12).
Ia mengatakan, RS Paru Jember menyiapkan sebanyak 100 lebih tempat tidur yang fokus melayani pasien Covid-19. Selain RS itu, Pemprov Jatim juga akan menambah jumlah tempat tidur di sejumlah rumah sakit rujukan lain yang menjadi tanggung jawab pemprov.
"Penambahan jumlah tempat tidur pasien Covid-19 juga harus didukung dengan tingkat kewaspadaan masyarakat untuk lebih disiplin terhadap protokol kesehatan dengan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak," kata dia.
Menurut dia, jumlah tenaga kesehatan di Jawa Timur yang meninggal dunia karena Covid-19 mencapai 61 orang. Banyaknya tempat tidur yang disediakan dan tenaga kesehatan yang meninggal, kata dia, tidak akan bermakna signifikan kalau tidak diikuti kewaspadaan dan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Plt Direktur RS Paru Jember Sigit Kusuma Jati mengatakan, pasien TBC di RS tersebut telah dialihkan ke RSD dr Soebandi Jember berdasarkan SK Gubernur Jatim dan SK Bupati Jember.
"Kami menyiapkan sebanyak 103 tempat tidur dengan menggunakan sistem udara yang standar airborne infection isolasi sehingga secara teori menjaga keamanan bagi para tenaga kesehatan dan pengguna layanan lainnya," kata dia.
Saat ini, 25 tempat tidur sudah digunakan untuk merawat pasien Covid-19 sehingga dengan bertambahnya jumlah tempat tidur yang disediakan bisa melayani pasien Covid-19 makin banyak. Secara prinsip, dia melanjutkan, RS Paru Jember sudah sangat siap dijadikan rumah sakit rujukan khusus menangani pasien Covid-19 karena merupakan RS paru kelas B. Artinya, sumber daya manusianya sudah siap.
"Namun, secara ideal kami masih membutuhkan 81 perawat lagi karena saat ini jumlah perawat yang ada sebanyak 120 orang. Namun, 16 perawat di antaranya berusia di atas 50 tahun dengan komorbid," kata dia.
RS paru tersebut juga menerapkan zona hijau, kuning, dan merah yang menentukan standar penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prokes. Di zona merah, perawat menggunakan APD maksimal empat jam sehingga membutuhkan banyak shift.
Sementara, kapasitas ruang intensive care unit (ICU) untuk pasien Covid-19 Kota Bekasi sudah tersisa 8 kasur. Angka ini ada di bawah 10 persen total kapasitas yang tersedia yakni 81 kasur. Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, Eko Nugroho, menuturkan, hal ini bisa membahayakan pasien Covid-19 dengan gejala berat dan memiliki penyakit penyerta.
“Jadi yang membutuhkan ICU itu ya mereka yang betul-betul sudah dengan gejala berat dan ada penyerta sehingga dia butuh alat bantu napas. Nah alat bantu nafas itu hanya tersedia di ICU,” kata Eko kepada wartawan, Selasa (29/12).
Eko mengatakan, masing-masing rumah sakit biasanya sudah menyiapkan ICU cadangan bagi pasien yang memiliki gejala berat. Namun, biasanya rumah sakit akan mengutamakan pasiennya terlebih dahulu. Akibatnya, pasien rujukan akan kesulitan untuk mendapatkan ruang isolasi.
“Biasanya rumah sakit masing-masing itu sudah menyiapkan cadangan ketika ada pasien yang kategorinya sedang menuju berat. Tapi pastikan diutamakan orang dalam dulu kan, pasien rumah sakit itu sendiri, sehingga makanya kalau orang dari luar minta rujukan masuk ke ICU, rumah sakit itu ya belum tentu bisa masuk,” terangnya.
Lebih jauh, Eko menyebut jumlah sisa ICU yang ada saat ini tidak aman untuk kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, Eko tak dapat memprediksi berapa lama kondisi ini akan terjadi. Yang jelas, saat ini jumlah ketersediaan kasur ICU tidak pernah lebih dari 10 kasur.
“Sisanya itu tidak pernah lebih dari 10, pasti seputar angka 9, 8, 7, 6. Kalau misal sisanya bisa di atas angka 15 saja, menurut saya itu sudah agak longgar lah kita,” ujar dia.
Masalah keterbatasan ruangan ini, kata Eko, sudah menjadi perhatian sejak awal yang dibahas antara dinas kesehatan dan juga rumah sakit. Di samping itu, pihak rumah sakit swasta pun telah berupaya menambah kapasitas kasur baik yang untuk isolasi maupun ICU.
Namun, pihak rumah sakit tak bisa secara serta merta menambah kapasitas lagi. Sebab, menambah kasur bukan hanya soal penambahan jumlah fasilitas saja, melainkan juga tenaga kesehatan yang siap dan mumpuni.
“Satu hal yang memang harus disadari utama adalah menambah ruangan itu mudah saja, tapi menambah nakesnya ini tidak mudah. Dan ini yang memprihatinkan, justru malah sekarang nakes semakin kita butuhkan tenaganya. Nakes juga sudah banyak yang kena juga nih,” ujar Eko.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.