Kisah Mancanegara
Bandara Gaza, Simbol Kemerdekaan yang Terbengkalai
Yasser Arafat memprakarsai proyek Bandara Internasional Gaza pada 1994.
OLEH KAMRAN DIKARMA
Bandara itu telah terbengkalai menjadi tumpukan pasir. Jika dilihat, orang mungkin tak bisa membayangkan bahwa pernah ada pesawat yang hilir mudik di sana. Dulu, Bandara Gaza atau dikenal pula dengan nama The Yaser Arafat International Airport adalah simbol kemerdekaan Palestina.
Direktur Umum Palestine Airlines Zeyad al-Bada mempunyai kenangan manis dengan Bandara Gaza. Pada 2 Juni 1996, al-Bada menerima panggilan telepon mengejutkan dari mantan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat.
Arafat memberi tahu al-Bada yang bahwa dia akan menjadi orang pertama yang mendarat di Bandara Internasional Gaza yang baru dibangun. Kala itu, al-Bada masih seorang kapten sekaligus pilot pribadi Arafat.
"Tidak ada peta udara, tidak ada radar, bandara Gaza bahkan tidak dikenali secara global," kata al-Bada yang dikutip Aljazirah, Ahad (27/12).
Saat ditelepon Arafat, al-Bada tengah berada di Kairo, Mesir. Namun, kala itu Bandara Internasional Kairo menolak membuat rencana penerbangan ke Gaza. Arafat akhirnya menghubungi presiden Mesir saat itu, Husni Mubarak, untuk membantu menangani masalah tersebut.
Mubarak akhirnya memerintahkan Otoritas Penerbangan Sipil Mesir untuk menerbitkan izin penerbangan ke Gaza. Al-Bada, dengan perasaan campur baur antara gerogi, bahagia, dan khawatir akhirnya membawa Arafat ke Bandara Gaza.
Saat itu al-Bada khawatir pesawatnya akan mendarat di jalan aspal dibanding landasan pacu berkualitas tinggi. Tangan dan kakinya gemetar selama penerbangan.
"Saat saya mendarat, saya melihat kerumunan orang menari, secara spontan saya mengambil bendera kecil (Palestina) dari lemari Yasser Arafat dan mengibarkannya dari jendela, menyapa orang banyak," kata al-Bada.
Al-Basa melakukan 55 perjalanan ke berbagai tujuan masuk dan keluar dari Bandara Internasional Gaza setelah diresmikan pada 1998 sebagai bagian dari Kesepakatan Oslo. Pada 7 Oktober 2000, penerbangan dihentikan menyusul meningkatnya ketegangan antara Israel dan Palestina.
Bandara Internasional Gaza dihancurkan pasukan Israel selama Intifada kedua, pemberontakan Palestina melawan pendudukan Israel.
Prakarsa Arafat
Yasser Arafat memprakarsai proyek Bandara Internasional Gaza pada 1994. Wilayah selatan Rafah yang berdekatan dengan perbatasan Mesir dipilih sebagai lokasi pembangunan.
Usama el-Khoudary adalah insinyur subkontraktor Palestina yang memenangkan tender untuk membangun landasan pacu dan apron bandara tempat pesawat diparkir. Dia memberi penawaran rendah yang tidal membuatnya untung.
"Usama tidak peduli dengan harga penawaran, dia ingin menjadi bagian dari Bandara Internasional Gaza, dia ingin menjadi bagian dari sejarah ini," kata istri el-Khoudary, Marwa el-Khoudary.
Marwa mengatakan suaminya berusia 30 tahun saat memenangkan tender. "Saya ingat matanya berbinar pada hari dia diumumkan sebagai pemenang tender," ucapnya.
Untuk meminimalkan biaya, el-Khoudary memutuskan membangun landasan pacu dalam 45 hari atau setengah dari waktu yang diharapkan. Proyek pembangunan dimulai pada 1996 dengan sekitar 150 pekerja dan hanya empat kendaraan. Mereka bekerja melekatkan 3.000 hingga 3.500 ton aspal per hari.
Saleem al-Atwneh (66 tahun) adalah seorang pekerja yang membantu proses pengaspalan Bandara Internasional Gaza. Menurut dia, Israel telah mencoba menghentikan pembangunan bandara, memblokir material, dan mencegat kendaraan menuju lokasi bandara.
"Kami bekerja 24 jam per hari selama sepekan, tapi kami senang. Itu adalah mimpi yang kami wujudkan dengan tangan kami sendiri," kata al-Atwneh.
Al-Atwneh mengatakan dia dan para pekerja lainnya berada di Bandara Internasional Gaza saat pesawat pertama mendarat di sana. "Pesawat itu mendarat untuk pertama kalinya tanpa ada retakan, semua orang sangat bangga dengan kami!" ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.