Kabar Utama
Varian Baru Bisa Ganggu PCR
Kemenkes kemungkinan mengganti primer untuk mendukung akurasi tes PCR.
JAKARTA -- Varian baru virus korona berpotensi tidak bisa terdeteksi melalui tes polymerase chain reaction (PCR) yang kini digunakan. Penyebabnya adalah urutan DNA spike protein (protein S) yang ada di varian baru virus korona berbeda dengan primer yang digunakan untuk tes PCR selama ini.
Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio mengatakan, tes PCR untuk mendeteksi mutasi Covid-19 bisa terganggu karena perubahan genetik yang terkandung dalam virus tersebut. Tes PCR, kata dia, mendeteksi dua sampai tiga gen sekaligus yang salah satunya diarahkan ke gen-S.
“Artinya, ada kemungkinan bisa mengurangi pengenalan primernya terhadap rangkaian gen di virus itu karena sudah ada perubahan. Artinya, ada kemungkinan, tetapi belum terkonfirmasi mengganggu diagnosis,” kata dia saat dihubungi Republika, Senin (28/12).
Menurut Amin, mutasi varian baru terjadi di protein S. Jika pada protein S tersebut terbukti berubah, Amin menyatakan, tidak dibutuhkan reagen baru, hanya dibutuhkan penyesuaian primer untuk mendeteksi varian baru virus korona tersebut. “Apabila ternyata mutasi itu mengubah kepekaannya, tentu harus dipertimbangkan untuk menyesuaikan dengan mutasi tadi,” ujar dia.
Pemerintah Inggris telah mengumumkan bahwa jenis virus korona yang bermutasi dapat menularkan hingga 70 persen lebih cepat. Pihak berwenang telah menanggapi penyebaran strain baru, bernama VUI-202012/01, dengan memperkenalkan tingkat kewaspadaan tertinggi di beberapa daerah.
Amin menambahkan, Eijkman kini terus melakukan penelitian terhadap sejumlah mutasi baru virus. Ini penting dilakukan agar pemerintah bisa mengambil langkah cepat dan efektif untuk menekan laju penularan. Selain itu, Eijkman juga memantau penyintas Covid-19 lebih dari satu kali.
“Kalau misalnya ada orang yang terinfeksi kedua kalinya atau anak-anak seperti kita ketahui informasinya mutan yang baru ini lebih mudah menginfeksi ke anak-anak kemudian setelah ada gambaran klinis yang berbeda itu, kita mesti utamakan dilihat apakah itu disebabkan virus varian baru atau bukan,” ujar dia.
Dihubungi terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai varian baru virus korona tidak memengaruhi hasil tes PCR. Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, itu terlihat dari data kepala Departemen Penyakit Infeksi di Imperial College London Wendy Barclay yang menyebut tes PCR mendeteksi virus di tempat yang berbeda.
Zubairi menganalogikan, tes PCR bisa menemukan virus di bagian kepala, baju, maupun kaki. Sehingga walaupun virus sudah ganti baju, tes PCR memang tidak bisa mendeteksi virus dari bajunya, tapi virus bisa diketahui di tempat lain.
“Jadi, sampai sekarang tes PCR bisa mendeteksi orang yang terinfeksi virus korona dengan varian baru,” ujar dia.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro sebelumnya mengatakan, varian baru virus korona dapat menyulitkan untuk dideteksi melalui perangkat PCR. Menurut Bambang, perangkat PCR hanya melihat gen-S. Sedangkan, virus korona varian baru ini dapat mengaburkan hasil gen-S.
Kementerian Kesehatan menyatakan masih menanti rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai hal ini. “Kemenkes menunggu rekomendasi WHO dulu,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi.
Menurut Siti, Kemenkes masih menunggu rekomendasi WHO sebelum mengambil kebijakan dalam mengantisipasi varian baru virus korona, termasuk kemungkinan mengganti primer untuk mendukung akurasi tes PCR dalam deteksi gen-S yang bermutasi tersebut.
Sebab, primer pemeriksaan PCR ini nantinya juga akan dibagikan negara-negara yang lain. “Namun, itu semua kembali ke rekomendasi WHO,” ujar dia.
Siti menambahkan, Kemenkes juga sedang melakukan penelitian mengenai mutasi virus ini. Pihaknya melakukan surveilans mutasi virus dan dilaporkan kepada lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus SARS-CoV-2 (Gisaid).
Kini yang penting, kata dia, adalah masyarakat tetap menjalankan upaya 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.