Nasional
KPK Kaji Berkas Skandal Djoko Tjandra
KPK telah menerima berkas perkara skandal Djoko Tjandra dari kepolisian dan Kejaksaan Agung.
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima berkas perkara skandal suap dan gratifikasi terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra dari kepolisian dan Kejaksaan Agung. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan, pihaknya menyupervisi kasus yang melibatkan dua jenderal polisi dan mantan pejabat di Kejakgung itu.
Ali mengatakan, KPK terlebih dahulu meneliti dan menelaah dokumen tersebut. "Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," kata Ali, Kamis (19/11).
Skandal korupsi Djoko Tjandra memang dalam penanganan terpisah. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejakgung menangani skandal permufakatan jahat berupa upaya penerbitan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA).
Dari kasus itu, tiga terdakwa tengah menjalani peridangan, yaitu jaksa Pinangki Sirna Malasari, politisi Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra. Pinangki didakwa menerima suap 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari Djoko Tjandra melalui Andi Irfan.
Sementara, Bareskrim Polri mengungkap dua kasus, yaitu suap penghapusan red notice dan pembuatan surat jalan palsu Djoko Tjandra. Dalam kasus red notice, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra melalui pengusaha Tommy Sumardi. Sementara, dalam kasus surat jalan, Prasetijo, pengacara Anita Kolopaking, didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra.
Dalam dakwaan Pinangki cs, secara gamblang disebut keterlibatan sejumlah nama dan inisial, seperti Burhanuddin, Hatta Ali, DK, dan IF. Kemudian, dugaan adanya 'king maker' dan petinggi Kejakgung yang mem-back-up Pinangki. Bahkan, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) telah menyerahkan sejumlah dokumen ke KPK terkait keterlibatan para politikus dan elite partai. Sementara, dalam dakwaan kasus red notice terungkap adanya komunikasi yang mengarah pada keterlibatan petinggi di Polri.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango pada Kamis (12/11) mengatakan, berkas dan dokumen dari Polri dan Kejakgung diperlukan KPK untuk dapat menjerat pihak lain yang belum tersentuh oleh penyidik kedua institusi tersebut. "Dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap klaster-klaster yang belum tersentuh," ujar dia.
Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah mengatakan, berkas perkara Pinangki dkk diantar ke KPK pada Kamis (19/11). “Sudah kita serahkan tadi semuanya ke KPK. Tadi siang,” kata Febrie. Namun, Febrie tak menerangkan tentang lini mana yang menurutnya terbuka peluang diungkap KPK. Sebab, terkait kasus fatwa bebas dari MA untuk Djoko Tjandra tersebut, disinyalir melibatkan pihak lain. “Itu kewenangan KPK lah."
Persidangan
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis kembali menggelar dua sidang kasus red notice dan suap permufakatan jahat. Dalam sidang red notice dengan terdakwa Djoko Tjandra, mantan sekretaris pribadi Irjen Napoleon, Fransiscus Ario Dumais, membongkar adanya pertemuan Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo, dan Napoleon.
Ario mengungkapkan, Prasetijo dan Tommy dua kali menghadap Napoleon yang merupakan kepala Divisi Hubungan Internasional (kadiv Hubinter) pada awal April 2020 dan Mei 2020. "Seingat saya, (Prasetijo) dua kali (menghadap Napoleon) bersama Pak Tommy," kata Ario. Saat itu, Prasetijo masih karo korwas PPNS Bareskrim Polri.
Selain itu, Tommy sendiri tiga kali kembali ingin menemui Irjen Napoleon, yaitu pada 16 April, 28 April, dan 29 April. Namun, Tommy hanya berhasil bertemu Napoleon pada 16 April. Dalam pertemuan itu, Tommy disebut membawa kantong kertas (paper bag). "(Setelah keluar) paper bag tidak bawa lagi," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.