Konsultasi Syariah
Bolehkah Memelihara Burung untuk Keindahan?
Syaratnya, hewan itu, baik burung atau ikan hias, perlu dirawat dan terpenuhi kebutuhannya.
DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb. Sekarang ini ada beberapa orang yang memelihara hewan seperti burung atau ikan sebagai perhiasan. Mungkin karena indah dilihat atau karena ingin mendengar suara burung saat bangun tidur. Bagaimana pandangan ustaz terkait hukum fikihnya? Apakah diperbolehkan atau tidak? Mohon penjelasannya. -- Sofyan, Jakarta
Waalaikumussalam wr wb.
Memelihara burung atau ikan dengan tujuan untuk rehat melihat keindahan ikan atau suara burung itu diperbolehkan menurut fikih. Syaratnya, hewan itu perlu dirawat, terpenuhi kebutuhannya, ikan dan burung tersebut dibuat nyaman, serta terhindar dari pemborosan dan tidak melalaikan hajat yang lebih prioritas. Kesimpulan ini dapat dijelaskan pada poin-poin berikut.
Pertama, sebagian burung itu diciptakan dengan penuh keindahan, baik warna, bentuk, maupun suaranya. Keindahan tersebut merupakan bagian dari nikmat Allah untuk hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah SWT. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?...” (QS al-A’raf: 32).
“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan....” (QS an-Nahl: 8).
Kedua, sebagaimana hadis sahih yang diriwayatkan oleh Anas, “Dari sahabat Anas, ia meriwayatkan, adalah Rasulullah SAW termasuk pribadi yang berakhlak mulia dan aku memiliki saudara Futaim yang dipanggil dengan Umair, saat Rasulullah SAW datang kepada kami, ia berkata; ‘Wahai Abu Umair apa yang dilakukan oleh Nughair?’” Nughair adalah sebutan untuk burung yang dimiliki Abu Umair.
Syekh ‘Athiyah Saqr yang mengutip penjelasan ad-Damiri dalam kitabnya Hayatu al-Hayawani al-Kubra menjelaskan hadis tersebut menjadi dalil bahwa pada prinsipnya bermain dengan burung itu diperbolehkan.
Abu Abbas al-Qurtuby menambahkan, yang diperbolehkan para ulama adalah memelihara dan bermain dengan burung-burung tersebut dalam kondisi terpelihara dan terawat. Sementara itu, jika burung tersebut dalam kondisi tidak nyaman dan tersiksa, hal itu tidak diperbolehkan karena Rasulullah SAW melarang untuk menyiksa hewan kecuali untuk dimakan.
Ketiga, sebagian berpendapat bahwa memelihara burung tidak diperbolehkan, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa hal itu makruh. Kedua pendapat tersebut serta jawabannya bisa dijelaskan sebagai berikut. (a) Ibn Uqail al-Hambali melarang hal tersebut karena termasuk menyiksa burung, sebagaimana perkataan Abu Darda RA, “Pada hari kiamat, burung-burung itu akan datang dan bergantung dengan hamba yang mengurungnya dalam sangkar sehingga ia tidak bisa mencari rezekinya. Burung itu mengatakan, ‘Ya Rabb, ini yang menyiksaku di dunia.’” (Hayatu al-Hayawani al-Kubra, 2/213).
Namun, para ulama menjelaskan bahwa hadis tersebut terkait dengan orang yang tidak merawat burung itu dan tidak memberinya makan ataupun minum. Oleh karena itu, al-Qaffal saat ditanya tentang hal tersebut, ia menjawab, “Apabila burung tersebut dirawat dan dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka diperbolehkan.”
Bahkan, hadis ini menjadi dalil diperbolehkannya dengan syarat merawatnya dengan standar seperti menyediakan sangkar burungnya yang baik. Dengan demikian, anak-anak atau anggota rumah bisa bermain dan menikmati keindahan burung tersebut.
(b) Sebagian sahabat berpendapat bahwa memelihara burung itu makruh. Hal ini disimpulkan dari penegasan ad-Damiri bahwa memelihara burung dalam sangkar untuk tujuan keindahan atau mendengar suaranya itu boleh selama dipenuhi kebutuhannya, dirawat, dan dibuatnya burung itu nyaman.
Sementara itu, maksud sebagian ulama yang berpendapat bahwa hal tersebut makruh jika majikannya saat memelihara burung menelantarkannya dan tidak memenuhi kebutuhannya.
Ketentuan hukum burung peliharaan tersebut juga berlaku pada ikan-ikan yang dipelihara untuk hiasan dan keindahan di kolam-kolam kecil ataupun hewan-hewan di kebun binatang yang terbatas. Wallahu a'lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.