Kabar Utama
Jokowi: Akses Vaksin Harus Merata
Sebanyak 80 persen vaksin Pfizer telah diborong negara-negara kaya.
JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan akses yang sama bagi semua negara untuk memperoleh vaksin Covid-19. Ketersediaan dan kepastian akses vaksin, menurut Jokowi, menjadi salah satu tantangan terbesar PBB saat ini dalam menghadapi pandemi Covid-19. Apalagi, tahun ini cukup krusial bagi PBB yang genap berusia 75 tahun.
"Dalam jangka pendek PBB harus berperan memenuhi akses terhadap obat-obatan dan vaksin bagi semua. Dalam jangka panjang, PBB dan ASEAN dapat berkolaborasi memastikan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan pandemi baru pada masa mendatang," ujar Presiden Jokowi dalam pidato Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 ASEAN-PBB yang digelar secara virtual, Ahad (15/11).
Selain tantangan soal vaksin dan penanganan pandemi, Jokowi juga meminta PBB mengembalikan kepercayaan terhadap multilateralisme. "Kepercayaan akan tumbuh jika multilateralisme dapat memenuhi harapan masyarakat dunia, khususnya dalam melawan pandemi," katanya.
Pesan serupa juga disampaikan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam KTT ke-11 ASEAN-PBB. Ia meminta ASEAN memastikan pasokan vaksin Covid-19 yang adil, stabil, dan terjangkau bagi rakyat. Loong juga menekankan pentingnya kerja sama regional untuk mengurangi dampak jangka panjang pandemi. Loong menyebut, ASEAN harus bekerja sama dengan mitra-mitra ini untuk memfasilitasi produksi dan distribusi vaksin guna memenuhi kebutuhan kawasan.
Sebelumnya, LSM Global Justice Now yang bermarkas di Inggris mengungkapkan, 80 persen vaksin yang rencananya diproduksi Pfizer telah diborong negara-negara paling kaya di dunia. Hal itu disebut bakal menghambat pemerataan vaksinasi karena jumlah populasi negara-negara pemesan itu hanya 14 persen total populasi dunia.
Hasil uji klinis vaksin yang dikembangkan perusahaan Amerika Serikat (AS) bersama perusahaan Jerman BioNTech tersebut saat ini menjadi yang terdepan. Efektivitas vaksin untuk mengadang Covid-19, merujuk uji klinis terhadap sekitar 40 ribu relawan, diklaim mencapai 90 persen.
Di antara yang sudah memesan adalah Uni Eropa sebanyak 200 juta dosis, Inggris sebanyak 40 juta dosis, dan AS sebanyak 100 juta dosis dengan kemungkinan membeli 500 juta dosis tambahan. Sementara, Pfizer menargetkan produksi 1,5 miliar dosis vaksin hingga akhir 2021.
"Pfizer kemungkinan akan menawarkan beberapa dosis untuk negara berkembang melalui fasilitas COVAX global, tapi jumlah itu mungkin hanya sebagian kecil dari yang diproduksi," demikian laporan Global Justice Now dilansir Anadolu Agency, akhir pekan lalu.
Analisis itu juga mengindikasikan bahwa janji distribusi vaksin yang adil oleh negara-negara maju terkesan di mulut saja. Proses pembelian yang mereka lakukan akan membuat hal itu sukar terlaksana.
“Di sisi lain, Pemerintah Inggris membantu membatasi persediaan vaksin ini secara global dengan memaksakan aturan paten yang mencegah negara-negara lain memproduksi vaksin generik sendiri," kata Direktur Global Justice Now, Nick Dearden.
Menurut dia, negara-negara di dunia harus memutus rantai farmasi global yang tak berkeadilan tersebut. “Jika tidak, ketidakadilan ini akan berlanjut,” kata Dearden.
Salah satu cara menjamin ketersediaan vaksin global tersebut, menurut dia, adalah menunda penerapan regulasi properti intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berkenaan dengan produk obat-obatan pada masa pandemi.
Dalam keterangan resminya, CEO Pfizer Albert Bourla menyatakan, vaksin yang mereka kembangkan akan menyediakan bagi dunia terobosan yang diperlukan untuk menghentikan pandemi. Kendati demikian, ia tak menjelaskan bagaimana distribusi vaksin yang nantinya mereka produksi.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia dalam waktu dekat masih akan bergantung pada impor vaksin. "Jadi, begitu vaksin Merah Putih siap divaksinasi (ke masyarakat), sudah dapat izin BPOM, sudah diproduksi massal, saat itulah kita tidak perlu lagi membeli atau memesan dari luar (negeri)," kata Bambang, Jumat (13/11).
Saat ini, pemerintah bersama lembaga penelitian dan perguruan tinggi mengembangkan vaksin melalui berbagai platform, antara lain, adenovirus, protein rekombinan, dan DNA. Keenam instansi itu, yakni Lembaga Eijkman, UI, UGM, Unair, ITB, dan LIPI.
Bambang mengatakan, saat ini yang menunjukkan progres paling cepat, yaitu pengembangan vaksin di lembaga Eijkman. Kondisi terakhir vaksin tersebut berada pada tahapan ekspresi sel mamalia.
Halal
Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 juga menyatakan akan memastikan kehalalan vaksin Covid-19 yang akan diberikan kepada masyarakat. Berbagai jenis vaksin dari luar negeri dan vaksin yang dikembangkan di Indonesia akan diteliti dahulu.
Hal ini dijelaskan Koordinator Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Wiku Adisasmito, yang mengatakan, pemerintah akan memastikan kehalalan vaksin untuk masyarakat. Tidak hanya halal, pihaknya juga memastikan vaksin tersebut aman dan efektif.
Menurut Wiku, pemerintah akan berusaha keras untuk memberikan perlindungan kesehatan masyarakat dengan menyediakan vaksin. “Kita akan memastikan semua vaksin yang akan digunakan atas kerja sama internasional atau pengembangan dalam negeri itu aman dan efektif. Tentunya karena kita adalah negara Muslim, vaksin tersebut juga harus halal," kata Wiku Adisasmito saat konferensi pers perkembangan terakhir penanganan Covid-19 secara daring, Sabtu (14/11).
Wiku mengatakan, pemerintah bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang meneliti beberapa kandidat vaksin. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga dilibatkan dalam penelitian ini. "MUI dengan Badan POM beserta lembaga kementerian terkait lainnya sudah me-review beberapa kandidiat vaksin tentang aspek kehalalannya. Tentunya, nanti akan berkembang dengan produk lainnya yang akan diakses oleh Pemerintah Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Osmena Gunawan mengatakan, tim vaksin Indonesia yang berangkat ke Cina masih melakukan proses survei. Hingga saat ini, tim vaksin Indonesia masih di Cina. “Belum ada hasil (bagaimana vaksin)-nya. Tim masih di Cina,” katanya saat dihubungi Republika, Jumat (13/11).
Osmena menjelaskan, butuh waktu yang cukup lama untuk membawa vaksin pulang ke Indonesia. Tim vaksin, menurut dia, berupaya melakukan proses pemeriksaan yang intens terkait vaksin yang hendak dibeli.
MUI bersama institusi lainnya berkunjung ke Cina pada 14 Oktober 2020 untuk melakukan audit kehalalan vaksin dari produsen vaksin Sinovac. Biofarma sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi pun sudah mendaftarkan sertifikasi halal vaksin Covid-19 dari Sinovac.
Osmena menjabarkan, proses audit halal yang dilakukan MUI dalam kunjungan ke Cina dilakukan dengan sejumlah cara. Yaitu, asal-usul bahan vaksin, cara proses pembuatan, hingga bagaimana manfaat vaksin tersebut. Pihaknya menegaskan, tim vaksin berupaya melakukan audit halal yang ketat agar vaksin yang dihasilkan benar-benar halal.
“Jika nanti (vaksin) sudah di Indonesia, kami harus lakukan koordinasi yang ketat lagi. Bagaimana manfaatnya, kecocokannya, hingga sidang fatwa halalnya,” ujarnya. Pihaknya menambahkan, ada kemungkinan tim vaksin di Cina masih akan menghabiskan waktu selama satu bulan penuh untuk bisa kembali ke Indonesia. Sebab, pemerintah dari dua negara pun melakukan kebijakan isolasi bagi tim tersebut apabila masuk ke dalam negara.
Sementara itu, Tim Uji Klinis untuk calon vaksin Covid-19 Indonesia, akan meneruskan uji klinis fase III yang sudah memasuki masa monitoring. Tahap monitoring yang dikerjakan kepada seluruh relawan, untuk melihat efikasi (khasiat), immunogenicity, serta memastikan keamanan dari calon vaksin Covid-19.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir mengatakan, pihaknya berharap tim uji klinis akan menyelesaikan tahap monitoring ini pada Mei 2021. Namun, akan diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) suatu laporan interim berupa data keamanan, imunogenisitas, dan efikasi tiga bulan pada awal Januari 2021 untuk mendapatkan persetujuan penggunaan dalam keadaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Honesti menjelaskan, kegiatan uji klinis tahap III untuk vaksin Covid-19 ini, merupakan bagian dari Uji Klinis Global, yang dilaksanakan empat negara (multicenter), seperti Brasil, Cile, Indonesia, dan Turki dengan total melibatkan lebih dari 20 ribu relawan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.