Ekonomi
Pandemi Picu 2,56 Juta Pengangguran
Resesi ekonomi perlu ditangani agar tidak mengarah pada gelombang kebangkrutan.
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pandemi Covid-19 telah memicu 2,56 juta orang menjadi pengangguran. Hal itu termasuk dalam 29,12 juta penduduk usia kerja atau berusia 15 tahun dan lebih yang terdampak Covid-19. Jumlah tersebut setara dengan 14,28 persen dari total penduduk usia kerja per Agustus 2020 yang mencapai 203,97 juta orang.
Dampak ke puluhan juta orang tersebut berbeda-beda. Selain memicu pengangguran, terdapat 760 ribu orang lainnya masuk menjadi Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19. BAK karena Covid-19 merupakan penduduk usia kerja yang termasuk bukan angkatan kerja dan memiliki pengalaman berhenti bekerja karena pandemi pada periode Februari-Agustus 2020.
Sedangkan, sebanyak 1,77 juta orang lainnya sementara tidak bekerja karena pandemi. Sisanya, sebanyak 24,03 juta orang bekerja dengan pengurangan jam kerja karena Covid-19.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, perhitungan dampak pandemi Covid-19 ke ketenagakerjaan tidak bisa dihitung dari kenaikan pengangguran semata. Efeknya harus dilihat dari seberapa besar penduduk usia kerja yang masuk ke kategori BAK maupun sementara tidak bekerja karena pandemi.
"Sehingga dengan demikian, kita bisa mendapatkan gambaran lengkap dampak Covid terhadap ketenagakerjaan di Indonesia," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).
BPS mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang pada Agustus 2020 atau 7,07 persen terhadap jumlah angkatan kerja. Angka tersebut naik 2,67 juta orang dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,23 persen.
BPS menyebutkan, peningkatan pengangguran terbuka paling besar terjadi di perkotaan, yakni 8,98 persen. Angka ini meningkat dibandingkan Agustus 2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar 6,44 persen dan 6,29 persen.
Sementara itu, kenaikan pengangguran di desa cenderung landai. Pada Agustus 2020, kontribusinya sebesar 4,71 persen terhadap jumlah pengangguran secara keseluruhan, naik dari 3,92 persen pada 2019 dan 3,97 persen pada 2018. "Jadi kita lihat, pandemi dampaknya jauh lebih tajam untuk di kota," tutur Suhariyanto.
TPT tertinggi terjadi di DKI Jakarta sebesar 10,95 persen dan Banten yang mencapai 10,64 persen. Tapi, kenaikan TPT terbesar terjadi di Bali yang semula hanya 1,57 persen pada Agustus 2019 menjadi 5,63 persen pada Agustus 2020.
Suhariyanto menuturkan, pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas wisata menjadi penyebab utama peningkatan TPT di Pulau Dewata. Sedangkan, pariwisata menjadi sektor unggulan di Bali. "Kita sadari, Covid-19 menghantam keras pariwisata dan di Bali pariwisata memiliki peranan besar," katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, resesi ekonomi perlu ditangani agar tidak mengarah pada gelombang kebangkrutan massal perusahaan di dalam negeri. Hal ini agar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor bisa terhindarkan dan tidak menyumbang angka pengangguran serta kenaikan jumlah orang miskin baru.
Angkatan kerja baru, kata dia, semakin sulit bersaing karena lowongan kerja menurun. Sementara perusahaan dalam melakukan rekrutmen akan memprioritaskan karyawan lama yang sudah berpengalaman.
Pemerintah, kata dia, bisa melakukan berbagai upaya demi mencegah resesi semakin dalam. Di antaranya dengan merombak total seluruh program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pencairannya macet dan konsepnya bermasalah. Sebagai contoh kartu prakerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di perbankan.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, perusahaan terus berupaya menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan seoptimal mungkin. "Pengusaha memanfaatkan segala cara untuk bertahan dan memanfaatkan semua leverage stimulus yang ditawarkan pemerintah sepanjang krisis ini," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.