Presiden Prancis Emmanuel Macron. | AP/Olivier Hoslet/EPA Pool

Opini

Maksud Presiden Macron

Presiden dengan jelas menetapkan sasaran dari strategi itu: sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal.

OLIVIER CHAMBARD, Duta Besar Prancis untuk Indonesia

Serangan teroris terjadi di Conflans Sainte-Honorine pada 16 Oktober lalu. Saat itu, seorang guru dipenggal kepalanya saat meninggalkan sekolahnya. Kejadian yang disusul serangan di Kota Nice pada 29 Oktober, di Gereja Basilika Notre-Dame de l’Assomption, yang menewaskan tiga orang, amat mengguncang Prancis. 

Prancis mengalami serangan teroris bertubi-tubi sejak beberapa tahun terakhir ini, seperti di Indonesia. Karena itu, Presiden Emmanuel Macron menyampaikan strategi untuk mengisolasi dan memerangi terorisme berbentuk Islamisme radikal (radikalisme).

Mengingat pernyataan dan seruan untuk memboikot produk Prancis yang marak beberapa hari terakhir ini, merupakan kewajiban saya menyanggah pemahaman yang salah atau bias terhadap pidato Presiden Emmanuel Macron.   

Saya akan membahas poin-poin utama strateginya. Namun, di atas semua itu, saya mengajak semua orang membaca pidato tersebut agar dapat membangun opini mereka sendiri.

 
Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota OKI memerangi Islamisme radikal ini, yang sering menjadi inkubator terorisme.
 
 

Islamisme radikal

Presiden Republik Prancis dengan jelas menetapkan sasaran dari strategi tersebut: sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal. Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota OKI memerangi Islamisme radikal ini, yang sering menjadi inkubator terorisme.

Ini terjadi di Prancis selama beberapa tahun terakhir, seperti juga di Indonesia. 

Prancis menegaskan kembali “laïcité” (sekularisme Prancis) sebagai jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tidak percaya pada Tuhan) dan kebebasan beragama.

Presiden Prancis mengingatkan pentingnya laïcité, perekat Republik Prancis, yang merupakan landasan kebebasan beragama, yang memungkinkan setiap komunitas beragama menjalankan ibadah dan menjaga netralitas negara terhadap semua agama.

Laïcité adalah salah satu asas Republik Prancis seperti Pancasila yang menjadi salah satu asas Republik Indonesia. Laïcité sama sekali bukan berarti penghapusan agama di ruang publik.

 
Golongan terakhir inilah penyakit bagi mayoritas Muslim Prancis. Saya ingin mengatakannya lagi: korban pertama dari Islamisme radikal itu adalah umat Muslim sendiri.
 
 

Presiden jelas menyampaikan, dia tak menoleransi penyamarataan apa pun. Ada perbedaan nyata mayoritas warga Muslim Prancis yang damai dan moderat dengan minoritas militan bersifat separatis yang mengabaikan hukum dan memusuhi nilai-nilai Republik Prancis.

Golongan terakhir inilah penyakit bagi mayoritas Muslim Prancis. Saya ingin mengatakannya lagi: korban pertama dari Islamisme radikal itu adalah umat Muslim sendiri.

Dukungan CFCM 

Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM), instansi resmi perwakilan umat Islam di Prancis dan  mitra utama pemerintah, menyatakan, "Nilai-nilai yang mendasari (...) Republik kita yang sekuler, tak terpecah-belah, demokratis dan sosial, dengan moto tritunggalnya, kebebasan, kesetaraan, persaudaraan. Ini memungkinkan kita, umat Muslim Prancis, seperti halnya semua warga negara Prancis lainnya, menjalankan ibadah dengan bebas atau tidak menjalankan ibadah sama sekali, untuk membangun masjid dan menikmati hak-hak kita sepenuhnya."

Akhirnya, CFCM mengatakan, "Tidak! Kami kaum Muslim tidak dianiaya di Prancis. Kami adalah warga negara penuh di negara kami. Seperti semua warga negara kami lainnya, kami memiliki hak yang dijamin dan kewajiban untuk dijalankan”.

Kebebasan berpendapat

Prancis membela kebebasan fundamental, termasuk kebebasan berpendapat dan beragama atau berkeyakinan bagi semua orang, apa pun agama yang dianut. Ini berlaku bagi warga Prancis yang beragama Islam, seperti juga bagi semua warga Prancis lainnya.

Faktanya, banyak warga Muslim Prancis menunjukkan solidaritas terhadap kartunis yang terbunuh, meskipun mereka tidak mendukung kebijakan Charlie Hebdo menerbitkan karikatur.

Namun, membela kebebasan berekspresi di Prancis tidak berarti segala sesuatu mungkin terjadi: hukum hadir untuk melindungi setiap warga negara.

Menurut hukum di Prancis, ada perbedaan jelas antara ruang yang diberikan untuk memperdebatkan dan mempertanyakan semua sistem pemikiran, agama, atau kepercayaan, yang mencakup kebebasan untuk mengkritik, termasuk melalui humor, di satu sisi, dan hasutan kebencian agama, di sisi lain. Yang terakhir ini yang diperangi menurut hukum.

 
Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan karena menargetkan individu atau kelompok masyarakat, tapi bukan karena mengolok-olok agama.
 
 

Majalah Charlie Hebdo yang telah menerbitkan kartun selama 50 tahun bersifat provokatif terhadap semua kekuatan dan institusi, pemertinah, politik, agama, dan lain-lain tanpa mendorong kekerasan atau kebencian.

Majalah ini menerbitkan karikatur tentang berbagai keyakinan serta tiga agama monoteistik, tidak hanya tentang Islam. Beberapa karikatur, antara lain, menargetkan Paus dan agama Katolik. Charlie Hebdo telah berkali-kali dituntut ke pengadilan.

Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan karena menargetkan individu atau kelompok masyarakat, tapi bukan karena mengolok-olok agama.

Saya berharap, beberapa poin yang dipaparkan di sini dapat membantu pembaca lebih memahami strategi Presiden Republik Prancis.

Perang melawan terorisme merupakan masalah kompleks dan global, yang hanya bisa dilawan melalui kerja jangka panjang dan membutuhkan peningkatan kerja sama.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan, posisi Prancis selama ini melindungi kebebasan fundamental, menolak kebencian, dan memerangi terorisme, seperti di Indonesia yang merupakan mitra strategisnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat