Hikmah
Ingat Mati
Aktivitas kehidupan dunia yang dijalani tidak membuatnya lalai dari mengingat mati.
Oleh FAUZI BAHREISY
OLEH FAUZI BAHREISY
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan; yaitu kematian.” (HR at-Tirmidzi). Begitulah pesan Nabi SAW kepada para sahabat dan kepada umatnya.
Sungguh pesan yang sangat penting bagi setiap manusia yang ingin selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Terutama, bagi yang hidup dalam kondisi penuh fitnah, bagi yang hidup dalam gelimang harta dan kuasa, serta bagi yang sedang diuji dengan jabatan dan popularitas.
Kematian tidak bisa dielakkan. Apalagi, di musim wabah Covid-19 ini jumlah mereka yang wafat setiap harinya selalu terlihat dan terdengar di berbagai media. Kematian memang pasti mendatangi setiap insan.
Bahkan, setiap makhluk yang bernyawa pasti mati sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ankabut: 57. Hanya Allah Yang Mahahidup, tidak mati. Sialnya, meski kematian merupakan sebuah keniscayaan, banyak manusia yang alpa dan lupa.
Terkait dengan mengingat mati, Khalid as-Sayyid Rusyah dalam buku Ladzdzatul Ibadah membagi manusia dalam tiga kategori: Pertama, manusia yang lalai dan tidak mau mengingat mati. Kematian dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan mengingatnya dianggap bisa merusak kenikmatan dunia yang sedang dirasakannya.
Informasi kematian saudara atau kolega, pemandangan jenazah yang diantar ke kubur, dan nasihat tentang kehidupan pada hari akhir sama sekali tidak membuatnya tersentuh. Hatinya kesat dan pekat oleh dunia.
Kedua, manusia yang pada kondisi tertentu ingat pada kematian, tapi pada banyak kondisi lainnya lalai dan lupa. Saat berada di tempat pemakaman, hatinya tersentuh. Namun, sesaat setelah keluar darinya, ingatan dan perhatian terhadap dunia lebih dominan.
Demikian pula saat menjenguk saudara di rumah sakit dan mendengar ceramah agama. Ingat mati hanya mampir sebentar dalam benak dan jiwa, lalu segera pergi dan sirna.
Ketiga, manusia yang banyak mengingat mati. Aktivitas kehidupan dunia yang dijalani tidak membuatnya lalai dari mengingat mati. Betapapun kondisi dan nikmat yang didapat, ia tetap ingat mati. Tipe ketiga inilah yang diinginkan oleh Nabi SAW.
Menurut Syekh Abu Ali ad-Daqqaq, orang yang banyak mengingat mati, Allah akan menganugerahkan kepadanya tiga hal: Pertama, bersegera dalam bertobat. Ia tidak akan menunda-nuda tobat. Ia akan mengevaluasi diri, menyesali dosa-dosa yang pernah dilakukan, dan meminta ampunan-Nya.
Bahkan, ia segera mengembalikan hak orang yang pernah dirampas dan meminta maaf atas segala kezaliman yang pernah diperbuat. Inilah jalan pertama menuju kesuksesan. Nabi SAW bersabda, “Orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa." (HR Ibnu Majah dan Thabrani).
Kedua, sikap qanaah. Yaitu menerima semua pemberian dan karunia Allah dengan ridha. Hatinya lapang dan tenang. Pasalnya, ia menyadari hakikat dan nilai kehidupan dunia yang bersifat fana dan sementara.
Ketiga, semangat dalam beribadah. Orang yang banyak mengingat mati akan lebih semangat dalam beribadah. Ibadah dalam pengertian luas. Tidak terbatas pada shalat, puasa, dan ibadah mahdah lainnya. Namun, berupa ketundukan dan kepatuhan atas semua tuntunan-Nya.
Alih-alih putus asa dan tidak bergairah, orang yang ingat mati justru semakin cekatan dalam melakukan ibadah, ketaatan, dan karya yang berguna bagi dunia dan akhiratnya sebagai bekal amal untuk menghadap-Nya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.