Kiai Syukri berfoto bersama santrinya di Kompleks Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, pada 2012. | republika/Prayogi

Nasional

Pak Zar, Kiai Syukri, dan Dunia

Universitas Azhar Mesir dan masyarakat di sana sangat menghormati Kiai Syukri dan Pesantren Gontor yang dipimpinnya.

 

Pondok Modern Darussalam Gontor kembali berduka. Setelah KH Syamsul Hadi Abdan (lahir tahun 1944) tutup usia pada 18 Mei 2020, kini giliran pimpinan lainnya, KH Abdullah Syukri Zarkasyi (Kiai Syukri) pergi meninggalkan dunia yang fana ini pada Rabu (21/10) pukul 15.45 WIB. Almarhum wafat dalam usia 78 tahun. Informasi Kiai Syukri wafat tersebar di banyak grup Whatsapp dan platform media sosial lainnya. 

Beliau adalah buah cinta salah seorang pendiri dan wakif Pesantren Gontor KH Imam Zarkasyi (1910-1985) dan Siti Partiyah (wafat 1965). Anak kedua dari 13 bersaudara. Sebelum Kiai Abdullah Syukri lahir, pasangan yang menikah pada Ahad Pahing 21 Januari 1940 ini sempat dikaruniai anak bernama Mohammad Jamaluddin (1941), namun meninggal pada 1942.

Nama Jamaluddin mirip dengan pendiri Gontor lama, yaitu KH Raden Sulaiman Jamaluddin yang hidup pada pertengahan abad ke-19. Sulaiman Jamaluddin merupakan keturunan ke-4 dari Keraton Cirebon yang silsilahnya sampai kepada wali songo Sunan Gunung Jati (1448-1568). 

Sulaiman adalah santri teladan Tegalsari, pesantren yang masyhur pada abad ke-18 dan ke-19. Setelah menikahi putri kiai pesantren tersebut, Sulaiman diberikan amanah untuk membangun pesantren di desa Gontor. Kepemimpinannya digantikan anak keturunannya, seperti Kiai Arham Anom Besari, dan terakhir adalah Kiai Santoso Anom Besari. Kiai Santoso wafat pada usia muda. Setelah wafat, Gontor lama yang ditinggalkannya mati. 

Istri Kiai Santoso, Ibu Nyai Khalifah membesarkan tujuh anak. Di antaranya adalah tiga putra, kelak disebut trimurti yang kembali menghidupkan Gontor: KH Ahmad Sahal (1901-1977), KH Zainudin Fananie (1908-1967), dan KH Imam Zarkasyi (1910-1985).

Kembali ke cerita Pak Zar, pada 1942, KH Imam Zarkasyi mengungkapkan kesedihan akibat anak pertamanya yang dipanggil Allah. Di hadapan ratusan santri Gontor ketika itu, dia berpidato, "Anak-anakku sekalian, seandainya saya tidak dikaruniai anak oleh Allah, saya minta anak-anakku rela saya anggap menjadi anak saya." Ungkapan ini tertulis dalam buku KH Imam Zarkasyi dari Gontor.

Namun, dengan kesungguhan berdoa, Allah menganugerahkan pasangan ini anak lelaki pada 20 September 1942. Pak Zar dan istri ketika itu sangat bersyukur, sehingga anak itu dinamakan Abdullah Syukri (hamba Allah tanda kesyukuranku). Setahun kemudian lahir juga Mohammad Muchlis. Juga wafat saat masih kecil. Beberapa tahun kemudian 10 adiknya lahir. Mereka adalah Siti Khuriyah pada 1945, Siti Rasyidah pada 1947, Amal Fathullah pada 1949, dan Anisah Fathimah pada 1951. Lainnya adalah Siti Faridah pada 1953, Siti Maimunah pada 1954, Ahmad Hidayatullah pada 1956, Hamid Fahmy pada 1958, Nashrullah Zainal Muttaqin pada 1961, dan Mohammad Ridlo pada 1962. 

Setelah menjalani pendidikan dasar pada 1954, Kiai Syukri mengenyam pendidikan Kulliyatul Muallimin al-Islamiyah (KMI) Gontor (1954-1960), UIN Syarif Hidayatullah (1960-1965), dan Universitas Al-Azhar Mesir (1966-1972). 

Sejak Pak Zar wafat pada 1985, Kiai Abdullah Syukri bersama Kiai Hasan Abdullah Sahal dan KH Shoiman Luqmanul Hakim (1985-1999) meneruskan estafet kepemimpinan Gontor. Pada masa ini Gontor membangun kampus baru di beberapa titik, termasuk kompleks Pesantren Gontor Putri di Ngawi.

Setelah itu KH Shoiman mendahului keduanya. Kemudian digantikan KH Imam Badri (1929-2006). Pada masa ini KMI Gontor yang semula belum diakui Negara, sejak tahun 2000-an mulai mendapat pengakuan. Ijazah alumni KMI Gontor disetarakan dengan alumni SMA dan setingkat.

Setelah KH Imam Badri meninggal, KH Syamsul Hadi Abdan (1944-2020) masuk mendampingi KH Syukri dan KH Hasan Abdullah Sahal memimpin Gontor yang semakin berkembang. Cabangya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.

Pergerakan Kiai Syukri tak sebatas di internal Gontor. Almarhum dikenal memiliki jaringan luas di luar negeri. Almarhum pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) semasa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah (dulu IAIN) bersama cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid (1939-2005). Kemudian menggelar berbagai kegiatan keilmuan bersama Liga Dunia Islam (Rabithah Alam Islamiyah) dan liga universitas Islam (Rabithah Jami’ah al-Islamiyah).

Di dalamnya terdapat banyak cendekiawan Muslim kelas dunia, seperti Prof Ja’far Abdussalam dan Prof Zaghlul Najjar dari Universitas Al-Azhar Mesir, dan professor dari berbagai perguruan tinggi di Arab Saudi, serta Negara Arab lainnya. 

Kiai Syukri juga berdakwah di Belgia, Jerman, dan Prancis pada 1975. Kemudian Amerika Serikat melalui program International Visit selama 1 bulan dan London (1986). Negara lainnya adalah Brunei Darussalam (1989), Pakistan (1991 dan 2000), Thailand (1997), dan India (1999).

photo
KH Abdullah Syukri mendampingi Presiden SBY dan Imam Besar Al-Azhar Syekh Thontowi di Gontor pada 2006. - (Dokumen PM Gontor)

Dosen Universitas Al-Azhar Mesir yang pernah mengurus Liga Dunia Islam, Musthofa Dasuki Kisbah, mengatakan kesedihannya ketika mendengar kabar Kiai Syukri tutup usia. “Semoga almarhum ditempatkan dalam surga yang luas bersama syuhada dan orang-orang saleh,” imbuhnya 

Menurutnya, almarhum adalah tokoh dunia yang menginspirasi perkembangan bahasa dan kebudayaan Arab, juga dakwah pendidikan dan ilmu Islam. Gontor merupakan tempat Kiai Syukri berkhidmah untuk umat. Dari sanalah tokoh Muslim dunia lahir dan menginspirasi kehidupan.  Mereka berperan dalam berbagai posisi strategis. Mustofa menyebut tokoh KH Hasyim Muzadi (1944-2017), diplomat Muhammad Maftuh Basyuni (1939-2016) dan adiknya Muhammad Muzammil Basyuni (1947-2018). Banyak lagi alumninya yang menempati berbagai posisi strategis di Indonesia dan dunia. 

“Bagi kami masyarakat Mesir, Gontor adalah Al-Azhar mini (Azhar shaghir). Al-Azhar memberikan 80 beasiswa untuk alumni Gontor meneruskan studi di tempat kami,” katanya.

Kontribusi yang besar ini membuat Gontor mendapatkan penghargaan wisamul ulum wal funun minat thabaqah al ula dari Pemerintah Mesir pada 2006. Kiai Syukri adalah satu-satunya Cendekiawan Muslim Indonesia yang menerima penghargaan tersebut.

Di tingkat nasional, almarhum mendapatkan gelar doktor honoris kausa dari almamaternya, UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2005, dan Tokoh Perubahan Republika 2011.

photo
Negara Mesir memberikan penghargaan kepada Kiai Syukri. - (KBRI Mesir)

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin turut berduka cita dan merasa kehilangan besar atas wafatnya Kiai Syukri. "Beliau adalah ulama besar yg arif dalam berdakwah. Kepergiannya tidak hanya merupakan kehilangan bagi Keluarga Besar Pondok Modern Gontor dan pondok alumni Gontor di seantero Indonesia dan Luar Negeri, tapi juga bagi umat Islam dunia dan Bangsa Indonesia," ujar dia.

Tokoh Muhammadiyah ini berharap semoga sakit almarhum beberapa tahun terakhir menghapus segala dosanya. Sehingga kiprahnya dalam bidang pendidikan menjadi amal jariah yg mengantarkan almarhum ke surga.

Ketum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir ikut menyampaikan duka mendalam. Kiai Syukri merupakan sosok kiai pendidik dan pribadi tawadhu. "Bergaul luas dengan banyak kalangan dan memiliki komitmen dalam keislaman dan dunia, perhatiannya kepada pendidikan sangat luar biasa," kata Haedar.

Bahkan, Haedar menuturkan, Kiai Syukri memiliki hubungan yang dekat dengan Muhammadiyah. Karenanya, ia turut mendoakan agar semua amal ibadah Kiai Syukri diterima Allah SWT, dan segala kesalahannya mendapat ampunan Allah SWT.

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menyatakan kesedihannya. “Dari Roma, saya berbelasungkawa atas meninggalnya almarhum,” ujar wakil presiden RI 2014-2019 ini. Menurutnya, almarhum adalah pendidik dan pewaris Islam moderat yang dengan penuh dedikasi mengabdikan diri membina intelektual Islam dari Pondok Modern Gontor.

photo
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa - (Yogi Ardhi/Republika)

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya  Kiai Syukri. Di mata tokoh Nahdlatul Ulama ini, almarhum merupakan ulama yang saleh. Indonesia sangat kehilangan setelah meninggalnya almarhum.

“Ini adalah kali kesekian Indonesia kehilangan ulama saleh di tahun ini. Insya Allah, husnul khatimah dan mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kelapangan dan ketabahan hati dalam menerima cobaan ini,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi.

Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud juga mengungkapkan bela sungkawa. "Saya berharap para santri meneruskan akhlak dan perjuangan beliau," kata dia.

Meski mengaku dekat dengan almarhum, Marsudi tidak sempat menjenguk saat sakit, sehingga digantikan oleh anak perempuannya. "Perjuangan beliau mendidik santri dan nilai luhurnya akan terus berkembang. Mudah-mudahan seluruh keluarga bisa meneruskan apa yang telah beliau mulai karyakan. Mudah-mudahan seluruh keluarga dan santri bisa terus menjaga apa yang telah diwariskan," ucap Marsudi.

Anggota Badan Wakaf Gontor Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi menjelaskan, almarhum menderita aneurisma (saraf kanan) pada 2012. Ini merupakan serangan stroke pertama yang mengakibatkan bagian tubuh kiri tak berfungsi. Pada 2016 Kiai Syukri mengalami stroke kedua yang menyerang saraf kiri. Sejak itu praktis Kiai Syukri tak dapat berdiri. “Sudah berobat ke Madiun, Surabaya, dan Jakarta,” ujar Anggota Badan Wakaf Gontor ini.

Sejak terkena stroke, Kiai Syukri yang biasanya berpidato memotivasi santri, hanya terduduk di kursi roda. Banyak alumni Gontor dan tokoh datang menengoknya untuk memberikan semangat. 

Beberapa hari terakhir Kiai Syukri tak sadarkan diri. Istri Kiai Syukri, Indra Sudarsi (60 tahun) dan anak-anaknya: Afifah Bidayah, Reza Azhari, Fatimah Zahroh, Azmi Syukri, dan Zulfahmi, selalu berada di rumah. “Pada Rabu 21 Oktober pukul 15.00 WIB, kami memandikan beliau seperti biasa. Kemudian membantu wudhu untuk shalat Ashar,” kata pihak keluarga almarhum, Ustaz Adib Fuadi Nuriz.

Namun ketika hendak shalat Ashar, nafas almarhum melemah. Tensi menurun. Kondisinya menjadi kritis. “Tepat pukul 15.45 WIB Kiai Syukri wafat,” katanya. Almarhum dimakamkan pada Kamis (22/10) pukul 10.00 WIB di Kompleks Pemakaman Keluarga Raden Sulaiman Jamaluddin di dalam Pesantren Gontor. 

photo
Kiai Syukri - (republika/prayogi)

Kenangan bersama almarhum

Pengasuh Pesantren Darunnajah KH Sofwan Manaf mengatakan, Kiai Syukri adalah sosok semangat dalam berdakwah melalui dunia pendidikan pesantren. Dari semangatnya itulah pasantren gontor berkembang pesat dan banyak melahirkan ulama.

Almarhum gigih  mendorong terealisasinya cita-cita trimurti pendiri Gontor untuk mendirikan dan mengembangkan pesantren di daerah, bahkan negara lain. Gontor kata KH Sofwan yang dulu pada tahun 1985 saat KH Sofwan jadi santrinya hanya memiliki 1 pesantren, sekarang sudah hampir 21 kampus dan dulu muridnya hanya dua ribuan sekarang sudah ke 30 ribuan. Itu semua tak lepas dari peranan KH Abdullah Syukri.

"Pesantren alumni waktu itu juga tak terlalu banyak mungkin sekitar 30  sampai 50, sekarang sudah berkembang hampir 600 Pesantren alumni di seluruh Indonesia," katanya.

KH Sofwan mengatakan, bahwa dirinya menimba ilmu di Gontor selama 12 tahun. Lulus KMI pada tahun 1985. Dia juga pernah menjadi sekretaris KH Syukri selama empat tahun. "Saya di kantor lulus tahun 1985. Saya di Gontor selama 12 tahun setengah dan menjadi ustad dan selesai di S1 di Gontor dan pernah hampir 4 tahun menjadi sekretaris beliau sekretaris pimpinan di Gontor," katanya.

photo
Wakil Ketua MPR yang juga Penasehat King Abdul Aziz International Centre for Interfaith and Intercultural Dialogue (KAICIID) Hidayat Nur Wahid berbincang dengan tokoh agama Buddha dalam The 2nd International Workshop on Fostering Inter and Intra Religious Dialogue to Prevent and Mitigate Conflicts in South and South-East Asia di Jakarta, sebelum pandemi Covid-19.- (Republika/Prayogi)

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat M Hidayat Nur Wahid mempunyai kenangan dengan almarhum. Ketika pulang studi dari Mesir pada tahun 80-an, Hidayat ketika itu duduk di kelas lima KMI. Kiai Syukri mengajar di kelasnya. Saat mengajar, Kiai Syukri pandai bercerita. Intonasinya tegas. “Sejak saat itu saya tertarik dengan kepribadian beliau, bersama kiai-kiai yang lain tentunya,” kata dia bercerita.

Almarhum sosok yang merepresentasikan seorang kiai, pendidik, pemimpin, motivator yang sangat ulung, dan juga perekat umat. Almarhum sering aktif mengikuti agenda di Jakarta untuk berinteraksi secara intensif dengan tokoh-tokoh Islam baik itu dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, maupun ormas-ormas Islam yang lain.

Almarhum Kiai Syukri, bagi Hidayat, memberikan teladan terbaik bagaimana menghadirkan prinsip ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan yang nyata. Gontor mengajarkan pentingnya berjiwa ukhuwah Islamiyah dan perekat umat. "Kepribadian beliau luar biasa bagus, beliau sosok yang sangat dekat dengan para santri. Saya sangat beruntung belajar di Gontor," ucapnya.

photo
Jusuf Kalla berbincang dengan Kiai Abdullah Syukri yang terduduk di kursi roda. - (Antara)

Hidayat, yang juga menjabat sebagai anggota Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor, menceritakan hal yang selalu dia ingat saat menghadiri sidang Badan Wakaf Gontor. Setelah rapat, pada pagi hari, almarhum dan para anggota Badan Wakaf mengelilingi lingkungan Pesantren Gontor.

Saat berkeliling itu, Kiai Zarkasyi sendirilah yang mengendarai mobil membawa beberapa anggota Badan Wakaf, untuk melihat perkembangan bangunan pesantren, para santri, permasalahan yang dihadapi dan potensi-potensi ke depannya.

"Selalu beliau minta saya duduk di sampingnya. Sepanjang jalan di mobil yang disopiri oleh beliau sendiri, beliau bercerita tentang beragam hal. Mulai dari perkembangan pesantren, dan tantangan pesantren. Beliau juga sering bertanya tentang perkembangan perpolitik nasional dan internasional," terangnya.

Menurut Hidayat, salah satu kontribusi terbaik yang diberikan almarhum Kiai Zarkasyi adalah menyelamatkan tanah wakaf Gontor. "Salah satu yang menjadi fokus beliau adalah menyelamatkan (tanah) wakaf Gontor di daerah Mantingan (Kabupaten Ngawi) itu. Saya kira itu salah satu yang terjadi pada masa kepemimpinan beliau. Karena wakaf tentu harus diselamatkan apalagi wakaf untuk pondok pesantren," ucapnya.

 
photo
Presiden Joko Widodo (kanan) menyalami pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, di Ponorogo, Jawa Timur, Senin (19/9). Dok gontor - (Dok gontor)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat