Nasional
Komjak Panggil Kajari Jaksel
Kajari Anang pernah diperiksa Kejakgung terkait skandal Djoko Tjandra.
JAKARTA — Komisi Kejaksaan (Komjak) akan memanggil Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna terkait perjamuan makan siang terhadap Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte. Dua jenderal polisi itu adalah tersangka suap dan gratifikasi penghapusan red notice dalam skandal Djoko Sugiarto Tjandra.
Ketua Komjak, Barita Simanjuntak mengatakan, jamuan makan siang tersebut tak patut mengingat Anang adalah penegak hukum. Dua tamunya, meskipun sebagai perwira kepolisian aktif, tetapi harus dianggap sebagai tersangka korupsi yang kasusnya dalam pelimpahan di kejaksaan. “Kami (Komjak) akan meminta keterangan, dan penjelasan bagaimana hal tersebut bisa terjadi,” terang Barita, Senin (19/10).
Menurut Barita, sebetulnya menjamu ‘tamu’ untuk makan siang bersama, sikap yang wajar. Akan menjadi tak patut, jika jamuan tersebut diberikan kepada Prasetijo dan Napoleon yang merupakan tersangka korupsi. Sebab, kata Barita, tak pernah terjadi, adanya perjamuan makan siang bersama yang dilakukan otoritas kejaksaan terhadap para tersangka saat pelimpahan perkara.
“Pada prinsipnya, semua orang seharusnya sama di hadapan hukum. Tidak ada yang diistimewakan dalam penegakan prinsip eqality before the law,” terang Barita. Karena itu, Anang harus menjelaskan apa yang menjadi kecurigaan masyarakat.
Pengacara Prasetijo, Petrus Bala Pattyona lewat akun Facebook-nya, menampilkan dokumentasi jamuan makan siang kliennya bersama Kajari Anang. Dalam dokumentasi tersebut, ada juga Napoleon dan pengacaranya.
Perjamuan Anang terjadi pada Jumat (16/10) siang di Kejari Jaksel. Ketika itu, Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tiga dari empat tersangka kasus red notice. Satu tersangka lagi adalah Tommy Sumardi, perantara suap Djoko Tjandra kepada keduanya.
Anang, saat dikonfirmasi, Senin (19/10), mengakui jamuan makan siang tersebut. Ia menjelaskan, jamuan tersebut hal yang biasa. “Kita tidak memperlakukan keduanya istimewa,” terang Anang.
Ia menjelaskan, saat itu, pelimpahan para tersangka dilakukan menjelang jam makan siang. “Cuma makan soto. Pesan di kantin. Harganya enggak sampe (Rp) 20 ribu,” terang dia.
Anang sebelumnya juga pernah diperiksa oleh tim JAM Was di Kejakgung terkait dengan skandal Djoko Tjandra. Anang, pernah terungkap bertemu dengan pengacara terpidana korupsi Bank Bali 1999 itu, Anita Dewi Kolopaking setelah mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jaksel.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Hari Setiyono menilai, pemberian makan siang itu perlakuan lumrah terhadap tersangka. Meski begitu, tim JAM Was tetap memeriksa Anang dan telah mendapatkan klarifikasi.
“Jadi kami menyampaikan, istilah dijamu makan siang itu adalah tidak benar. Yang benar, kami (kejaksaan) mempunyai kewajiban memberikan makan siang kepada tersangka selama itu dalam proses pelimpahan perkara dan barang bukti,” terang Hari Setiyono, ditemui di Kejakgung, Jakarta, kemarin.
Tak cuma terhadap perkara korupsi, pelimpahan berkas perkara pidana umum pun para tersangkanya tetap berhak dapat konsumsi. “Saya rasa, dengan klarifikasi ini, mudah-mudahan masyarakat bisa melihat fakta yang sebenarnya,” sambung Hari.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai sebaliknya. Menurut dia, jamuan terhadap dua jenderal polisi tidak ditemukan pada tersangka lainnya. Karena itu, MAKI meminta Kajari Nanang diganti.
"Berapa pun harga (soto)-nya, jamuan tersebut tidak lazim. Jadi apa pun sikap Kajari ini patut dievaluasi dan diganti karena prosesnya yang menjadikan ini sebuah perbedaan semua," kata Boyamin, kemarin.
Dukung Napoleon
Sejumlah anggota Komisi III DPR menudukung langkah Irjen Napoleon yang ingin membongkar pihak lain yang menerima suap dalam kasus Djoko Tjandra. Ancaman itu dilayangkan Napoleon ketika penyerahan kasusnya ke Kejari Jaksel.
"Saya kira kalau Irjen Napoleon mau membuka apa yang dia tahu sehingga kasus Djoko Tjandra terang benderang, saya kira kita dukung untuk membuka," kata Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto, Senin (19/10). Politikus Partai Gerindra tersebut berharap apa yang disampaikan Napoleon harus disertai bukti dan fakta yang ada.
Anggota Komisi III lainnya, Trimedya Panjaitan senada dengan Wihadi. Napoleon, kata dia, bisa mengajukan diri sebagai justice collaborator. Dengan demikian, Napoleon bisa mengungkap siapa pun yang terlibat di hadapan persidangan. "Di persidangan nanti tinggal hakim yang menilai, sesuatu yang besar dan baru tidak yang diungkap Irjen Napoleon, dan ungkapannya membuat terang perkara tidak?" ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.