Dukung penyintas kanker (ilustrasi) | Independent.co.uk

Sehat

Divonis Kanker? Tidak Berarti Dunia Berakhir

Para pasien kanker diharapkan bisa memperoleh akses kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Ketika divonis menderita kanker, boleh jadi benak sang pasien hanya dipenuhi oleh satu kata mengerikan: Kematian. Maka, saat vonis itu diterima, tak sedikit yang meneteskan air mata hingga meratapi nasibnya lantaran harus menerima kondisi tersebut.

Ida Kusuma, seorang pasien kanker, pun mengakui hal itu. Menurut dia, kanker  masih dianggap sebagai 'vonis kematian' bagi para penderitanya di Indonesia. Namun, kini ceritanya segera berubah. Berawal dari inovasi pengobatan, Ida pun berharap kualitas hidup para pasien kanker akan lebih baik, terutama kanker paru seperti yang diidapnya.   ''Untuk itu perkembangan inovasi pengobatan kanker paru harus terus didukung oleh semua pihak untuk menciptakan layanan kesehatan terbaik bagi pasien kanker paru,'' katanya.

Megawati Tanto pun menceritakan pengalamannya saat divonis kanker. Bahkan, kasusnya pun terbilang langka. Megawati mengaku didiagnosis terkena kanker paru setelah dinyatakan sembuh dari kanker usus.

Saat itulah dia menghadapi tantangan yang paling sering dialami oleh pasien kanker paru, yaitu terdeteksi setelah memasuki stadium lanjut. ''Saya berharap semakin banyak masyarakat yang memahami mengenai kanker paru sehingga dapat melakukan upaya pencegahan dan deteksi dini dengan pola hidup sehat dan berobat secara medis,'' ujarnya.

Semangat itulah yang membuat Megawati pun aktif menjadi koordinator kanker paru untuk Cancer Information and Support Center (CISC) bersama Aryanthi Baramuli Putri yang menjabat sebagai ketua umum CISC. Mereka inilah yang giat menyebarkan informasi agar pasien kanker memperoleh akses kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau seperti diatur dalam perundangan.

''Akses pengobatan terhadap pasien kanker paru akan mempengaruhi kondisi mereka. Oleh karena itu, penting adanya kolaborasi berkesinambungan dari semua pihak baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat,'' ujar Aryanthi.

 
Akses pengobatan terhadap pasien kanker paru akan mempengaruhi kondisi mereka.
 
 

Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru pun hadir sebagai wadah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta semua pihak terkait terhadap pentingnya upaya promotif, preventif/pencegahan, serta diagnosis dan pengobatan kanker paru sesuai pedoman penatalaksanaannya.

Gerakan ini, tambah Aryanthi, akan terus melakukan advokasi dan membuka kolaborasi dengan berbagai pihak untuk bersama-sama berpartispasi dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat kanker paru di Indonesia.

Semangat serupa juga muncul dari para penyintas kanker payudara. Kanker payudara termasuk salah satu kanker yang sering dijumpai pada wanita di seluruh dunia maupun di Indonesia. Salah satu terapi untuk kanker payudara adalah pembedahan seperti mastektomi. Ini merupakan sebuah tindakan operasi pengangkatan payudara yang bertujuan untuk mencegah virus kanker menyebar ke organ-organ tubuh lainnya.

Mastektomi memiliki dampak dalam berbagai aspek. Dampak medis seperti pendarahan, infeksi, nyeri, pembengkakan pada lengan, pembentukan jaringan parut pada tempat bedah, nyeri dan kekakuan bahu, hingga mati rasa.

Sedangkan dampak psikologisnya adalah citra diri, feminitas, serta tubuh yang seperti dimutilasi sehingga mempengaruhi kepercayaan diri pasien yang menurun lantaran mempengaruhi penampilan sebagai seorang perempuan.  “Mastektomi ini berhubungan dengan kepercayaan diri seorang perempuan,” kata Dokter Hastarita Lawrenti, perwakilan dari Medical Departement Kalbe.

Untuk membantu meningkatkan kembali kepercayaan diri para penyintas kanker,  Kalbe bersama Knitted Knockers Indonesia dan Indonesia Cancer Care Community (ICCC) serta Kitabisa.com meluncurkan Gerakan 1.000 knockers yang akan diberikan secara gratis kepada para wanita penyintas kanker payudara di Indonesi, yang menjalani proses mastektomi.

Knockers adalah rajutan berbentuk payudara artifisial (buatan) lembut, ringan, dan nyaman yang dapat digunakan para wanita penyintas kanker payudara pascamastektomi.

“Melalui Gerakan 1.000 pasang knockers ini, kami percaya banyak wanita pejuang yang terbantu untuk menjadi lebih percaya diri,” ujar Yoppy Hadi, perwakilan Indonesia Cancer Care Community (ICCC) yang merupakan komunitas peduli kanker yang menjadi menjadi wadah edukasi, informasi, dan dukungan antara pasien, keluarga, penyintas, dan pemerhati kanker.

Founder Knitted Knockers Indonesia, Rosalina Lee menjelaskan Knitted Knockers Indonesia secara rutin membuat rajutan knockers atau rajutan payudara artifisial yang dibagikan secara gratis kepada para wanita yang telah menjalankan mastektomi/lumpektomi payudara.

Melalui kolaborasi tersebut, Rosalina berharap semakin banyak lagi para wanita pejuang pascamastektomi yang mendapatkan knockers untuk tetap bisa menerima diri dan diterima lingkungan. ''Mereka juga bisa terus mau dan mampu berkarya meskipun sudah diangkat sebagian atau mungkin seluruh payudaranya,'' kata dia.

 

photo
Peduli kanker/ilustrasi - (Yasin Habibi/Republika)

Angka Berbicara

Jumlah penderita kanker di Indonesia terbilang tinggi. Dari data yang dihimpun oleh lembaga terkait, angkanya pun terbilang mengkhawatirkan.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan adanya peningkatan angka kunjungan pasien kanker paru pada pusat rujukan respirasi nasional sebesar hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu. Data yang sama juga menemukan insiden tertinggi untuk kanker paru di Indonesia dialami oleh laki-laki dan 11,2 persen di antaranya adalah perempuan.

Sedangkan perwakilan dari Medical Departement Kalbe, dr Hastarita Lawrenti menjelaskan bahwa kanker payudara menduduki peringkat dua besar dan jumlahnya sekitar dua juta atau 11,6 persen. Sementara tingkat kematiannya ada di urutan lima besar.

Menurut data dari Global Cancer Observatory 2018 dari World Health Organization (WHO) kasus kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah kanker payudara, yaitu dengan jumlah 58.256 kasus atau 16,7 persen dari total 348.809 kasus kanker.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Riskedas 2018 menyatakan tingginya angka kanker payudara di Indonesia mencapai 42,1 orang per 100 ribu penduduk, dengan rata-rata kematian akibat kanker ini mencapai 17 orang per 100 ribu penduduk.

Melihat data tersebut, perlu ada upaya pencegahan berupa deteksi dini untuk perempuan berusia 30-50 tahun, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya kanker payudara pada perempuan, khususnya di Indonesia. Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 'Sadari' (Periksa Payudara Sendiri) dan 'Sadanis' (Periksa Payudara Klinis) melalui pemeriksaan USG atau mamografi.

 

 

photo
Peduli kanker/ilustrasi - (Freepik)

Harapan dari Inovasi Pengobatan

Ketika sudah mendapat diagnosis kanker, langkah utama yang perlu segera dilakukan adalah pengobatan serta terapi.  Pengobatan atau terapi untuk kanker payudara ada lima standarnya, yakni pembedahan, radiasi, terapi hormon, kemoterapi, dan terapi target yaitu langsung ke sel kanker, tanpa merusak sel normal.

Bedah pada kanker payudara berupa breast-conserving surgery yang dilakukan pada pasien stadium dini. Bedah ini lebih ke langkah mengangkat massa atau benjolan, tetapi tidak sampai mengambil jaringan normal sangat banyak, sehingga tak ada luka yang besar setelah operasi.

 Tindakan ini akan diikuti terapi radiasi, karena ada kekhawatiran misalnya ada penyebaran ke kelenjar getah bening yang bisa juga disertai terapi lainnya. Langkah bedah lain adalah mastektomi atau pengangkatan payudara lantaran sel kanker telah menyebar.

Bagaimana dengan pengobatan kanker paru? Untuk penderita kanker paru, saat ini pengobatan di Indonesia telah tersedia dalam beberapa pilihan pengobatan seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan yang paling terbaru ialah imunoterapi. Standar pengobatan kanker di Indonesia telah maju dan setara dengan standar pengobatan internasional.

Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Sita Laksmi Andarini, PhD, SpP(K) menyampaikan terapi kanker paru termasuk pembedahan, kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi. Seluruh terapi kanker paru ini telah ada di Indonesia dengan mengikuti panduan tata laksana Kanker Paru dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia yang disesuaikan dengan pedoman internasional. Alhasil,  proses diagnostik dan terapi sama dengan standar di seluruh dunia.

Seiring berkembangnya penemuan dalam penanganan kanker paru seperti pemberian terapi, sejak 2016 di Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh sehingga sehingga bisa meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium stadium lanjut menjadi lebih panjang dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Sedikit berbeda dengan kemoterapi yang berfungsi untuk membunuh sel kanker, imunoterapi lebih meningkatkan respons imunitas antitumor.

Ia menambahkan pada saat ini kombinasi kemoterapi dan imunoterapi menjadi salah satu standar baru pengobatan kanker paru. Kehadiran imunoterapi menjawab tantangan dari metode pengobatan kanker terdahulu, yaitu peningkatan respons terapi dan peningkatan kualitas hidup.

"Terobosan pengobatan kanker paru saat ini dapat memberikan optimisme dan proses pengobatan yang lebih baik, khususnya bagi pasien kanker sehingga bisa memberikan hidup yang berkualitas,” kata Sita.

Ada beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru-paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien kanker, antara lain imunoterapi penghambat ‘checkpoint’ sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel 'T adoptive' yang mengubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker.

Lebih jelasnya, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi ini adalah langsung menyasar atau menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh. Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut.

Di masa yang akan datang, imunoterapi diharapkan dapat berkembang lebih jauh berdasarkan kebutuhannya dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker lainnya di Indonesia. Tentunya setiap metode pengobatan memiliki performa dan efek yang berbeda bagi setiap pasien kanker tergantung pada jenis kebutuhan pasien itu sendiri.

Lantas bagaimana para pasien ini berobat saat pandemi? Di masa pandemi seperti sekarang ini, penanganan pasien kanker dilengkapi dengan protokol kesehatan dan keselamatan yang ketat terutama di rumah sakit.

"Kami para ahli medis berharap meskipun kondisi pandemi seperti sekarang ini, pasien tetap mengkomunikasikan penyakitnya dan berkonsultasi kepada kami untuk menentukan jadwal pengobatannya untuk menghindari komplikasi lebih lanjut,” ujar Dokter Sita.

 

Meskipun kondisi pandemi seperti sekarang ini, pasien tetap mengkomunikasikan penyakitnya dan berkonsultasi kepada kami untuk menentukan jadwal pengobatannya untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.

 

dr Sita Laksmi Andarini, PhD, SpP(K) 

 
 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat