Internasional
Wang: Waspadai Gangguan Eksternal di Laut Cina Selatan
Pertikaian di Laut Cina Selatan harus diselesaikan secara damai melalui dialog kawasan.
KUALA LUMPUR -- Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, Selasa (13/10), mendesak negara-negara Asia Tenggara mewaspadai gangguan eksternal di Laut Cina Selatan (LCS). Wang menggunakan kesempatan di Malaysia ini untuk menunjuk Amerika Serikat.
"Kami sama-sama berpandangan bahwa LCS seharusnya tidak menjadi tempat bagi kekuatan besar yang bergulat dengan kapal perang," kata Wang saat melangsungkan konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein, Selasa (13/10).
Menurut dia, Cina dan ASEAN harus bekerja sama untuk melenyapkan "gangguan eksternal" di LCS. Namun, ia tak memerinci lebih jauh.
"Cina dan ASEAN memiliki kapasitas dan kebijaksanaan penuh serta tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan ketenangan di LCS," ujar Wang.
Sementara itu, Hishammuddin mengatakan, pertikaian di LCS harus diselesaikan secara damai melalui dialog kawasan. Isu LCS ini mencuat di sela pembicaraan bilateral Malaysia dan Cina tentang Covid-19 dan vaksinnya.
Wang melakukan paket lawatan ke Asia Tenggara. Kantor berita Bernama menyebutkan, ia berkunjung ke Kamboja, Malaysia, Singapura, kemudian ditutup dengan kunjungan ke Laos dan Thailand.
Cina mengklaim sekitar 90 persen atau 1,3 juta mil persegi wilayah LCS sebagai teritorialnya. Selain Cina, LCS juga menjadi bahan sengketa wilayah yang diperebutkan Taiwan, Vietnam, Brunei, Filipina, dan Malaysia.
Cina berkeras menyatakan LCS adalah masalah antara negaranya dan sejumlah negara terkait. Cina selalu menentang keterlibatan pihak luar dalam isu LCS.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, negaranya menginginkan kawasan Asia yang bebas dan terbuka serta tidak didominasi satu negara. Perihal LCS, AS pun telah menolak dan menentang klaim Cina atas wilayah perairan strategis tersebut.
LCS adalah wilayah yang menjadi kawasan lalu lintas sepertiga pelayaran dunia. AS rutin menggelar operasi kebebasan navigasi atau dikenal sebagai freedom of navigation (FON) di kawasan LCS.
Tindakan demikian sangat dikecam Cina. Beijing memandang operasi kebebasan navigasi Washington merupakan aksi provokatif.
Kerangka Indo-Pasifik
Dalam kesempatan sama, Wang menuding AS menjadi "ancaman besar bagi keamanan" di Asia. Wang menunjuk pada upaya AS untuk meningkatkan keterlibatannya di kawasan, tempat AS dan Cina bertarung berebut pengaruh.
Wang berpendapat, strategi "Indo-Pasifik" AS yang bertujuan menjadikan Washington sebagai mitra terpercaya di kawasan merupakan risiko keamanan untuk Asia Timur.
Wang menuding tujuan sesungguhnya AS di Asia adalah "membangun NATO Indo-Pasifik". Ucapannya mengacu pada Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang didirikan untuk membendung pengaruh Uni Soviet pada era Perang Dingin.
"Apa yang dikejar adalah untuk meneriakkan mentalitas perang dingin kuno dan memulai konfrontasi di antara berbagai kelompok dan blok serta memicu persaingan geopolitik. Saya yakin semua pihak melihat ini dengan jelas dan akan tetap waspada terhadapnya," ujarnya.
Wang juga menuding AS mencoba memercikkan konfrontasi di antara kelompok dan blok yang ada. "Dan juga memercikkan persaingan geopolitik sambil mempertahankan pengaruh dan sistem hegemoni AS," tuding Wang.
"Dalam hal ini, strategi tersebut menjadi ancaman besar bagi keamanan," kata Wang.
Sementara bagi AS, kerangka kerja Indo-Pasifik adalah bentuk dukungan mereka antara lain pada kedaulatan, transparansi, pemerintahan yang baik, dan ketertiban berbasis aturan di kawasan. Istilah "Indo-Pasifik" digunakan AS mengacu pada lahan yang meliputi lebih dari 35 negara. Lahan ini membentang meliputi macan-macan ekonomi Asia Timur hingga ke Samudra Hindia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.