Nasional
Partisipasi Pilkada Terancam Rendah
Jumlah zona merah daerah pelaksaa pilkada mengalami penurunan.
JAKARTA—Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mengakui, ada kemungkinan tingkat partisipasi pemilih rendah pada Pilkada 2020. Sebab, pilkada tahun ini dijadwalkan pada 9 Desember yang kemungkinan besar masih dalam masa pandemi Covid-19.
"Bagaimana dengan masa pandemi ini, apakah pemilih akan rendah, kemungkinan ini ada," ujar Asisten Deputi Koordinasi Bidang Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Partai Politik Kemenko Polhukam, Brigjen Yusran Yunus, dalam seminar daring Pilkada di Masa Pandemi, Senin (12/10).
Namun, dia optimistis, partisipasi pemilih akan tinggi dengan mengajak seluruh kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan organisasi masyarakat (ormas) menyosialisasikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Dengan begitu, pemilih dapat ikut mencoblos sepanjang mematuhi protokol kesehatan. Pemerintah lagi-lagi menyebut Korea Selatan (Korsel) sebagai contoh negara yang menyelenggarakan pemilihan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Meski dalam kondisi pandemi, tingkat partisipasi pemilih di Korsel mengalami peningkatan. Namun, Yusran justru menyebut, kasus penularan Covid-19 di Indonesia lebih besar dibandingkan Korsel, bahkan juga di Asia. Ia juga mengakui, disiplin warga Korsel terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19 lebih tinggi daripada warga Indonesia. "Memang lebih disiplin mereka, Pak. Kita harus akui. Nah, ini kita ajak masyarakat dengan sosialisasi ini," kata Yusran.
Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi target partisipasi pemilih pilkada secara nasional sebesar 77,5 persen. Selain KPU yang harus menggencarkan sosialisasi dan edukasi publik, visi misi dan program kandidat juga menjadi faktor penting terhadap tingkat partisipasi pemilih. "Apakah publik melihat harapan dari visi misi itu tentang perbaikan ke depan dan seterusnya," tutur Raka.
Zona merah
Berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah zona merah daerah penyelenggara pilkada sudah mengalami penurunan. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan, berdasarkan peta risiko Covid-19 kabupaten/kota Pilkada 2020 per 12 Oktober, terdapat 14 provinsi yang tidak lagi zona merah.
"Dari 6 September itu ada 45 zona merah, turun menjadi 31 zona merahnya," kata Akmal. Ia mengeklaim, menurunnya angka zona merah di daerah yang menyelenggarakan pilkada membuktikan kampanye pasangan calon kepala daerah tidak berdampak buruk. Selama kampanye, calon kepala daerah telah diminta untuk menyampaikan visi misi mereka yang berkaitan dengan wabah virus korona.
Para paslon juga telah dianjurkan untuk membagikan bahan kampanye berupa alat pelindung diri. Kemendagri optimistis, Pilkada 2020 bisa menjadi instrumen melawan Covid-19. "Kami berharap, ini adalah dampak dari kampanye yang dilakukan masing-masing paslon," kata Akmal.
Sementara, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo menyarankan agar pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menyusun mitigasi risiko Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, sejumlah kriteria perlu diatur sebagai landasan untuk memutuskan pilkada dilanjutkan atau ditunda. "Saya belum pernah mendengar bahwa pemerintah memiliki mitigasi risiko, menghitung risiko lalu sebagai basis untuk pembuatan keputusan ya atau tidak," ujar Eko.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia sekaligus anggota KPU RI periode 2004-2007 Valina Singka Subekti mengatakan, KPU memiliki kewenangan membuat mitigasi risiko pelaksanaan pilkada. Ia meminta KPU menjamin semua proses tahapan pilkada sehat dan aman. "Semua serbaketakutan sekarang. Seperti ini yang perlu untuk dipertimbangkan kalau menurut saya, bukan membatalkan pilkada ya, pilkada tetap, tetapi tinggal waktunya kapan," tutur Valina.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.