Polisi mengenakan masker dan pakaian hazmat saat mengamankan unjuk rasa penolakan buruh terhadap RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (30/9). | ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO

Kabar Utama

UU Ciptaker Siap Diketok

Serikat buruh merencanakan demo serentak menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk diputuskan sebagai undang-undang dalam rapat paripurna yang rencananya digelar Kamis (8/10) mendatang. Hal tersebut diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/10).

"Saya meminta persetujuan kepada seluruh anggota dan pemerintah apakah rancangan undang-undang tentang Cipta Kerja ini bisa kita setujui untuk kita teruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?" kata Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra yang kemudian dijawab, "Setuju!" oleh sebagian anggota DPR yang hadir. Persetujuan disampaikan Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara Fraksi Demokrat dan PKS menyatakan menolak.

Draf RUU Ciptaker yang merupakan usulan pemerintah dilayangkan ke parlemen pada Februari lalu. Usulan itu tak lama setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan wacana pembentukan omnibus law alias regulasi sapu jagat untuk menggenjot perekonomian. 

Secara garis besar, RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Adapun yang dibahas mencakup peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan hingga perlindungan serta pemberdayaan UMKM dan koperasi. Isu ketenagakerjaan, riset, dan inovasi, kemudahan berusaha, serta pengadaan lahan juga menjadi bagian dalam beleid ini. Cakupan berikutnya, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan proyek strategis nasional, serta dukungan administrasi pemerintah. 

Baleg DPR memasukkan RUU tersebut sebagai prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2020 dan memulai pembahasan pada 14 April. Artinya, jika jadi disahkan pekan ini, RUU tersebut dibahas selama tujuh bulan saja. Waktu itu tergolong lekas mengingat RUU Cipta Kerja mencakup revisi seribuan pasal di 76 undang-undang dengan daftar inventaris masalah (DIM) sebanyak 8.000 poin.

Wakil Panja Baleg Willy Aditya mengatakan, ada sejumlah hal pokok yang disepakati dalam rapat panitia kerja (panja). Di antaranya penataan dan perbaikan sistem perizinan berusaha berdasarkan sistem presidensial. 

Kedua, kewenangan pemda tetap dipertahankan sesuai dengan asas otonomi daerah dalam bingkai NKRI. "Ketiga, konsep RBA (risk based approach) menjadi dasar dan menjiwai RUU Cipta Kerja serta sistem perizinan berusaha berbasis elektronik," ujar politikus Nasdem tersebut.

Keempat, disepakati juga soal kebijakan kemudahan berusaha untuk semua pelaku usaha, mulai dari UMKM, koperasi, sampai usaha besar. DPR dan pemerintah juga menyepakati integrasi satu peta nasional, yang meliputi wilayah darat dan laut.

Keenam, disepakati bahwa RUU Cipta Kerja juga mengatur perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kerja. Ketujuh, RUU Cipta Kerja juga mengatur mengenai kebijakan kemudahan berusaha di kawasan ekonomi, pelaksanaan investasi pemerintah pusat dan proyek strategis nasional, serta pelayanan administrasi pemerintahan untuk memudahkan prosedur birokrasi.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi kinerja Panja RUU Cipta Kerja yang menurutnya bekerja secara transparan. Airlangga mencatat rapat berkaitan pembahasan RUU Cipta Kerja total sebanyak 63 kali. Perinciannya, rapat panja digelar 55 kali, rapat timus (tim perumus)/timsin (tim sinkronisasi) enam kali, rapat panja satu kali, dan rapat kerja satu kali.

"Ditambah lagi kerjanya tidak mengingat waktu, Sabtu pun kerja, Ahad kerja, bahkan sampai malam, bahkan kadang-kadang ada padam listrik," kata Airlangga disambut gelak tawa anggota dewan.

Airlangga Hartarto meyakini, RUU Ciptaker bermanfaat besar untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. RUU itu juga dinilainya bisa membawa Indonesia menuju negara yang adil, makmur, dan sejahtera. “RUU Cipta Kerja telah berhasil mengatur dan menerapkan satu peta (one map policy) yang dituangkan dalam RT/RW yang mengintegrasikan tata ruang darat, tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, tata ruang laut, serta tata ruang kawasan, terutama kawasan hutan,” ujar Airlangga dalam keterangan resminya, Ahad (4/10). 

Lewat RUU ini, menurut dia, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah akan mempercepat penetapan rencana detail tata ruang (RDTR) dalam bentuk digital. Cakupan materi dari RUU Cipta Kerja, Airlangga menyebut, memang sangat luas. 

Airlangga juga mengeklaim RUU Cipta Kerja mendukung UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan dan pendaftaran. Selain itu, pendirian koperasi juga dimudahkan dan dibolehkan melaksanakan prinsip usaha syariah dan dapat memanfaatkan teknologi.

RUU Ciptaker, menurut dia, juga mendorong percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal. Selain itu, kata dia, ada juga kepastian pemanfaatan atas ketelanjuran lahan dalam kawasan hutan lahan. Bagi nelayan juga telah diatur penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan. Terkait pekerja, menurut Airlangga, RUU Ciptaker memberikan kepastian dalam pemberian pesangon.

Sebaliknya, ekonom INDEF Bhima Yudistira, menilai UU Ciptaker ini sama sekali tidak membantu dalam pemulihan ekonomi pada masa resesi. "Gelombang penolakan pasti terjadi dan bukan hanya buruh, melainkan juga elemen lain yang merasa dirugikan haknya. Mulai dari petani karena ada klausul impor pangan disamakan dengan produksi pangan dan cadangan nasional sampai masyarakat adat yang merasa dirugikan dalam persoalan izin lahan," ujar Bhima kepada Republika, Ahad (4/10).

Ia memaparkan, ada tiga masalah terkait hal ini. Pertama, RUU Ciptaker mengubah ratusan pasal sehingga butuh ribuan aturan teknis mulai level PP sampai peraturan menteri dan perda yang berubah. "Ini justru memberi ketidakpastian karena banyaknya aturan yang berubah di tengah situasi resesi ekonomi. Padahal investor butuh kepastian," kata Bhima.

photo
Sejumlah anggota Badan Legislasi ( Baleg) DPR RI dan perwakilan pemerintah serta masyarakat melakukan rapat kerja di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/6). Rapat membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Cipta Kerja, khususnya Bab V soal perkoperasian dan Bab VII - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA)

Kedua, aksi penolakan RUU Ciptaker bisa merusak hubungan industrial di level paling mikro atau di tingkat perundingan perusahaan (bipartit). Selain itu, investasi juga tidak akan langsung masuk ke Indonesia karena banyak variabel lain yang jadi pertimbangan, seperti keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, efektivitas insentif fiskal dan nonfiskal, atau ketersediaan bahan baku dan biaya logistik.

"Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work di mana hak-hak buruh sangat dihargai, bukan sebaliknya. Menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju," ujar dia.

Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, menyatakan penolakan karena pembahasan RUU membatasi akses dan partisipasi masyarakat. "Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidakoptimalan dalam pembahasan. Padahal undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," ujarnya.

Fraksi PKS juga menilai, dalam RUU Ciptaker terdapat pasal-pasal yang merugikan kaum pekerja karena merevisi sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Ciptaker juga tak pro pemeliharaan lingkungan hidup karena memangkas sejumlah syarat dalam UU Kehutanan. 

PKS juga menilai RUU itu memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah, tapi tidak diimbangi sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya. 

Dalam catatan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, cakupan materi RUU Cipta Kerja mengalami perubahan dari pertama kali diusulkan. Semula, beleid hukum ini mencakup 79 Undang-Undang (UU) yang kemudian berkurang menjadi 76 UU.

Terdapat tujuh UU yang dikeluarkan dari pembahasan dan empat UU ditambahkan. Regulasi yang dikeluarkan di antaranya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Sementara itu, sebagian besar dari empat UU yang ditambahkan dalam pembahasan menyangkut perpajakan. Di antaranya, UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008.

Ketiga, UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambangan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009. Satu-satunya UU non-pajak yang baru ditambahkan adalah UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. 

Buruh ancam demo serentak 

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan, unjuk rasa buruh untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja akan digelar di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing secara serentak di seluruh Indonesia. Unjuk rasa diklaim melibatkan sekitar 2 juta buruh.

"Jadi, sebenarnya ini unjuk rasa, bukan mogok kerja, akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia, dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, kemarin.

Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa atau mogok nasional itu akan diadakan di masing-masing lokasi perusahaan/pabrik tempat para buruh bekerja pada 6-8 Oktober pada pukul 06.00-18.00 WIB. Unjuk rasa itu sebagai bentuk protes atas rencana pengesahan RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kaum buruh dan diadakan di lingkungan kerja masing-masing.

Serikat kerja di tingkat perusahaan, kata dia, sudah mengirimkan surat izin kepada kepolisian resor (polres) masing-masing daerah. Sementara, serikat kerja di tingkat nasional juga telah mengirimkan izin untuk berunjuk rasa di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing kepada Mabes Polri.

Dengan menggelar unjuk rasa, berarti tingkat produksi kerja akan secara langsung terkena dampak dari aksi mogok nasional yang akan digelar secara serentak tersebut. "Produksi akan setop karena dia unjuk rasanya dari jam 06.00 WIB pagi sampai jam 18.00 WIB sore. Dan lokasinya itu adalah masih di lingkungan pabrik, di halaman pabrik, di kantin, di halaman parkir mobil, dan area lain," katanya.

Said mengatakan, unjuk rasa pada 6-8 Oktober tersebut akan melibatkan sekitar 2 juta buruh di 150 kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi seluruh Indonesia. Sebanyak 32 federasi pekerja rencananya ikut serta.

Antara lain di DKI Jakarta seluruhnya, di Banten ada dari Kota dan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Serang, dan Cilegon. Di Jawa Barat (Jabar) melibatkan para buruh dari Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung, dan Cimahi. Dari Jawa Tengah, ada buruh yang ikut unjuk rasa dari Semarang, Kendal, dan Jeparadan. Di Jawa Timur, ada pengunjuk rasa dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, dan Gresik.

Untuk wilayah Sumatra, ada dari Sumatra Utara, Medan, Deliserdang, Serdang Bedagai. Di Kepulauan Riau ada kaum buruh dari Batam, Bintan, Karimun, dan masih banyak lagi lainnya.

photo
Ratusan buruh dari berbagai organisasi menggelar aksi menuntut permohonan penetapan Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2020 dan menolak RUU Omnibus Law, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (29/9). - (Edi Yusuf/Republika)

Ada tujuh alasan utama mengapa kelompok pekerja menolak RUU sapu jagat ini. Pertama, dihapusnya UMK bersyarat dan UMSK dalam RUU Ciptaker. Kedua, kelompok buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali. Di mana 19 bulan gaji dibayar pengusaha dan enam bulan lainnya dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Regulasi tersebut secara mendadak diusulkan pemerintah dan disetujui dalam rapat pada Sabtu (3/10).

"Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Padahal sebelumnya outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan," ujar Said.

Kelima, waktu kerja tetap yang dinilai eksploitatif. Keenam, hilangnya hak cuti dan hak upah atas cuti. Terakhir, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus juga mengkritik keras DPR dan pemerintah yang seakan memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk menyelesaikan RUU Cipta Kerja.

"Dengan melakukan pembahasan di tengah situasi pandemi, terlihat misi tersembunyi pemerintah dan DPR, yang atas dasar misi itu lalu menghindar dari partisipasi publik," ujar Lucius kepada Republika, Ahad (4/10).

Menurut dia, ada nafsu tak tertahankan dari DPR dan pemerintah ketika terburu-buru ingin mengesahkan RUU ini. Terbukti, ketika rapat pengambilan keputusan tingkat I yang digelar pada Sabtu (3/10) malam.

Upaya ini dilihatnya sebagai cara untuk membungkam aspirasi publik perihal poin-poin yang menuai polemik. Meskipun, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengeklaim bahwa pembahasannya disiarkan dan terbuka untuk publik.

Jika RUU Cipta Kerja disahkan, kata Lucius, hal ini akan menimbulkan masalah baru nantinya. Sebab regulasi sapu jagat ini disahkan ketika masih banyak pihak yang menolak RUU ini, khususnya oleh kelompok pekerja yang merasa dirugikan.

DPR saat ini juga dinilai tak lagi merepresentasikan suara rakyat. Aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi tugas utamanya kini disingkirkan dan legislator semata menjadi pengabdi pemerintah. "Mereka yang seharusnya menjadi saluran aspirasi warga justru menutup mata dan telinga atas aspirasi publik atas RUU ini. DPR kian menjadi tak bermanfaat sebagai wakil rakyat," ujar Lucius.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat