Tema Utama
Piri Reis Pembuat Peta Dunia Kebanggaan Utsmani
Piri Reis menulis Kitab-i Bahriye yang menjadi rujukan pelaut pada masanya.
OLEH HASANUL RIZQA
Piri Reis merupakan ahli kartografi terkemuka dari Turki Utsmaniyah. Dialah yang pertama membuat peta dunia lengkap beserta informasi detail. Karyanya menjadi bukti pencapaian Muslim, termasuk dalam 'penemuan' Benua Amerika.
Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaaan antara abad ke-15 dan 16. Kemajuan negeri tersebut tidak hanya disokong para sultan yang berkuasa, melainkan juga kaum cendekiawan. Salah seorang ilmuwan Turki yang besar jasanya dalam periode itu ialah Piri Reis.
Nama lengkapnya adalah Haji Ahmed Muhiddin Piri bin Haji Mehmet. Ia lahir antara tahun 1465 dan 1470 di Semenanjung Gallipoli, wilayah Turki dataran Eropa (kini Provinsi Canakkale). Sumber lain, seperti Charles H Hapgood (1966), menyebutkan, tokoh ini lahir di Karaman, Turki Tengah, tempat ayahandanya berasal.
Sebelum terkenal sebagai ahli geografi dan kartografi, ia mengawali kariernya di dunia kemaritiman. Selcuk Aksin Somel dalam Historical Dictionary of the Ottoman Empire (2003) menjelaskan, Piri ambil bagian bersama dengan pamannya yang seorang pelaut terkenal, Kemal Reis, di berbagai ekspedisi. Salah satunya adalah misi bantuan militer pada 1487 untuk Granada, kerajaan Islam terakhir di Andalusia (Spanyol).
Dalam hal ini, armada Turki Utsmaniyah bekerja sama dengan Barbarossa bersaudara, bajak laut Muslim yang terkemuka saat itu, yakni Uruc (Aruj) dan Hayreddin (Khair ad-Din) Barbarossa. Selain menjalankan misi penyelamatan di Semenanjung Iberia, Piri dan sang paman juga ikut memerangi armada Spanyol dan Venesia antara tahun 1500-1502.
Pada 1511, Kemal Reis gugur dalam sebuah pertempuran. Piri kemudian kembali ke Gallipoli. Di kampung halamannya, ia tidak sekadar menenangkan diri, tetapi juga larut dalam penelitian dan menulis risalah tentang ilmu merancang peta (kartografi). Studi dan pengalamannya di dunia maritim hingga saat itu sudah cukup baginya untuk menjadi seorang kartografer mumpuni.
Pada 1513, Piri berhasil membuat peta dunia pertamanya. Sekitar empat tahun kemudian, peta tersebut dipersembahkannya untuk Sultan Selim I. Waktu itu, ia mengikuti kampanye militer sang sultan untuk menaklukkan Dinasti Mamluk.
Pada 1517, dinasti yang berpusat di Mesir itu berhasil dikalahkan. Kemenangan tersebut menjadikan Turki Utsmaniyah berhak menyandang gelar kekhalifahan. Sebab, kendali atas dua kota suci, Makkah dan Madinah, yang sebelumnya berada di tangan Mamluk pun ikut diambil alih.
Sekitar 10 tahun setelah kepergian pamannya, Piri kembali ke kancah pertempuran untuk membela kedaulatan negerinya. Ia ikut berjuang di Pengepungan Pulau Rhodes. Misi itu berhasil setelah pasukan Kristen yang terus menerus digempur akhirnya menyerah pada 25 Desember 1522.
Nama Piri pun semakin bersinar. Dua tahun kemudian, ia dipercaya menjadi nakhoda kapal yang mengantarkan perdana menteri Ibrahim Pasha ke Mesir. Sejak saat itu, hubungannya dengan elite pemerintahan kian dekat.
Pada 1547, ia diangkat menjadi laksamana sehingga berhak memakai titel reis. Piri Reis membawahkan pasukan maritim Turki Utsmaniyah yang beroperasi di Mesir hingga Samudra Hindia. Markasnya berkedudukan di Suez.
Hanya dalam jangka waktu beberapa bulan sejak pelantikannya, ia sukses menjalankan sejumlah misi. Di antaranya adalah pembebasan Aden (Yaman) dan Muskat (Oman) dari tangan Portugis. Sayangnya, Selat Hormuz tidak berhasil direbutnya dari kekuasaan bangsa Eropa. Bagaimanapun, Semenanjung Qatar dan Bahrain dapat dikuasainya sehingga mengunci pergerakan musuh di Teluk Arab.
Saat usianya mendekati 90 tahun, Piri Reis memilih pulang ke Mesir. Beberapa waktu kemudian, Gubernur Basrah Kubad Pasha dikabarkan memimpin kampanye militer untuk menghalau Portugis dari timur Jazirah Arab. Akan tetapi, sang laksamana enggan mendukung misi tersebut.
Sultan Turki menganggapnya sebagai suatu upaya pembangkangan. Tuduhan itu diperberat lagi dengan fakta, Piri Reis kembali ke Mesir ketika Portugis masih bercokol di Teluk Arab. Akhirnya, tokoh yang puluhan tahun mengabdi di angkatan laut kekhalifahan itu pun dieksekusi mati pada 1553.
Meskipun nyawanya berakhir tragis, nama dan reputasinya tetap harum bahkan hingga zaman modern. Saat ini, sejumlah kapal perang dan kapal selam Angkatan Laut Turki diberi nama Piri Reis sebagai bentuk penghormatan.
Sejumlah kapal perang dan kapal selam Angkatan Laut Turki diberi nama Piri Reis sebagai bentuk penghormatan.
Mahakarya
Karya monumental Piri Reis ialah Kitab-i Bahriye (Buku tentang Lautan) yang ditulisnya pada 1521. Pada masanya, buku tersebut merupakan salah satu sumbangsih terbesar di jagat kartografi. Di dalamnya, Piri Reis memasukkan sebanyak 132 peta yang menggambarkan dengan presisi kota-kota pelabuhan dunia.
Melalui Kitab-i Bahriye, Piri Reis mendeskripsikan dengan gamblang tidak hanya peta, tetapi juga cara mengarungi lautan lepas. Berbagai uraian navigasi dijelaskannya dengan begitu perinci. Para pakar geografi, pengelana, dan bahkan raja saat itu mesti berterima kasih kepadanya. Sebab, sang penulis berjasa dalam mengenalkan pantai-pantai yang ada di sekujur Laut Mediterania, termasuk Aljazair, Mesir, Tunisia, Prancis, Italia, Venezia, dan Triste.
Yang terbit pada 1521 merupakan versi pertama dari Kitab-i Bahriye. Versi kedua dari karya Piri Reis tersebut diluncurkan pada 1526. Meskipun berjudul serupa, masing-masing jilid menonjolkan aspek yang berbeda.
Di terbitan yang pertama, ahli kartografi Turki Utsmaniyah itu cenderung mengedepankan uraian lengkap tentang navigasi laut. Adapun versi kedua buku ini ditekankan pada sisi estetika. Hal itu wajar karena versi yang belakangan itu dipersembahkannya sebagai hadiah untuk Sultan Suleiman I al-Qanuni, sang khilafah saat itu.
Bagi kaum pelaut, mahakarya Piri Reis itu dipandang sebagai sebuah portolan yang lengkap. Dengan mengamatinya, mereka akan mengetahui dan memahami berbagai jalur laut, profil lautan, karakteristik angin dan iklim, serta riwayat dan sejarah kota-kota pelabuhan yang dapat disinggahi.
Kitab tersebut juga berisi mengenai cara-cara perlindungan saat badai menggempur kapal. Sang penulis juga mengungkapkan kiat-kiat dalam mencapai pelabuhan, membuang jangkar, serta menentukan arah dan jarak antarlokasi. Alhasil, Kitab-i Bahriye merupakan petunjuk manual yang sangat berguna sebagai panduan ekspedisi bahari pada masanya.
Salah satu contoh kekayaan informasi dalam masterpiece tersebut ialah petunjuk tentang pesisir Mediterania, laut yang menghubungkan tiga benua sekaligus, yakni Asia, Afrika, dan Eropa. Kitab-i Bahriye tidak hanya memaparkan profil kota-kota di wilayah pesisir Asia atau Afrika yang dikuasai Islam, tetapi juga Eropa-Kristen. Saat menggambarkan pantai-pantai di Prancis, umpamanya, ia bahkan melengkapi uraiannya dengan empat peta khusus.
Dua di antaranya mendeskripsikan perihal Kota Nice dan Monaco. Penjelasan terkait itu juga dihubungkan dengan Pelabuhan Marseilles, tempat markas dan latihan angkatan laut Prancis saat itu. Tak ketinggalan, Languedoc, Tanjung Creues hingga Aigues Mortes, juga dijelaskannya terkait keadaan pesisir Prancis selatan.
Dalam kitabnya itu, Reis memberikan penjelasan yang sangat perinci mengenai wilayah tersebut. Tidak hanya tentang pelabuhan, tetapi juga garis pantai, alur air, jarak, dan hal lainnya. Tak lupa, ia sertakan pula gambar ilustrasi sehingga memberikan petunjuk yang maksimal bagi para pelaut.
Sebagai anggota ketentaraan Turki Utsmaniyah, ia pun mengulas profil wilayah negerinya yang mencakup Afrika Utara di karyanya tersebut. Di pesisir selatan Mediterania, memang banyak pangkalan militer Turki didirikan. Di antaranya berlokasi di Ifriqiyah (Tunisia), Bejaia (Aljazair), dan Tripoli (Libya). Kawasan yang disebut terakhir itu memang masih berdikari di bawah Dinasti Hafsid ketika Sultan Selim I berkuasa. Begitu Sultan Suleiman I al-Qanuni memimpin, wilayah tersebut akhirnya menjadi bagian dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Turki Utsmaniyah memang pernah mengadakan ekspedisi militer yang beraliansi dengan kelompok bajak laut Muslim Barbarossa bersaudara di pesisir Aljazair. Dalam misi tersebut, Piri Reis ikut serta dengan arahan pamannya, Kemal Reis. Menurut pengamatan sang kartografer, Bejaia merupakan kota pelabuhan yang indah, lengkap dengan Istana Hammadite dan taman yang begitu menawan.
Namun, keindahan itu musnah semenjak orang-orang Spanyol datang menyerbu pantai Aljazair. Masyarakat setempat terpaksa mengungsi ke dataran tinggi atau penggunungan demi menghindari kejaran pasukan Kristen yang membawa semangat reconquista itu. Piri Reis menuturkan, waktu itu diirnya ikut pasukan Turki yang mendarat di Stora, kemudian bergerak ke Tunisia.
Setibanya di sana, Reis memulai eksplorasinya dengan mengunjungi Tabarka. Wilayah tersebut memiliki pelabuhan yang aman untuk disinggahi karena tak terusik serbuan Spanyol. Sesampainya di Tunis, ia menyaksikan banyak pedagang non-Muslim meramaikan pelabuhan tersebut, termasuk yang berasal dari Venezia dan Genoa. Ia mendapati, keamanan Tunis terjamin berkat penjagaan yang ketat kepala pelabuhan setempat. Banyak menara yang dilengkapi dengan meriam siap tembak didirikan di sekitar bandar tersebut.
Demikianlah, Kitab-i Bahriye menjadi pilihan utama para petualang bahari masa itu karena tidak hanya keahlian Piri Reis dalam membuat peta. Di dalamnya juga tergurat hasil pengamatannya yang beraneka macam di lapangan.
Piri mengutip penuturan budak pamannya yang pernah bekerja pada Columbus dalam misi ke Antilia
Hikayat Columbus dalam Peta Piri Reis
Dalam Kitab-i Bahriye, Piri Reis menuturkan kisah yang dialami pamannya, Kemal Reis. Pada 1501, Kemal yang saat itu menjabat sebagai laksamana Angkatan Laut Turki Utsmaniyah berhasil meringkus empat kapal berbendera Spanyol di lepas pantai Valencia. Saat melakukan penggeledehan, paman Piri Reis itu mendapati sebuah hiasan kepala bulu yang tampak aneh dan sebuah batu hitam.
Seorang tawanan mengungkapkan, benda-benda itu diperolehnya saat mengunjungi suatu daerah yang terbentang jauh di barat sana, melewati Lautan Gelap. Si tawanan juga mengatakan, dirinya saat masih bekerja pada Kolonbo sudah tiga kali menyambangi lokasi tersebut.
Sosok yang disebut Kolonbo itu adalah Christopher Columbus (1451-1506). Cerita yang menyebut nama penjelajah kelahiran Genoa (Italia) itu tercantum dalam peta Piri Reis yang dibuat tahun 919 Hijirah atau antara Maret dan April 1513 M.
Dalam catatan di peta tersebut, kartografer Turki Utsmaniyah itu menuturkan bagaimana Kolonbo sampai di daratan di ujung barat Samudra Barat (Atlantik) yang diberi nama Antilia pada 896 H. Misi tersebut disokong raja (bey) Spanyol yang kepadanya Kolonbo alias Columbus berjanji membawakan banyak emas, perak, dan segala logam mulia lainnya dari tanah jauh itu.
Piri mengutip penuturan budak pamannya yang pernah bekerja pada Columbus dalam misi ke Antilia, “Awalnya, kami mencapai Selat Gibraltar. Dari sana, kami berlayar lurus ke arah antara selatan dan barat. Setelah berlayar lurus 4.000 mil, kami pun melihat daratan. Perlahan, ombak lautan tak lagi berbuih. Laut menjadi tenang. Bintang Utara lama-kelamaan terbenam dan akhirnya tak kelihatan. Jajaran bintang di wilayah itu terlihat dalam pola yang berbeda. Kami mendarat di pulau. Tak lama kemudian, penduduk asli datang sambil melemparkan anak panah yang ujungnya terbuat dari tulang ikan. Mereka seluruhnya tidak berpakaian.”
Karena ditolak penduduk lokal, sang budak bercerita, rombongan yang dibiayai Kerajaan Spanyol itu lantas berlayar kembali. Mereka kemudian membuang sauh di dekat pesisir pulau seberang. Di sana, tampak sebuah kapal kayu.
Seorang awak kapal Columbus disuruh menyelidiki isi muatannya. Ternyata, di dalamnya ada bekas mayat manusia yang sudah terkoyak. Si awak menduga, pemilik kapal itu merupakan pemakan sesama alias kanibal. Ketakutan, Columbus dan anak buahnya pun meninggalkan pantai tersebut.
Begitu mendekati pulau lainnya, kapal-kapal Columbus tidak sampai mendarat. Dari kejauhan, mereka mengamati pulau tersebut dikerubungi ular berukuran besar. Selama dua pekan, mereka pun memilih bertahan di atas kapal.
Dari kejauhan, mereka mengamati pulau tersebut dikerubungi ular berukuran besar. Selama dua pekan, mereka pun memilih bertahan di atas kapal.
Beberapa hari kemudian, beberapa nelayan lokal datang menghampiri kapal Columbus dan memberikan ikan hasil tangkapannya. Sebagai bentuk terima kasih, sang pelaut Genoa menyerahkan sebuah manik-manik kaca kepadanya.
“Suatu hari, kami melihat perhiasan emas pada seorang perempuan lokal. Kami meminta emas itu untuk ditukar dengan manik-manik kaca milik kami. Kami katakan kepadanya dengan bahasa isyarat, agar ia mengungkapkan dari mana emas itu berasal. Jika begitu, ia bisa mendapatkan lebih banyak manik-manik dari kami. Lalu, orang-orang (penduduk lokal) pergi dan membawa kepada kami lebih banyak emas,” tulis Piri Reis mengulangi kesaksian budak pamannya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.