Nasional
RUU Ciptaker Masih Disinkronisasi
Ratusan buruh menggelar unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen Senayan.
JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengungkapkan bahwa pembahasan seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja sudah rampung. Saat ini RUU Ciptaker sudah masuk pembahasan di tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (Timsin).
"Kalau DIM-nya sudah selesai, di tingkat panja sudah selesai, sekarang sinkronisasi, perumusan norma ya mungkin per hari ini sudah 30 atau 40 persenan ya norma yang kita sisir kita sesuaikan," kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9).
Ia menegaskan sampai saat ini belum ada kepastian DPR akan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 mendatang. Namun ia tak menampik bahwa pengesahan bisa saja dilakukan di masa sidang ini. "Saya nggak tahu itu target (8 Oktober disahkan) dari mana yang disampaikan. Sampai hari ini Bamus DPR belum mengagendakan pengesahan RUU Ciptaker. Belum ada, kecuali pembahasan ini selesai," kata Baidowi.
Menurutnya sampai saat ini badan legislasi masih terus melakukan pembahasan. Panja RUU Ciptaker tak pernah menargetkan waktu kapan disahkan. "Yang kita capai target kualitas sehingga dalam penyusunan norma di timus (tim perumus) itu tergantung kerumitan tata bahasa, yang kedua sikap dari fraksi-fraksi. Kalau itu selesai semua, bisa tanggal 8 selesai," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Awiek tersebut mengungkapkan pembahasan dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Selain itu DPR juga menyiarkan secara langsung rapat di tingkat panja. Anggota Baleg dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menilai secara umum pembahasan RUU Ciptaker sudah selesai. Ia menuturkan ada dua klaster yang dikeluarkan, yaitu tentang Pers dan Pendidikan. Sementara klaster ketenagakerjaan tetap masuk. "Tentu dengan berbagai penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan," tuturnya.
Guspardi menilai rencana demonstrasi buruh menolak pengesahan RUU Ciptaker dijamin konstitusi. "Silakanlah demo sampaikan maksud dan tujuan, tapi jangan lakukan tindakan yang menimbulkan sesuatu yang bersifat anarkis," ujarnya. Ia mengingatkan agar seluruh pihak terkait melakukan dialog dengan buruh terkait apa saja yang belum sesuai terhadap RUU Ciptaker pada klaster tenga kerja.
Sementara, ratusan buruh menggelar unjuk rasa pada Rabu (30/9) siang di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Aksi tersebut diikuti berbagai elemen buruh seperti FSPMI, FSP LEM, SPN, KSPI, hingga KSPSI. "Tuntuan aksi adalah menolak RUU Cipta Kerja. Di mana buruh menilai pembahasan omnibus law antara Panja Baleg DPR RI bersama pemerintah masih belum sesuai harapan buruh," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangn tertulisnya kepada Republika, Rabu.
Said mengungkapkan aksi tersebut sekaligus pemanasan menjelang aksi mogok nasional buruh Indonesia tanggal 6-8 Oktober 2020 mendatang.
Sebelumnya, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengkritik keras Badan Legislasi (Baleg) DPR yang melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja pada Sabtu dan Ahad di hotel. Menurutnya, hal tersebut merupakan upaya untuk mematikan akses publik terhadap pembahasannya.
“Saya kira pilihan rapat di hotel bukan karena alsan yang nampak lucu, yaitu mati lampu itu. Yang terjadi sesungguhnya, DPR sudah matikan akses publik dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja,” ujar Lucius kepada Republika, Selasa (29/9).
Baleg dinilainya berusaha menutup aspirasi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Khususnya, klaster ketenagakerjaan yang menuai reaksi negatif dari kelompok buruh. Meskipun DPR mengeklaim RUU sapu jagat itu dibahas terbuka. “Seolah-olah sengaja tak mau menerima masukan dari publik. Pandemi seolah-olah berkah bagi mulusnya nafsu elite untuk mengesahkan cepat RUU Cipta Kerja ini,” ujar Lucius.
Alasan pemadaman listrik di Kompleks Parlemen juga dinilainya tak masuk akal. Sebab lembaga sebesar DPR harusnya memiliki fasilitas pembangkit listrik, seperti generator untuk mengantisipasi kejadian seperti itu. Pembahasan RUU Cipta Kerja di hotel juga disebutnya sebagai upaya penyerapan anggaran yang maksimal. Termasuk memeroleh kenyamanan maksimal saat pembahasannya di luar Kompleks Parlemen.
“Sesungguhnya DPR sedang mencari ketenangan, mencari tempat menghindar yang paling aman agar misi mereka menuntaskan RUU cipta Kerja bisa segera diwujudkan,” ujar Lucius. DPR juga dinilai “sok” rajin membahas sebuah RUU di luar hari kerjanya dalam fungsi legislatif. Pembahasan RUU Cipta Kerja pada Sabtu dan Ahad hanyalah upaya agar RUU ini dapat segera disahkan pada Oktober mendatang.
“Kegesitan dan totalitas yang terlihat muncul pada pembahasan RUU omnibus law tidak muncul secara konsisten pada pekerjaan lain DPR yang juga mendesak. Jadi lucu kan kalau mereka kita anggap rajin karena menggunakan waktu akhir pekan untuk terus bekerja? Ini namanya rajin bersyarat,” ujar Lucius.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.