Internasional
Nagorno-Karabakh Masih Mendidih
Konflik di wilayah ini bisa menyeret kekuatan kawasan, yaitu Turki dan Rusia.
STEPANAKERT -- Nagorno Karabakh masih menjadi lahan baku tembak antara Azerbaijan dan Armenia hingga memasuki hari kedua, Senin (28/9). Saat berita ini ditulis, kantor berita Reuters melaporkan pada Senin sekurangnya 30 orang tewas di kedua pihak.
Baku serang ini melibatkan armada udara, rudal, dan senjata berat. Saling tuding juga masih terus berlangsung dengan tuduhan pihak lawan menyerang terlebih dahulu.
Data jumlah korban di masing-masing pihak masih belum terkonfirmasi. Kementerian Pertahanan Azerbaijan, misalnya, mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa mereka telah menewaskan dan membuat cedera 550 personel militer Armenia. Namun, klaim ini disangkal pejabat Armenia.
Laman Aljazirah menyebutkan, Nagorno-Karabakh sendiri mengeklaim ada 28 tentara mereka tewas pada Senin. Artinya, jumlah mereka mencapai 50 orang.
Pertikaian sengit di dua negara bekas Uni Soviet ini dikhawatirkan bisa mengguncang stabilitas Kaukasus Selatan. Selama ini wilayah tersebut menjadi koridor pipa yang mengalirkan pasokan minyak dan gas ke pasar dunia.
Konflik yang pecah di wilayah ini bisa menyeret kekuatan kawasan, yaitu Turki dan Rusia. Moskow dekat dengan Armenia, sedangkan Ankara mendukung etnis Turki di Azerbaijan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuntut Armenia segera menarik diri dari tanah Azerbaijan yang dijajah. Menurut dia, inilah saatnya mengakhiri krisis di Nagorno-Karabakh yang diperebutkan.
Sementara, parlemen Armenia mengencam aksi Azerbaijan yang disebutnya "serangan militer berskala penuh" di Nagorno-Karabakah. Menurut Armenia, keterlibatan Turki berisiko mengguncang stabilisasi kawasan. Azerbaijan menyangkal keterlibatan Turki dalam pertikaian ini.
Rusia memiliki pangkalan militer di Armenia. Laman BBC melaporkan, Rusia menyerukan kedua pihak segera melakukan gencatan senjata.
Wilayah Nagorno-Karabakh adalah wilayah kantong berada di dalam Azerbaijan. Berdasarkan kesepakatan 1994 yang diakui dunia internasional, wilayah tersebut adalah wilayah Azerbaijan. Wilayah seluas 4.400 kilometer persegi ini terletak sekitar 50 kilometer dari perbatasan Armenia.
Namun, Nagorno-Karabakh didiami dan dikuasai mayoritas etnis Armenia. Mereka menolak Pemerintah Azerbaijan. Tentara lokal di wilayah ini mendapat dukungan dari Armenia. Sementara, isu lainnya adalah adanya kelompok separatis yang menginginkan Nagorno-Karabakh berdiri sendiri.
Angela Frangyan, pembuat film yang tinggal di ibu kota Nagorno-Karabakh, yaitu Stepanakert, mengatakan warga berupaya menyelamatkan diri dari bom dengan bersembunyi. Sementara, suara pengeboman terus terdengar. Seluruh toko tutup dan jalan pun nyaris tak ada orang.
Laman BBC melaporkan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan amat prihatin pada konflik yang meletup ini. Ia mendesak kedua pihak segera menghentikan peperangan. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, AS sedang mengupayakan cara mengakhiri kekerasan dalam konflik ini.
Sementara, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Azerbaijan dan Armenia. Prancis yang memiliki komunitas Armenia menyerukan gencatan senjata dan dialog. Iran yang lokasinya berbatasan dengan Armenia dan Azerbaijan menawarkan diri menjadi mediator damai.
Wilayah kantong
Wilayah Nagorno-Karabakh merupakan wilayah yang diperebutkan. Wilayah pegunungan dan hutan lebat itu berada di jantung perselisihan bersenjata selama beberapa dekade antara Armenia dan Azerbaijan.
Di bawah hukum internasional, Nagorno-Karabakh diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun demikian, etnis Armenia yang merupakan mayoritas penduduk di Nagorno-Karabakh menolak pemerintahan Azerbaijan. Mereka menjalankan urusan mereka sendiri dengan dukungan dari Armenia, sejak pasukan Azerbaijan disingkirkan dalam perang pada tahun 1990-an.
Pada Ahad (27/9), bentrokan sengit di Nagorno-Karabakh kembali terjadi yang memicu kekhawatiran bahwa perselisihan kedua negata dapat saja berubah menjadi perang habis-habisan. Status wilayah Nagorno-Karabakh memang telah diperdebatkan sekurangnya sejak 1918. Kala itu ketika Armenia dan Azerbaijan merdeka dari kekaisaran Rusia.
Dilansir Aljazirah, pada awal 1920-an, pemerintahan Soviet diberlakukan di Kaukasus selatan dan Nagorno-Karabakh yang berpenduduk mayoritas Armenia menjadi wilayah otonom di dalam republik Azerbaijan saat itu, dengan sebagian besar keputusan dibuat di Moskow.
Kendati demikian, beberapa dekade kemudian, ketika Uni Soviet mulai runtuh, tampak jelas bahwa Nagorno-Karabakh akan berada di bawah pemerintahan langsung pemerintah di ibu kota Azerbaijan, Baku. Namun, etnis Armenia tidak menerima itu.
Pada 1988, badan legislatif Nagorno-Karabakh memilih untuk bergabung dengan Republik Armenia. Itu adalah sebuah tuntutan yang ditentang keras oleh pemerintah Azerbaijan Soviet dan Moskow. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, separatis Armenia yang didukung Yerevan merebut wilayah itu, rumah bagi minoritas Azerbaijan yang signifikan, serta tujuh distrik Azerbaijan yang berdekatan. Sedikitnya 30.000 orang tewas dan ratusan ribu lainnya terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam pertempuran kala itu.
Meskipun gencatan senjata yang ditengahi secara internasional disepakati pada 1994, negosiasi perdamaian terhenti. Alhasil bentrokan sering terjadi di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan Azerbaijan-Armenia.
Pada April 2016, puluhan orang dari kedua belah pihak tewas dalam pertempuran paling serius di Nagorno-Karabakh selama bertahun-tahun. Bentrokan terbaru pada Ahad ini pun juga menyebabkan korban jiwa dari kedua belah pihak, termasuk warga sipil.
Mereka mengikuti gejolak di sepanjang perbatasan Azerbaijan-Armenia pada Juli, yang menewaskan sedikitnya 17 tentara dari kedua sisi. Konflik berkepanjangan telah mengkhawatirkan masyarakat internasional sebagian karena ancamannya terhadap stabilitas di kawasan yang berfungsi sebagai koridor jalur pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.