Kisah Dalam Negeri
Febri Diansyah pun Pamit
Kondisi politik dan hukum yang telah mengubah KPK menjadi alasan Febri Diansyah mengundurkan diri.
OLEH RIZKYAN ADIYUDHA, DIAN FATH RISALAH
Menjadi bagian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah impian bagi sebagian orang. Ada aksi heroik sekaligus partiotis yang muncul ketika lembaga antirasuah mampu mengungkap berbagai intrik jahat para predator uang negara. Banyak kasus besar yang diungkap KPK dari kolaborasi para penghianat negara dan pengusaha brengsek. Menjadi bagian dari lembaga patriot dan terpercaya adalah satu kebanggaan.
Namun, semua itu berubah. Setidaknya, itu yang dirasakan Febri Diansyah sehingga memilih mundur dari jabatannya sebagai kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK. Dalam surat pengunduran diri yang tertanggal 18 September 2020, Febri menyinggung independensi KPK yang menjadi salah satu alasan dirinya memutuskan pergi.
"KPK adalah contoh sekaligus harapan bagi banyak pihak. Untuk dapat bekerja dengan baik, independensi merupakan keniscayaan," tulis Febri dalam surat pengunduran diri yang salinannya diterima Republika, Kamis (24/9).
Dia mengatakan, menjadi pegawai KPK bukan hanya soal status atau posisi jabatan, namun sekaligus ikhtiar untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi. Dia mengatakan, kondisi politik dan hukum yang telah mengubah KPK menjadi alasan dirinya mengundurkan diri.
Ya, dengan segala kecintaaan saya pada KPK, saya pamit.
"Setelah menjalani situasi baru tersebut selama sekitar sebelas bulan, saya memutuskan jalan ini, memilih untuk mengajukan pengunduran diri dari institusi yang sangat saya cintai, KPK," katanya.
Dia meminta maaf kalaupun terdapat perbedaan pendapat atau ketersinggungan. Semua itu, kata dia, tidak pernah ditempatkan sebagai persoalan pribadi melainkan semata karena hubungan pekerjaan yang profesional.
Pilihan menjadi pegawai KPK bagi Febri berangkat dari kesadaran tentang pentingnya upaya lebih serius dalam pemberantasan korupsi. Dia berharap agar insan KPK dapat terus loyal pada nilai dan berjuang mencapai cita-cita membersihkan Indonesia dari korupsi. "Saya tidak akan pernah meninggalkan KPK dalam artian yang sebenar-benarnya," kata Febri di akhir suratnya.
Dikonfirmasi terpisah, Febri membenarkan pengunduran dirinya. "Ya, dengan segala kecintaaan saya pada KPK, saya pamit," kata Febri, kemarin.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menginformasikan Biro SDM telah menerima surat pengunduran diri Febri. Sesuai mekanisme internal KPK, kata dia, pegawai yang mengundurkan diri harus menyampaikan secara tertulis satu bulan sebelumnya.
Sebelum di KPK, Febri adalah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW). Ia menjabat sebagai juru bicara KPK sejak 6 Desember 2016. Sepanjang 2019, Febri bersama pimpinan KPK periode sebelumnya aktif menyuarakan penolakan atas revisi Undang-Undang KPK yang dinilai melemahkan KPK. Saat itu, isu pelemahan KPK sepaket dengan pemilihan para pimpinan KPK baru.
Pada 26 Desember 2019, tidak lama setelah Firli Bahuri dilantik sebagai ketua KPK, Febri menyatakan tugasnya sebagai jubir telah selesai dan memilih untuk fokus menjadi kepala Biro Humas KPK.
Mantan wakil ketua KPK 2015-2019 Laode M Syarif menilai, pengunduran diri Febri perlu disesalkan. Febri dinilai sebagai salah satu aset KPK yang penting dalam menjaga muruah dan martabat KPK.
Menurut dia, sosok Febri bukan hanya sebagai pegawai KPK, tetapi juga sebagai 'wajah terdepan' KPK selama lima tahun terakhir. Namun, ia meyakini di manapun Febri berada akan selalu berjuang dalam pemberantasan korupsi. "Saya sangat yakin di manapun dia berada pasti akan selalu berjuang dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi karena DNA Febri Diansyah adalah antikorupsi," kata Syarif melalui keterangannya, kemarin.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.