Internasional
Fatah dan Hamas Dijadwalkan Bertemu di Turki
Hamas dan Fatah menyetujui gerakan kepemimpinan bersatu yang terdiri atas semua faksi.
ANKARA -- Delegasi Fatah dan Hamas dijadwakan bertemu di Istanbul, Turki. Mereka hendak membicarakan penyelesaian friksi internal Palestina yang telah berlangsung selama 15 tahun.
Dilaporkan laman Times of Israel, melalui akun Twitter resminya Fatah mengumumkan delegasinya akan dipimpin Sekretaris Jenderal Fatah Jibril Rajoub dan anggota Komite Sentral Fatah Rawhi Fattouh. Mereka telah tiba di Istanbul pada Senin (21/9) malam.
Pembicaraan dengan Hamas bakal fokus pada "mengakhiri perpecahan dan menerapkan arahan konferensi kepala faksi Palestina". Konferensi itu mengacu pada pertemuan bersama pejabat senior Palestina baru-baru ini guna merumuskan respons atas langkah Uni Emirat Arab (UEA) melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Hamas belum memberikan keterangan terbuka mengenai agenda pertemuan dengan delegasi Fatah.
Namun menurut Fatah, delegasi Hamas bakal dipimpin langsung oleh Kepala Politbiro Hamas Ismail Haniyah dan wakilnya Saleh al-Arouri. Sebelumnya Haniyah telah menyerukan pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina. Hal itu dilakukan guna mengakhiri perpecahan internal di negara tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi resmi Palestina yang disiarkan pada 6 September lalu, Haniyah mengatakan pemerintah persatuan di Tepi Barat dan Jalur Gaza dapat melakukan tiga tugas yang bisa menjadi pintu gerbang untuk mengakhiri keretakan Palestina.
Menurut Haniyah, tiga tugas itu antara lain mempersatukan lembaga-lembaga Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Gaza, mempersiapkan penyelenggaraan pemilu legislatif serta presiden, dan pemilihan Dewan Nasional yang bertindak sebagai parlemen dari Organisasi Pembebasan Palestina.
"Saya pikir ini mudah (membentuk pemerintahan persatuan) karena kami memiliki banyak kesepakatan yang telah dibicarakan tentang masalah ini," ujar Haniyah, dikutip laman Yeni Safak.
Jalur Gaza dan Tepi Barat terpisah secara politik serta administratif sejak 2007. Penyebabnya adalah kemenangan Hamas dalam sebuah pemilihan umum pada 2006 yang hasilnya ditolak Fatah.
Pada Juni 2007, Hamas mulai mengendalikan dan mengontrol pemerintahan di Gaza. Beberapa upaya rekonsiliasi untuk memulihkan hubungan antara kedua faksi telah dilakukan. Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah akhirnya menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir.
Penandatanganan kesepakatan ini menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih. Namun rekonsiliasi tersebut kembali mengalami kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza, sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat.
Persatuan
Dua pekan lalu, Hamas dan Fatah menyetujui gerakan kepemimpinan bersatu yang terdiri atas semua faksi. Kepemimpinan itu akan menjadi ujung tombak perlawanan rakyat yang komprehensif terhadap pendudukan Israel.
Aljazirah melansir, Hamas dan Fatah juga menyerukan hari penolakan ketika normalisasi diteken. Warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat merencanakan demonstrasi Hari Kemarahan di Gaza dan Tepi Barat. Protes lainnya diperkirakan terjadi di luar kedutaan besar Israel, Amerika Serikat, UEA, dan Bahrain di seluruh dunia.
Pembentukan kelompok kepemimpinan bersama adalah kemajuan dalam pembicaraan persatuan intra-Palestina setelah pertemuan 3 September lalu yang telah lama ditunggu-tunggu antara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Pimpinan Hamas Ismail Haniyah, Pimpinan Jihad Islam Ziyad al-Nakhala, dan para pemimpin dari berbagai entitas di Palestina. Pertemuan diadakan di Ramallah di Tepi Barat dan Beirut, Lebanon.
Anggota Biro Politik Hamas Husam Badran mengatakan, faktor-faktor yang mendorong rakyat Palestina bersatu adalah proposal “Kesepakatan Abad Ini” yang diajukan secara sepihak oleh Presiden AS Donald Trump, rencana aneksasi Israel atas Tepi Barat, dan normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel.
Badran menyebut pertemuan kepemimpinan faksi-faksi Palestina sebagai langkah kemajuan besar. "Desakan sejumlah negara Arab untuk menormalisasi hubungan mereka dengan penjajah telah mendorong pembentukan kepemimpinan yang bersatu untuk perlawanan rakyat ke puncak agenda aksi Palestina," kata Badran dikutip laman Aljazirah, Selasa.
Tiga komite dibentuk pada pertemuan tersebut. Komite pertama berfokus pada pembentukan kepemimpinan lapangan terpadu untuk mengaktifkan perjuangan rakyat melawan pendudukan Israel.
Komite kedua bertanggung jawab mencapai visi yang disepakati untuk mengakhiri pembagian antara Gaza dan Tepi Barat. Dan, komite ketiga bertugas menghidupkan kembali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Panitia diberi batas waktu lima pekan untuk menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Abbas telah berjanji akan menyetujui rekomendasi apa pun dari komite-komite tersebut.
Hamas dan Fatah telah terpecah sejak 2007 ketika Hamas menggulingkan pasukan keamanan Fatah dari Gaza menyusul ketegangan berbulan-bulan. Berbagai upaya telah dilakukan sejak saat itu untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya, tetapi belum ada yang membuahkan hasil.
Hubungan keduanya mulai membaik secara signifikan akhir-akhir ini. Dalam beberapa bulan terakhir, dua gerakan utama Palestina itu didorong oleh rencana aneksasi Israel, terlibat dalam pembicaraan positif yang berpusat pada penolakan terpadu atas rencana Israel-Amerika.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.