Kisah
Disangka Syahid, Ternyata Menjadi Penghuni Neraka
Para sahabat heran, bagaimana bisa seseorang yang gugur di medan jihad jadi penghuni neraka.
OLEH HASANUL RIZQA
Kita hanya bisa menilai seseorang dari penampakan lahiriahnya. Sebab, menerawang hati sungguh pekerjaan yang amat muskil dilakukan. Oleh karena itu, sebaiknya jangan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan.
Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin berkata, “Menjalankan hukum-hukum terhadap manusia menurut lahiriahnya. Adapun keadaan hati mereka diserahkan kepada Allah Ta’ala.”
Kisah berikut ini mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dalam menghakimi orang lain. Waktu itu, Nabi Muhammad SAW sudah berhijrah dari Makkah ke Madinah, yang dahulunya bernama Yastrib. Akan tetapi, kaum musyrikin Quraisy masih saja terus merongrong ketenteraman Muslimin.
Apalagi sesudah kekalahan orang-orang kafir dalam Perang Badar pada tahun kedua hijriyah. Mereka menaruh dendam kesumat pada Rasulullah SAW dan para sahabat. Kira-kira satu tahun kemudian, kesempatan untuk melampiaskan kebencian itu akhirnya tiba.
Perang Uhud menjadi salah satu bukti nyata provokasi orang-orang musyrik yang tidak pernah ridha akan syiar Islam. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Muslimin berjumlah sekitar 700 orang. Rasulullah SAW memimpin langsung mereka, baik selama penyusunan strategi maupun di medan jihad. Sementara itu, kaum musyrikin yang berangkat dari Makkah berjumlah lebih banyak. Tidak kurang dari 3.000 orang.
“Kalah” jumlah tak berarti surutnya semangat jihad Muslimin. Bahkan, tekad para sahabat Nabi SAW semakin kuat untuk melawan musuh-musuh Allah. Mati syahid pun menjadi sebuah kerinduan. Melindungi Rasulullah SAW menjadi sebuah dorongan hati yang teramat kuat.
Di antara penduduk Madinah yang berangkat ke medan pertempuran ialah seorang lelaki bernama Qotzman. Ia ikut dalam kubu Muslimin.
Tentara Quraisy berkemah di selatan Bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan mereka menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin Khalid bin Walid (waktu itu belum memeluk Islam). Adapun sayap kiri dikomandoi Ikrimah bin Abu Jahal (baru masuk Islam ketika Pembebasan Makkah). Tiap kelompok itu terdiri atas 100 orang pasukan. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan. Bendera dan panji-panji kebesaran Quraisy dibawa Talha bin Abu Talha.
Hari yang dinanti pun tiba. Sejak semula, pertempuran berlangsung sengit. Namun, atas izin Allah SWT, pasukan Muslimin mulai dapat menguasai keadaan. Bahkan, kemenangan sudah terasa jelas berada di pelupuk mata.
Balatentara musuh pontang-panting berlarian dari medan perang. Para sahabat Nabi SAW pun berucap syukur. Sebagian Mukminin mengumpulkan harta benda yang ditinggalkan para musuh Allah di atas tanah.
Rasulullah SAW sudah menugaskan sekelompok pasukan agar tetap berjaga-jaga di atas bukit walaupun Muslimin yang bertempur di lembah tampak sudah bisa mengusir musuh. Namun, mereka justru melalaikan tugasnya. Alhasil, kelompok yang dipimpin Khalid bin Walid berhasil menyerang balik Muslimin dari atas bukit.
Barisan sempat porak poranda. Bahkan, Nabi SAW mengalami luka-luka pada wajah beliau. Tak sedikit sahabat yang gugur.
Ketika pertempuran benar-benar usai, nyatalah bahwa Muslimin menderita kekalahan. Sementara, kaum musyrikin kembali ke Makkah dengan rasa puas. Dendam yang tertanam dalam diri mereka sejak Perang Badar telah terlampiaskan.
Akhir tragis
"Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman," kata salah seorang sahabat. Sebab, Qotzman ditemukan ikut gugur di medan Perang Uhud. Di sekujur jasadnya ada banyak luka-luka dan bekas darah.
Mendengar perkataan itu, Nabi Muhammad SAW menjawab, "Sungguh, dia itu adalah golongan penduduk neraka."
Para sahabat menjadi heran. Bagaimana mungkin seseorang yang telah berjuang dengan begitu gagah berani di medan pertempuran justru akhirnya dimasukkan Allah SWT dalam neraka?
Rasulullah SAW lalu menjelaskan, "Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Qotzman mengambil pedangnya, kemudian mata pedang itu dihadapkan ke dadanya. Ia benamkan pedang itu ke dalam dadanya."
Qotzman ternyata mati bukan karena dibunuh musuh, melainkan bunuh diri. Menurut Nabi SAW, warga Madinah itu bunuh diri karena tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya.
Nabi SAW juga mengungkapkan, sebenarnya sejak awal niat yang muncul dalam hati Qotzman sudah keliru. Sebab, lanjut beliau shalallahu 'alaihi wasallam, Qotzman sebelum berangkat telah berkata, "Demi Allah aku berperang bukan karena agama, tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan Madinah agar tidak dihancurkan kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku."
Maka dari itu, Rasulullah SAW mengingatkan para sahabatnya agar berhati-hati dalam memberikan penilaian. Belum tentu perbuatan yang tampak di mata orang-orang seperti amalan mulia benar-benar tulus. Bisa jadi justru sebenarnya tidak baik.
"Sesungguhnya seseorang tampak benar-benar beramal dengan amalan penghuni surga menurut pandangan manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Dan sungguh seseorang tampak beramal dengan amalan penghuni neraka menurut manusia, padahal dia termasuk penghuni surga," sabda beliau.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.