Kabar Utama
KPU Tambah Aturan Pandemi dalam Kampanye Pilkada
Klaster pilkada terus bertambah.
JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan membuat aturan baru yang mengatur tata cara pelaksanaan kampanye Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19. Hal tersebut menyusul maraknya pelanggaran protokol kesehatan dan munculnya kerumunan sepanjang fase pendaftaran peserta pekan lalu.
Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan, dalam aturan baru tersebut KPU membatasi jumlah kegiatan kampanye dan peserta kampanye yang hadir secara fisik. “Jadi, terutama yang kita atur baru adalah jumlah kegiatan kampanye yang dihadiri secara fisik oleh peserta kampanye. Jadi, kalau rapat umum, kita batasi paling banyak 100 orang,” ujar Arief saat konferensi pers di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (8/9).
Regulasi tersebut sedianya sudah diatur juga dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada pada masa pandemi. Namun, dalam aturan yang baru nantinya, kampanye terbuka hanya bisa dilaksanakan satu kali untuk pemilihan bupati dan wali kota.
Sementara, untuk pemilihan gubernur, kampanye dapat digelar dua kali. Jumlah peserta kampanye pun dibatasi maksimal 100 orang. “Rapat umum hanya dilaksanakan satu kali untuk pemilihan daerah bupati, wali kota, dan dua kali untuk pemilihan gubernur. Selebihnya, kehadiran peserta kampanye dapat dilakukan secara daring, tapi kehadiran fisik dibatasi 100 orang,” kata dia menjelaskan.
Untuk penyelenggaraan kampanye dengan pertemuan terbatas, jumlah peserta yang hadir dibatasi hingga maksimal 50 orang. Peserta lainnya dapat mengikuti kampanye tersebut melalui daring. Untuk kegiatan debat publik atau debat terbuka, KPU mengatur jumlah peserta yang dapat menghadiri secara langsung, yakni maksimal 50 orang.
“Jadi, kalau ada dua pasangan calon, jatah maksimal 50 itu harus dibagi menjadi dua kontestan. Kemudian, kalau ada tiga, ya berarti 50 orang kehadiran itu ya dibagi ke dalam tiga pasangan calon, begitu seterusnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan 243 pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran bapaslon. Jumlah itu hampir separuh dari total 687 pendaftar pilkada. Partai politik dan bakal pasangan calon (bapaslon) yang melanggar itu tidak menerapkan protokol kesehatan, yaitu membawa sejumlah pendukung dan melakukan pengerahan massa.
Jarak antarpendukung juga tidak dilakukan sesuai ketentuan protokol kesehatan, terutama menjelang proses pendaftaran pencalonan. Di sisi lain, terdapat 75 bakal calon pada 31 daerah yang belum menyerahkan hasil uji usap atau swab test saat pendaftaran.
Terkait aneka pelanggaran itu, komisioner KPU periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay meminta KPU melarang semua kegiatan tahapan pilkada yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. "Kalau mau diteruskan, lebih baik dilarang saja semua kegiatan pilkada yang berpotensi untuk terjadi kerumunan masa," ujar Hadar saat dihubungi Republika, Senin (7/9).
Menurut Hadar, pelarangan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa dapat diatur melalui PKPU. Sebab, PKPU pun disusun berdasarkan konsultasi dengan DPR, pemerintah, penyelenggara pemilihan, dan harmonisasi dengan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Jika khawatir dengan sengketa atau gugatan di kemudian hari, pihak yang berwenang dapat menyusun perubahan UU Pilkada. Presiden juga, menurut dia, semestinya dengan tegas mementingkan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Hadar mengatakan, sanksi pelanggaran protokol kesehatan berupa teguran, peringatan, atau saran perbaikan belum cukup membuat peserta pilkada mematuhi aturan. Sebaiknya, penyelenggara pilkada mencantumkan dalam PKPU ataupun Peraturan Bawaslu terkait sanksi pelanggaran protokol kesehatan berupa pembatalan pencalonan.
Sebelum sanksi pembatalan pencalonan itu, penyelenggara pilkada dapat memberikan sanksi pembubaran kegiatan pilkada yang memunculkan kerumunan massa. Kedua, penyelengara dapat menghilangkan hak pelanggar mengikuti kegiatan pilkada berikutnya, seperti dilarang mengikuti kampanye.
Ketiga, apabila pelanggaran ketentuan protokol kesehatan masih dilakukan bakal pasangan calon, pencalonannya dapat dibatalkan. "Apakah ini sesuai dengan undang-undang? Memang tidak sesuai, tetapi sekarang masa pandemi yang apa pun kita bisa lakukan sepanjang di-support, disepakati pembuat undang-undang, yakni DPR, pemerintah penyelenggara pemilu," kata Hadar.
Hadar juga menyarankan, kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan harus diganti dengan memanfaatkan teknologi. "Tidak ada pilihan lain kalau gitu ya, diubah undang-undangnya karena saya sudah sejak awal memperkirakan kita ini tidak bisa untuk tertib begitu, apalagi para elitenya juga yang paling pertama-tama mengajak dan mengumpulkan (massa)," ucap Hadar.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali meminta penyelenggaraan pilkada serentak mengutamakan keselamatan dan kesehatan masyarakat. “Bahwa keselamatan masyarakat, kesehatan masyarakat adalah segala-galanya. Jadi, protokol kesehatan tidak ada tawar-menawar,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas lanjutan pembahasan persiapan pelaksanaan pilkada serentak di Istana Merdeka, Selasa (8/9).
Jokowi menegaskan, pemerintah harus mengutamakan penanganan pandemi covid saat ini sehingga berbagai risiko lainnya dapat teratasi. Karena itu, ia meminta agar protokol kesehatan benar-benar dijalankan dengan ketat saat penyelenggaraan pilkada serentak.
Menurut dia, saat ini masih banyak bakal pasangan calon pilkada yang justru mengabaikan protokol kesehatan. Mereka menggelar deklarasi ataupun kampanye dengan mengumpulkan ribuan massa di berbagai daerah. “Hal-hal seperti ini saya kira harus menjadi perhatian kita. Dan, situasi ini tidak bisa dibiarkan,” kata Jokowi menambahkan.
Jokowi menegaskan, pilkada serentak tetap harus diselenggarakan di tengah pandemi. Sebab, hingga kini masih belum diketahui kapan wabah Covid-19 akan berakhir. “Oleh karena itu, penyelenggaraan pilkada harus dilakukan dengan norma baru, dengan cara baru,” ucap dia.
Presiden pun meminta seluruh pihak, baik penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, aparat pemerintah, jajaran keamanan dan penegak hukum, maupun tokoh masyarakat aktif mendisiplinkan masyarakat menjalankan protokol kesehatan selama pandemi.
Klaster pilkada bertambah
Bakal calon peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang tertular Covid-19 dilaporkan bertambah. Hal tersebut seiring munculnya kekhawatiran soal potensi tahapan-tahapan pilkada memunculkan klaster-klaster penularan baru.
Pada Selasa (8/9), Ketua Komisi Pemilihan Umum Sidoarjo M Iskak mengungkapkan, seorang kontestan pendaftar pilkada setempat terkonfirmasi positif Covid-19. Bakal calon tersebut diketahui positif Covid-19 setelah menjalani tes swab di RSUD dr Soetomo pada Senin (7/9).
Iskak enggan menyebutkan identitas tokoh tersebut secara perinci. Namun, menurut dia, orang yang positif Covid-19 tersebut merupakan bakal calon wakil bupati Sidoarjo. "Identitas detail, kami kan terikat dengan undang-undang. Terkait dengan informasi yang dikecualikan untuk daftar atau riwayat itu memang kami tidak boleh untuk membuka. Juga tidak boleh menyebutkan nama," ujar Iskak, Selasa (8/9).
Selanjutnya, KPU Sidoarjo melakukan komunikasi kepada bakal calon ataupun partai politik pengusung agar yang bersangkutan melakukan isolasi selama 10 hingga 11 hari. "Setelah itu, kami akan melakukan swab ulang. Kalau hasil menjadi negatif, baru pemeriksaan kesehatan kami bisa lanjutkan," ujar Iskak.
Jika pada tes swab kedua, yang bersangkutan masih positif Covid-19, pemeriksaan kesehatan lanjutan akan kembali ditunda hingga hasilnya benar-benar negatif. Sejauh ini yang telah mendaftar di kontestasi Pilbup Sidoarjo 2020, ada tiga pasangan calon. Yakni, pasangan Ahmad Muhdlor Ali-Subandi, pasangan Bambang Haryo Soekartono-Taufiqulbar, dan pasangan Aprilianto-Dwi Astutik.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik, juga mengungkapkan, Bupati Muna Barat Laode Muhammad Rajiun Tumada yang juga bakal calon kepala daerah di Pilkada 2020 dinyatakan positif Covid-19.
Sebelummya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan teguran tertulis pada 14 Agustus kepada Rajiun karena membuat kerumunan massa. "Itu teguran pertama yang kita sampaikan terkait pengumpulan massa. Hasilnya nyata, langsung diberi Covid-19," ujar Akmal, Selasa (8/9). Hingga kemarin, sebanyak 53 pejawat kepala daerah yang mengikuti kontestasi pilkada telah ditegur mendagri.
Wakil Bupati Agam, Trinda Farhan, juga dikonfirmasi positif Covid-19, kemarin. Ia telah mendaftar dalam pancalonan bupati Agam di Pilkada Serentak 2020. "Benar (Trinda positif). Sekarang beliau sedang isolasi mandiri di rumah," kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumatra Barat, Jasman Rizal, Senin (7/9).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, Indra Rusli menyebut, pihaknya bersama gugus tugas akan segera melakukan pelacakan dan pengambilan sampel //swab// terhadap orang-orang yang terlibat kontak dengan Trinda. "Tadi saya sudah pergi tracking ke rumahnya. Sudah diperiksa keluarga, sopir, ajudan, dan semua kontak sebanyak 16 orang," katanya.
Trinda menjalani pengambilan sampel swab pada Jumat (4/9) lalu sebagai syarat pencalonan sebagai bupati. Ia kemudian mendaftar ke KPU Agam pada Ahad (6/9). Rencananya, komisioner KPU Agam akan menjalani tes swab di Puskesmas Lubuk Basung sehubungan hal itu.
Sebelumnya, seorang bakal calon Pilkada 2020 di Jawa Tengah juga dilaporkan harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari karena positif Covid-19. “Dari hasil tes tersebut, terdapat salah satu bakal calon di salah satu daerah yang dinyatakan positif Covid-19,” kata Ketua KPU Jawa Tengah, Yulianto Sudrajat, Senin (7/9). Ia tak memerinci identitas dan tempat berada bakal calon tersebut.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Boyolali juga sebelumnya telah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Ketua Bawaslu Republik Indonesia, Abhan menyebutkan, ada 96 penyelenggara pengawas ad hoc di Boyolali yang dinyatakan positif Covid-19 hingga Senin (7/9).
Ketua KPU, Arief Budiman mengatakan, status Covid-19 tak otomatis membatalkan kesertaan bakal calon di pilkada. “Kalau setelah pendaftaran positif, tentu Covid-19 itu tidak bisa membatalkan status walau mereka sudah positif Covid-19,” ujar Arief di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (8/9).
Meski begitu, peserta yang terkena Covid-19 pun harus menjalani isolasi, baik secara mandiri maupun perawatan di rumah sakit. “Maka dia kemungkinan tidak bisa mengikuti tahapan-tahapan selanjutnya, karena harus menjalani isolasi mandiri atau menjalani perawatan di rumah sakit,” kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.