Nasional
KPK Undang Kejaksaan dan Kepolisian soal Pinangki
Surat perintah sepervisi kasus jaksa Pinangki sudah diterbitkan.
JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri memastikan dalam waktu dekat lembaganya akan mengundang Kejaksaan Agung dan kepolisian terkait penanganan skandal Djoko S Tjandra. Pimpinan KPK telah menerbitkan surat perintah supervisi kasus dugaan korupsi yang menjerat Djoko S Tjandra dan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Iya (akan memanggil kejaksaan dan kepolisian)," ujar Ali saat dikonfirmasi Republika, Ahad (6/9).
Namun, Ali tak mengungkapkan secara perinci kapan lembaga anti rasuah menjadwalkan pertemuan dengan dua lembaga penegak hukum tersebut. "Terkait agenda ini nanti kami akan infokan lebih lanjut, ya," ucap Ali.
Skandal Djoko Tjandra yang saat itu masih buron mulai terungkap setelah ia mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya pada Juni lalu. Belakangan terungkap, terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu mengupayakan bebas dari jerat hukum dengan menyuap sejumlah oknum penegak hukum.
Saat ini, tiga berkas perkara yang berbeda tengah dalam penyidikan. Ketiganya adalah kasus penghapusan red notice Djoko, kasus penerbitan surat jalan dan dokumen lain, dan kasus suap dan gratifikasi upaya pembebasan melalui fatwa Mahkamah Agung (MA).
Kasus pertama dan kedua melibatkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan ditangani oleh Bareskrim Polri. Sementara kasus suap upaya pembebasan dengan fatwa MA melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan ditangani Kejaksaan. Banyak pihak meminta KPK mengambil alih kasus tersebut agar tidak terjadi konflik kepentingan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Jumat (4/9) mengatakan, pimpinan KPK telah memerintahkan Deputi Penindakan KPK Karyoto untuk menerbitkan surat perintah supervisi tersebut. KPK juga akan mengundang dua institusi penegak hukum itu untuk melakukan gelar perkara dalam waktu dekat.
"KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10-A UU No 19 Tahun 2019," ujar Alex.
Alex menjelaskan, supervisi tidak perlu menunggu penyusunan peraturan presiden lebih lanjut. KPK pun mengajak masyarakat bersama-sama mengawasi penanganan perkara tersebut. "Kita perlu melihat perkara ini secara serius karena diduga melibatkan aparat penegak hukum," kata Alex.
Alex juga menampik adanya perbedaan pandangan di antara para pimpinan KPK terkait koordinasi supervisi perkara yang ditangani Kejakgung dan Polri. Ia menegaskan, pernyataan para pimpinan KPK berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Dalam perkara yang ditangani Kejakgung, selain jaksa Pinangki, kasus itu juga menersangkakan Djoko Tjandra dan politikus Nasdem, Andi Irfan. Kasus itu juga diduga melibatkan hakim. Sebab, dalam penetapkan tersangka terhadap Andi Irfan pada Rabu (2/9), ia dikenakan pasal pemberian dan janji haram kepada para hakim, yaitu Pasal 5 ayat (2), juncto ayat (1) b, atau Pasal 6 ayat (1) a, dan Pasal 15 UU Tipikor 31/1999-20/2001.
Pasal 6 ayat (1) a, tidak disangkakan terhadap Djoko dan Pinangki. Pasal tersebut khusus memberikan ancaman tiga sampai 15 tahun penjara bagi setiap orang yang memberi ataupun menjanjikan sesuatu kepada hakim.
Direktur Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejakgung, Febrie Adriansyah, belum bersedia menjelaskan perbedaan jeratan hukum antara ketiga tersangka itu. Namun, pekan lalu, Febrie menerangkan, pasal pemberian suap dan gratifikasi terhadap hakim belum berarti perbuatan itu sudah dilakukan dan terjadi.
Artinya, penyidikan belum menemukan alat bukti yang kuat tentang kepastian adanya penerimaan uang dan janji dari Andi maupun Pinangki ke para hakim itu. “Fatwa dari MA itu, kan bisa-bisanya Pinangki (dan Andi) saja,” kata Febrie.
Ketua Muda MA Bidang Pengawasan Andi Samsan Nganro juga menegaskan, tak pernah ada pengajuan fatwa hukum terkait pembebasan Djoko di MA. Andi meminta agar pihak mana pun yang menuding adanya peran para hakim maupun pejabat MA dalam upaya penerbitan fatwa hukum Djoko agar memastikan kebenaran tudingan tersebut.
“Kami belum tahu urusan permohonan fatwa hukum ke MA terkait terpidana Djoko S Tjandra itu. Untuk itu, kami tidak perlu menanggapi (dugaan) itu,” kata Andi lewat pesan singkatnya kepada Republika.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.