Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. (Ilustrasi). | Republika/ Yasin Habibi

Nasional

‘Harus Ada Evaluasi Mendasar di Polri’

HS memiliki rekam jejak pelanggaran dan tindak kriminal yang cukup panjang.

JAKARTA – Pembunuhan yang dilakukan Bripda Haris Sitanggang (HS) terhadap sopir taksi daring di Depok, Jawa Barat, menjadi bagian dari catatan panjang kasus yang melibatkan anggota kepolisian. Rentetan kasus yang seolah tak pernah putus ini menunjukkan perlunya evaluasi besar-besaran pada Korps Bhayangkara.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai reformasi di tubuh Polri perlu segera dilakukan. “Sebuah perombakan tentu bukan hanya pernyataan. Kalau sampai sekarang kultur dan perilaku kepolisian masih belum sesuai harapan reformasi 1998, tentunya harus ada evaluasi yang mendasar pada institusi ini,” ujar Bambang kepada Republika, Rabu (8/2).

Pernyataan ini disampaikan Bambang menyusul ditetapkannya anggota Densus 88 Bripda HS sebagai tersangka atas kasus pembunuhan sopir taksi daring di Depok. Tak hanya tersangka, HS ternyata memiliki rekam jejak pelanggaran dan tindak kriminal yang cukup panjang.

 
Kalau sampai sekarang kultur dan perilaku kepolisian masih belum sesuai harapan reformasi 1998, tentunya harus ada evaluasi.
BAMBANG RUKMINTO
 

Kasus ini pun menambah daftar panjang catatan merah lembaga penegak hukum ini, setelah sebelumnya ada kasus dugaan pembunuhan Brigadir J yang dilakukan mantan kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Bahkan, saat ini juga sedang disidik kasus kecelakaan yang menewaskan mahasiswa Universitas Indonesia, Hasya. Diketahui, Hasya meninggal setelah terlindas mobil yang dikemudikan AKBP purnawirawan Eko.

“Dengan banyak kasus selama ini dan melibatkan banyak personel, lintas satuan, berbagai jenjang kepangkatan, sangat naif bila hanya menyebut bahwa itu hanya perilaku oknum ansich,” kata Bambang.

Karena itu, Bambang menilai kejadian-kejadian yang terulang mengindikasikan organisasi Polri tidak membuat sistem yang bagus untuk memastikan oknum-oknum di dalamnya bertindak sesuai aturan, norma, dan hukum. Untuk itu, dia mendorong agar reformasi Polri ini benar-benar dilakukan secara konkret meliputi perbaikan sistem dan struktur di kepolisian.

“Tetapi, langkah-langkah yang konkret untuk memperbaiki sistem dengan mengubah struktur, instrumen-instrumen yang pada akhirnya juga akan mengubah kultur menuju organisasi kepolisian profesional yang diharapkan masyarakat,” ujarnya.

 
Sangat naif bila hanya menyebut bahwa itu hanya perilaku oknum.
 
 

Pihak keluarga almarhum Sony Rizal Tahihitu (59 tahun), korban pembunuhan yang dilakukan Bripda HS, pada Selasa (7/2) mendatangi Polda Metro Jaya untuk mencari titik terang kasus tersebut. “Sudah dua pekan satu hari belum ada laporan, tapi SPKT tidak memperkenankan membuka laporan karena sudah ditangani Resmob,” ujar kuasa hukum keluarga korban, Jundri R Berutu.

Istri korban, Rusni Masna Asmita, mengaku sudah mengetahui jika pembunuh suaminya itu telah ditangkap pada hari yang sama pada waktu kejadian. Namun, ketika itu, kata Rusni, pihak kepolisian meminta dirinya untuk menjaga informasi tersebut dan hanya memberi tahu ke keluarga intinya. Lalu pihak kepolisian juga menyampaikan akan melakukan rekonstruksi. Namun, pihak keluarga tak kunjung mendapatkan informasi tersebut.

“Saya minta agar secepat mungkin ini selesai biar saya bisa menata ke depan. Karena saya harus menggantikan posisinya mencari nafkah. Saya juga tidak mau hanya urusan bolak-balik ke tempat ini (kantor polisi),” ujar Rusni.

Bripda HS terancam dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan. Bripda HS ditetapkan dijadikan tersangka kasus pembunuhan Sony. “Tersangka HS tersebut sedang dalam proses pemberhentian tidak dengan hormat atas pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukannya,” ujar juru bicara Densus 88, Kombes Aswin Siregar.

 
Saya minta agar secepat mungkin ini selesai biar saya bisa menata ke depan.
 
 

Selain itu, Aswin juga menyampaikan bahwa tersangka Bripda HS sudah dikenakan sanksi etik penahanan dalam kasus yang lain. Namun, ketika baru menjalani hukuman tersebut, Bripda HS melakukan perbuatan keji, menghabisi nyawa Sony di Depok, Jawa Barat. “Yang bersangkutan disidang disiplin dengan hukuman penempatan khusus dan teguran tertulis,” ujar Aswin.

Aswin mengatakan, Bripda HS merupakan anggota Polri yang bermasalah dan kerap melakukan pelanggaran. Tak hanya itu, Bripda HS juga disebut memiliki utang yang cukup besar. “Terlibat utang pribadi yang sangat besar kepada berbagai pihak dan telah diberikan hukuman oleh pimpinan Densus 88,” ujar Aswin.

Selain itu, Aswin juga disebut telah melakukan penipuan terhadap teman anggota Polri. Kemudian melakukan penipuan terhadap masyarakat serta melakukan peminjaman uang kepada temannya. Bahkan, Bripda HS juga pernah terlibat judi online.

Polda Metro Jaya membeberkan alasan Bripda HS melakukan pembunuhan terhadap Sony. Pelaku nekat melakukan perbuatannya karena ingin menguasai harta milik korban. “Perilakunya sejauh ini masalah ekonomi secara pribadinya sehingga ini terjadi. Namun, proses penyidikan tetap berjalan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.

Saat ini Bripda HS ditetapkan sebagai tersangka. Akibat perbuatannya, tersangka Bripda HS dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat