Gedung Bank Sentral Amerika Serikat alias the Federal Reserve di Washington. | AP Photo/Patrick Semansky, File

Tajuk

Efek The Fed 

Respons cepat yang dilakukan Bank Indonesia terhadap kebijakan yang diambil The Fed.

Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin, kemarin. Langkah The Fed untuk menyelamatkan ekonomi Negeri Paman Sam dari jurang krisis juga ditandai dengan tiga kali berturut-turut menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.

Kenaikan suku bunga acuan sebelumnya dilakukan The Fed pada Juli untuk mengatasi inflasi AS yang melonjak tajam. Keputusan terbaru ini menandai langkah kebijakan terberat The Fed sejak 1980-an untuk menekan laju inflasi. Hal ini juga diprediksi akan berdampak besar pada dunia bisnis hingga rumah tangga, karena biaya pinjaman rumah, mobil, hingga kartu kredit akan meningkat.

Bank Indonesia (BI) pun merespons cepat. Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan alias BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DDR) sebesar 50 basis poin (bps) dari 3,75 persen menjadi 4,25 persen. Selain BI7DDR, bank sentral turut meningkatkan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing sebesar 50 bps dari tiga persen menjadi 3,5 persen dan 4,5 persen menjadi lima persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2 persen hingga 4 persen pada paruh kedua 2023.

 
Respons cepat yang dilakukan Bank Indonesia terhadap kebijakan yang diambil The Fed, sesungguhnya bisa menggambarkan bahwa ekonomi kita tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. 
 
 

Respons cepat yang dilakukan Bank Indonesia terhadap kebijakan yang diambil The Fed, sesungguhnya bisa menggambarkan bahwa ekonomi kita tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. Karena jika mengaca pada Juli lalu seusai The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, BI tidak menanggapi dengan menaikkan suku bunga acuan.

Bank Indonesia kala itu hanya memantau pergerakan rupiah di pasar. Apakah rupiah juga terjungkal karena Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga saat itu?  Nyatanya tidak. Rupiah tidak melemah. Begitu juga, dengan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga tetap stabil. Padahal, ketika suku bunga dolar naik, bukan hanya mata uang rupiah yang ditinggalkan, melainkan investor di pasar modal pun akan lari ke pasar uang.

Ekonomi Indonesia pada Juli 2022 memang berada dalam salah satu kondisi terbaiknya di tahun ini. Investor sangat percaya dengan kemampuan ekonomi Indonesia, dan itu juga tecermin dari pertumbuhan  ekonomi di kuartal kedua 2022. Meski pemerintah terbebani dengan subsidi yang cukup besar, tetapi secara fundamental ekonomi nasional cukup baik karena neraca perdagangan selalu positif.

Pada saat bersamaan, daya beli masyarakat juga bagus sehingga tanpa perlu menaikkan suku bunga acuan untuk merespons The Fed,  investor memandang potensi ekonomi Tanah Air sangat menjanjikan.

Namun, saat ini kondisi ekonomi kita dalam posisi sebaliknya. Sejak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan solar pada awal bulan ini, kondisi ekonomi secara nasional berpotensi mengalami perlambatan. 

 
Daya beli masyarakat menurun tidak hanya karena inflasi, tetapi juga karena beban masyarakat untuk membayar cicilan meningkat akibat pada Agustus 2022, BI juga telah  menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin.
 
 

Daya beli masyarakat menurun tidak hanya karena inflasi, tetapi juga karena beban masyarakat untuk membayar cicilan meningkat akibat pada Agustus 2022, BI juga telah  menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin. Ditambah juga perbankan berpotensi mengetatkan pinjaman, bukan hanya ke masyarakat, melainkan juga ke pelaku usaha, yang berpotensi membuat pergerakan ekonomi ikut melambat.

Dalam kaitan itu, Bank Indonesia dan pemerintah harus ekstra hati-hati mengelola ekonomi di dalam negeri. Pemerintah dan Bank Sentral harus dapat menjaga kepercayaan investor tetap tinggi supaya mereka tidak mencabut modalnya dari negeri kita. 

Selain itu, pemerintah pun harus dapat mempertahankan daya beli masyarakat agar tidak merosot tajam tertekan inflasi dengan cara menciptakan banyak lapangan kerja. Kondisi ekonomi global dalam beberapa waktu ke depan penuh ketidakpastian terancam resesi global, yang membuat pemasukan dari ekspor kita juga berpotensi terganggu.  

Belum lagi, kita mengetahui ke depannya, The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunganya untuk menahan laju inflasi di AS. Kita berharap dengan fundamental ekonomi nasional yang  baik, respons terhadap kenaikan suku The Fed tidak selalu dengan cara Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan, karena masyarakat yang akan menanggung beban beratnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Habis Tiga Periode, Terbitlah Presiden Nyawapres

Yang lebih menarik, isu ini bukan bergulir dari kalangan politisi maupun pengamat.

SELENGKAPNYA

Dakwah Peradaban

Setiap kali Islam datang ke suatu tempat yang terjadi adalah penerapan ajaran Islam sebagai tamaddun atau peradaban.

SELENGKAPNYA

Jargon dan Slogan di Masa Pra-Gestapu

Karakter bahasa yang dipakai pada waktu itu benar-benar bercorak agresif.

SELENGKAPNYA