Komunitas Islam yang tergabung dalam Solidaritas Peduli Jilbab( SPJ) melakukan aksi damai long march sosialisasi menutup aurat. | Republika/Rakhmawaty L

Fikih Muslimah

Ragam Batasan Aurat Wanita dalam Syariat

Syariat mengatur batas aurat perempuan berbeda-beda.

OLEH IMAS DAMAYANTI

Syariat mengatur batas aurat perempuan berbeda-beda, bergantung pada situasi dengan siapa perempuan itu berhadapan.

Almarhumah Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, aurat wanita apabila berhadapan dengan Allah SWT di dalam shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Namun, aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya, dalam hal ini ulama berbeda pendapat.

Ulama kalangan mazhab Syafi’i berpendapat, aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusar dan lutut. Sama dengan aurat kaum pria atau aurat wanita ketika berhadapan dengan wanita.

Namun, ulama kalangan Malikiyah dan Hanabilah berpendapat, aurat wanita berhadapan dengan mahramnya yang laki-laki adalah seluruh badannya kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan, dan kedua kakinya.

Adapun yang dimaksud mahram, yaitu suami, ayah, ayah suami, putranya yang laki-laki, putra suami, saudara, putra dari saudara, putra dari saudari, wanita, budaknya, laki-laki yang menyertainya (tapi laki-laki itu tidak mempunyai kebutuhan lagi kepada wanita), anak kecil yang belum mengetahui tentang aurat wanita, paman (saudara ayah), dan paman (saudara ibu). Masalah mahram ini termaktub dalam QS an-Nur ayat 31.

Ulama telah bersepakat bahwa selain wajah, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki, serta seluruh badan wanita adalah aurat. Tidak halal dibuka apabila berhadapan dengan pria bukan mahramnya.

Hal itu berdasarkan firman Allah SWT dalam QS al-Ahzab ayat 59 dan surah an-Nur ayat 31, juga hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang dibenarkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Al-mar’atu aurat.” Yang artinya, “Wanita itu adalah aurat.”

Namun demikian, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan wajah, kedua telapak tangan, hingga kedua telapak kaki itu termasuk aurat wanita atau bukan. Wajah dan kedua telapak tangan dinyatakan bukan aurat menurut pendapat mayoritas ulama, antara lain, Imam Malik, Ibnu Hazm dari golongan Zahiriyah, dan sebagian kalangan Imam Syafi’i dan Ahmad, ulama dari kalangan Hanafiyah, dan lainnya.

Sementara itu, wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki tidak termasuk aurat. Ini adalah pendapat ats-Tsauri dan al-Muzani, dan al-Hanafiyah. Setelah itu, pendapat dari Imam Ahmad dalam salah satu riwayat dan pendapat Abu Bakar bin Abdurrahman dari kalangan tabiin yang menyatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat. Menurut pendapat ini, wanita wajib menutup wajah (menggunakan cadar).

Sedangkan, pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat dan pendapat Daud az-Zahiri serta sebagian Syiah Zaidiyah menyatakan hanya wajah saja yang tidak termasuk aurat bagi wanita.

Memahami hukum jilbab

Islam dalam menentukan hukum sering menggunakan metode bertahap (tadrij), seperti diharamkannya riba dann minuman keras. Demikian pula dalam hal menutup aurat.

Pertama kali Allah SWT memperingatkan istri-istri Nabi supaya tidak berbuat seperti kebanyakan wanita pada waktu itu sebagaimana termaktub dalam QS al-Ahzab ayat 32.

Setelah Allah memerintahkan hal tersebut kepada istri-istri Nabi, Allah meneruskan dengan suatu larangan supaya tidak berhadapan langsung dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

Hal itu sebagaimana firman Allah dalam QS al-Ahzab ayat 53. Selanjutnya, karena istri-istri Nabi perlu keluar rumah untuk menunaikan hajatnya, Allah SWT memerintahkan mereka menutup aurat mereka apabila hendak keluar rumah. Hal itu sebagaimana termaktub di dalam QS al-Ahzab ayat 59.

Di dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan pemakaian jilbab tidak hanya kepada istri-istri Nabi dan anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, kata Prof Huzaemah, menutup aurat adalah wajib bagi seluruh wanita beriman.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat