Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (22/5/2021). Maskapai Garuda Indonesia akan menambah jadwal penerbangan di Provinsi | AMPELSA/ANTARA FOTO

Ekonomi

Garuda Sudah Bangkrut Secara Teknis

Ekuitas Garuda negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau Rp 40 triliun per September 2021.

JAKARTA – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah bangkrut secara teknis. Hal ini tak lepas dari memburuknya kondisi keuangan maskapai pelat merah itu yang kerap menderita kerugian sejak 2017.

Tiko, sapaan akrab Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan, ekuitas Garuda negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau Rp 40 triliun per September 2021.  Ekuitas negatif Garuda mencapai 100 juta dolar AS sampai 150 juta dolar AS atau Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun setiap bulan.

"Sebenarnya, kalau dalam kondisi seperti ini, kalau di istilah perbankan, bangkrut secara teknis, tapi secara legal belum," kata Tiko saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/11).

Tiko menilai, status tersebut tak lepas dari tidak terbayarkannya kewajiban jangka panjang, termasuk global sukuk. Tiko mengatakan, Garuda pun memecahkan rekor untuk neraca negatif yang sebelumnya terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kata Tiko, utang Garuda kini mencapai 9,7 miliar dolar AS dengan aset sebesar 6,9 miliar dolar AS dan ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS.

"Neraca Garuda mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS, ini rekor. Dulu, rekor dipegang Jiwasraya, sekarang dipegang Garuda," ujar Tiko.

Tiko menyebut, persoalan ini semakin diperparah dengan pemberlakuan PSAK 73 pada 2020 dan 2021 yang membuat dampak penurunan ekuitas semakin dalam lantaran pengakuan utang masa depan lessor.

Tiko berharap, Garuda dapat kembali menjadi maskapai penerbangan yang sehat pada 2023. Oleh karenanya, ia meminta manajemen Garuda tetap berfokus pada operasional dan negosiasi.

Tiko menjelaskan, memburuknya kinerja Garuda sudah berlangsung cukup lama akibat tata kelola perusahaan yang begitu buruk. Ia mengatakan, permasalahan korupsi Garuda meliputi kerja sama yang memberatkan perusahaan, mark up nilai pesawat, serta kasus penerimaan suap, dan pencucian uang pada 2011 hingga 2012.

Berdasarkan laporan Bloomberg, lanjut Tiko, proporsi biaya kontrak lessor dibandingkan pendapatan Garuda mencapai 24,7 persen atau empat kali lebih besar di atas rata-rata global.

Tiko menilai, kondisi ini diperparah dengan keadaaan pandemi yang menurunkan pendapatan Garuda hingga 70 persen pada 2020. Padahal, ucap Tiko, Garuda sempat meraup keuntungan cukup besar untuk rute domestik pada 2019, yakni 240 juta dolar AS. Keuntungan domestik sayangnya tidak diikuti rute-rute Internasional yang terus mengalami kerugian. Tiko mengatakan, penurunan pendapatan terus terjadi selama masa pandemi pada 2020. 

Tiko memerinci pendapatan Garuda tertinggi terjadi padaJanuari 2020 yang sebesar 235 juta dolar AS, namun terus merosot hingga pernah mencapai 27 juta dolar AS pada April 2020 dan saat ini berada pada angka 70 juta dolar AS.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat