Sejumlah anak membaca buku yang disediakan gratis di mobil perpustakaan keliling saat pelaksanaan bazar UMKM Jak Preneur di daerah Rawabunga, Jakata, Selasa (28/9/2021). Di Indonesia buku digital tidak menjadi disrupsi bagi buku-buku cetak. | Prayogi/Republika.

Nasional

Digitalisasi Buku di Tengah Disrupsi Kultur Nonbaca

Di Indonesia buku digital tidak menjadi disrupsi bagi buku-buku cetak.

OLEH RONGGO ASTUNGKORO

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) melalui Untirta Press meluncurkan platform dan aplikasi digital yang memudahkan sivitas akademika maupun masyarakat umum mengakses buku digital. Dalam peluncurannya, Untirta Press langsung mengunggah 100 judul buku pada aplikasi digital.

"Budaya literasi terus bisa dipertahankan dan dikembangkan di era digital sekarang ini. Dan alhamdulilah pada hari ini insya Allah 100 buku berplatform digital perdana ini diekspos dan bisa diakses," tutur Rektor Untirta, Fatah Sulaiman, dalam siaran secara daring, Selasa (12/10).

Fatah berharap, buku-buku dalam platform digital Untirta Press bisa memberikan pengayaan maupun pencerahan dari berbagai disiplin ilmu. Dia melihat langkah tersebut merupakan sumbangsih literasi dari Banten untuk bangsa.

"Insya Allah dari 700 dosen PNS, saya wajibkan minimal satu tahun satu (sumbangan buku). Baik itu buku-buku text book, buku-buku untuk diktat kelas, untuk masuk dalam platform digital ini, sehingga minimal tahun depan kita sudah punya 800 (judul buku)," jelas dia.

Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha menuturkan, di Indonesia buku digital tidak menjadi disrupsi bagi buku-buku cetak. Yang terjadi justru, baik buku digital dan buku cetak sama-sama terdisrupsi oleh kultur nonbaca atau nonliterasi.

"Misal, saya ada data dari riset Ikapi, baik buku cetak maupun buku digital itu mengalami penurunan dan paling rendah pada tahun 2017. Jadi sama-sama turun. Di Indonesia ini agak berbeda. Jadi di Indonesia buku digital itu belum menjadi pengganti (buku cetak)," kata dia.

Arys mengaku pangsa pasar buku digital di Indonesia masih kurang dari 10 persen hingga saat ini. Kondisi tersebut tak jauh berbeda di negara lain dengan pangsa pasar buku digital tertinggi pun masih berada di kisaran angka 20 persen. Itu hanya ada di negara-negara Skandinavia.

"Hanya saja parahnya di Indonesia sebenarnya tidak terjadi shifting sama sekali yang signifikan," ujar Arys.

Mantan wakil Pemimpn Redaksi Republika ini menambahkan, berdasarkan data Januari 2021, aktivitas masyarakat Indonesia di internet paling besar untuk menonton dan mendengarkan, bukan membaca. Data lain juga menunjukkan, tidak ada aplikasi yang berkaitan dengan buku atau literasi baca-tulis di antara 10 besar aplikasi yang banyak digunakan masyarakat di internet.

"Jadi kalau kita bicara digitalisasi, ya literasi digital kita memang meningkat, tetapi sebenarnya literasi dalam pengertian baca dan tulis di kita tidak mengalami perkembangan yang signifikan," kata Arys.

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengakui saat ini ada sekitar 73,7 persen atau 202,6 juta orang di Indonesia yang mengakses internet secara aktif setiap harinya. Ia berpendapat, langkah Untirta Press untuk merambah ke platform digital memang tak bisa tidak dilakukan.

"Inilah yang sebenarnya menurut saya memang pilihan untuk membuat digital Untirta Press ini menjadi tidak bisa dihentikan lagi," kata Fadjroel.

Menurut Fadjroel, transformasi digital memang tak dapat ditahan. Untuk itulah langkah-langkah adaptif dalam menyongsong transformasi digital diperlukan. Buku-buku yang didigitalisasi dan diunggah di platform digital Untirta Press, kata dia, merupakan jawaban terhadap kondisi yang diperlukan masyarakat digital yang ada saat ini.

Hanya saja, dia menyoroti penggunaan internet yang dilakukan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di dunia maya sebanyak 8 jam 52 menit atau nyaris sembilan jam setiap harinya.

Namun, sebanyak 3 jam 14 menit di antaranya dihabiskan untuk membuka media sosial. "Ini salah satu tantangan juga untuk buku sebenarnya. Mereka benar menghabiskan waktu sembilan jam di internet. Tetapi mereka juga menghabiskan waktu 3 jam 14 menit di depan media sosial," jelas dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat