Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Bekal 23 Ribu Gulden Pramuka Indonesia ke Jambore Dunia 1937

Penggalangan dana 23 ribu gulden dengan menerbitkan perangko Jambore V.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Sebanyak 24.800 remaja dari berbagai negara berkumpul di kawasan Vogelenzang, Belanda. Seratus di antaranya mewakili Nederlandsch-Indische Padvinders Vereniging (NIPV), organisasi Pramuka Hindia Belanda (Indonesia).

Mereka sedang mengikuti Jambore Pandu Dunia V, 31 Juli–9 Agustus 1937. Pada 10-13 Agustus 1973 mereka melakukan kunjungan-kunjungan dan pada 14-15 Agustus 1973 pulang ke negara masing-masing.

Vogelenzang dengan luas 130 hektare merupakan kawasan perbukitan di pinggir pantai di Bloemendaal. Vogelenzang artinya kicau burung. Lokasinya sekitar 11 kilometer dari Kota Haarlem, sekitar 40 kilometer dari Kota Amsterdam dan sekitar 56 kilometer dari Kota Hilversum.

Pada Juli-Agustus, suhu di Vogelenzang sekitar 13-22 derajat celsius. Jumlah anggota Pramuka Belanda yang mengikuti Jambore V ada 3.000, tidak termasuk 24.800 peserta dari negara lain. Pramuka Belanda menempati perkemahan di Woestduin, arena pacuan kuda di masa lalu.

Pagi-pagi, kabut akan menyelimuti Vogelenzang. Beranjak siang, panas matahari menyengat untuk ukuran Eropa. Ribuan peserta jambore tentu bukan dari negara tropis -- lalu menyegarkan badan di bawah pancuran dan di laut. Entah, para Pramuka Indonesia mandi atau tidak di daerah dingin begitu.

Selain perkemahan utama, ada pula perkemahan panitia, perkemahan delegasi, dan subperkemahan untuk peserta. Ada sembilan subperkemahan yang dilengkapi saluran gas. Di setiap subperkemahan itu juga dipasang 36 keran dan pancuran untuk mandi dan dua tempat cuci. Kakus tentu juga menjadi bagian dari setiap subperkemahan.

 
Ratu Belanda Wilhelmina didampingi Baden Powel membuka Jambore V ini.
 
 

Disediakan paviliun bagi keluarga Kerajaan untuk melihat atraksi Pramuka berbagai negara itu. Ratu Belanda Wilhelmina didampingi Baden Powel membuka Jambore V ini.

Selama berpekan-pekan sebelum pembukaan, Pramuka dari berbagai negara tiba di Belanda menggunaan berbagai alat transportasi. Pramuka dari Eropa Timur ada yang datang menggunakan sepeda. Dari Polandia, selain naik kereta api, ada juga yang naik pesawat.

Dari Indonesia, menggunakan Kapal Dempo, berangkat 16 Juni dari Tanjung Priok. Australia juga menggunakan kapal, menempuh perjalanan selama enam bulan.

Pramuka dari Indonesia berasal dari Batavia, Meester Cornelis (Jatinegara), Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya, di bawah pimpinan rombongan GJ Ranneft. Jumlahnya ada 80 orang. Kemudian, 20 remaja Indonesia yang berada di Belanda bersama orang tuanya ikut bergabung.

Nama mereka yang ikut Jambore V, menyebut 12 nama, ada: R Piping Sastrowirono, J Martakoesoema, Teuku Moh Hadi Tajeb, Said Salim Alhabsjie, Liem Keh Loen, Lan Ek Chang, Th H Koorenhoff, D Mooyen, Paidi, Ratwito Gandasoebrata, JBB Nikijuluw, dan DJ Matulessy. Jumlah anggota NIPV pada 1936 mencapai 12 ribu.

Pada Selasa, 20 Juli 1937, 80 anggota Pramuka Indonesia yang baru datang diterima Wali Kota Hilversum J Lambooy. Di Hilversum, mereka sempat naik menara setinggi 50 meter untuk melihat pemandangan yang bermandikan sinar matahari. Dari menara ini, mereka bisa melihat menara Kota Amsterdam dan menara Kota Haarlem.

Untuk dapat mengirimkan peserta, diperlukan biaya 23 ribu gulden. Penggalangan dana pun dilakukan, termasuk dengan menerbitkan perangko Jambore V. Ada dua jenis perangko yang diterbitkan dengan harga 7,5 sen dan 12,5 sen.

Karena untuk penggalangan dana, masing-masing perangko dijual dengan selisih 2,5 sen. Keduanya diperoleh dengan harga 25 sen. Perangko ini selain dijual di kantor pos, juga di kantor NIPV, Jalan Mampang 44.

Putri bungsu Baden Powell, Betty St Clair Clay, ternyata tak melupakan Pramuka Indonesia. Ia menyumbang enam poundsterling. Ia pernah mengunjungi Indonesia menyertai ayahnya pada 1934 sepulang dari jambore di Australia.

 
Putri bungsu Baden Powell pernah mengunjungi Indonesia menyertai ayahnya pada 1934 sepulang dari jambore di Australia.
 
 

Arena Jambore V bisa menampung 15 ribu pengunjung selain peserta. Atraksi-atraksi peserta ditonton oleh ribuan orang, termasuk keluarga Kerajaan. Pada 6 Agustus malam, peserta dari Indonesia mempersembahkan atraksi di lokasi api unggun. Mereka membawakan tarian dan cerita rakyat, selain “teater” penghormatan penduduk kepada Sultan Yogyakarta.

“Mereka tampil dengan beberapa tarian dan gending, mendapat sambutan dan tepuk tangan yang meriah. Setelah beberapa gending, api unggun padam,” tulis seorang peserta dari Belanda mengenai atraksi Pramuka Indonesia, seperti dikutip koran Nieuwsblad van Friesland, Agustus 1937.

Di lokasi jambore ini, Pramuka Indonesia juga membangun rumah pendopo dari bambu. Pada 10 Agustus, Pramuka Indonesia diterima Ratu Wilhelmina. Pramuka Indonesia memberikan hadiah produk kerajinan perak Kota Gede, Yogyakarta. Yaitu, berupa kotak cerutu dan kotak rokok beserta korek api dan tiga asbak yang disimpan di atas dua nampan kayu dan sebuah album bersampul kulit. Hadiah ini dibeli dari uang hasil iuran peserta jambore dari Indonesia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat