Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Survei Perilaku Antisipasi Penyebaran Covid-19

Tanpa survei menyeluruh, sulit menemukan perilaku penyumbang terbesar penyebaran Covid-19.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Tidak dapat dipungkiri, perilaku masyarakat merupakan salah satu sebab utama penyebaran Covid-19 sulit diatasi. Akan tetapi, tanpa adanya survei menyeluruh, sulit menemukan dengan jelas perilaku apa saja yang memberi kontribusi paling besar terhadap penyebaran yang hingga saat ini belum juga terkendali.

 “Saya hanya keluar rumah jika beli sayur saja. Itu pun selalu pakai masker.” Begitu jawab salah satu penderita Covid-19 ketika ditanya kira-kira di mana ia tertular.

“Kemarin tetangga yang kena Covid ngobrol dengan suami di depan rumah tanpa prokes, kita jadi tertular. Apalagi dia keliling kompleks tidak pakai masker, tanpa merasa bersalah.” Rupanya sang tetangga bahkan tidak memberitahukan warga di kompleks tempat ia tinggal bahwa ternyata ia dan keluarga terkena Covid.

“Apa mungkin waktu silaturahim ke rumah saudara, anehnya kerabat lain tidak ada yang terkena.”

Jawaban senada di atas rasanya sering kita temukan, saat ingin menelusuri dari mana sebenarnya keluarga atau kenalan kita tersapa virus. Sayangnya sering, tidak ada jawaban pasti, kecuali berbagai asumsi yang kemudian terlontar. 

Bisa saja mereka yang silaturahmi ke rumah saudara, bukan terjangkit saat berkunjung melainkan ketika dalam perjalanan. Mungkin saja ibu yang berinteraksi dengan tukang sayur tertular bukan saat ia membeli sayur, tapi terpapar anggota keluarga yang masih memiliki rutinitas di luar.

Agar asumsi pribadi serupa bisa dikurangi, sebaiknya diselenggarakan survei lebih menyeluruh terhadap semua penderita Covid-19 secara nasional. Selain melakukan pemeriksaan, petugas kesehatan bisa sekaligus melakukan survei, demi mencermati bagaimana penyebaran terjadi.

 
Dari pola itu mungkin pemerintah bisa menemukan rekomendasi paling tepat untuk meminimalisir atau memperlambat laju penyebaran. 
 
 

Dari pola itu mungkin pemerintah bisa menemukan rekomendasi paling tepat untuk meminimalisasi atau memperlambat laju penyebaran. Pertanyaan survei di antaranya mencakup aktivitas terakhir.

Selama dua pekan belakangan ini, apakah ada rutinitas yang baru atau berbeda? Misalnya pertemuan tatap muka di sekolah, acara keluarga, agenda rapat, mudik, dan sebagainya. Dari jawaban yang masuk, akan diperoleh data lebih valid untuk menemukan penjelasan bagaimana mereka mulai tertular.

Lengkapi dengan serangkaian pertanyaan lain yang secara standar sudah diterapkan di negara maju. Karena itu, mereka bisa dengan mudah menelusuri kontak.

Sebenarnya pada saat awal masuknya Covid-19 ke Indonesia, upaya tracing sudah dilakukan, setelah  semakin banyak pesakitan berjatuhan, apakah standar ini tetap dijalankah? Sebab tak terdengar, padahal bagaimanapun data ini tetap penting.

Sebab saat ini kita butuh input lebih lengkap terkait perilaku di tiap keluarga. Apakah ada anggota keluarga yang rutin keluar?

Jika nanti terdata sebagian besar penderita mempunyai anggota yang keluar rumah, boleh jadi kita harus merekomendasikan untuk tetap menjaga prokes di tengah keluarga, misalkan dengan menjaga jarak dari anggota keluarga lain. Bahkan mungkin keluar rekomendasi, misalnya, tidak tidur sekamar.

Apakah para penderita masih menerima tamu di rumah, baik keluarga yang silaturahmi atau tetangga? Jika kemudian terdata sebagian besar demikian, bukan mustahil bisa digalakkan rekomendasi untuk keluarga Indonesia untuk  tidak dulu bertamu atau menerima tamu selama pandemik.

 
Jika ingin sepenuhnya menghambat penyebaran virus, tentu saja penting membuat rekomendasi dari jajak pendapat baru.
 
 

Apakah ada anggota keluarga yang masih rutin ke rumah ibadah? Jika jawabannya menunjukkan sebagian besar penderita mempunyai anggota keluarga yang masih rutin beribadah di luar, mungkin sebaiknya diterbitkan rekomendasi tegas untuk kembali menggiatkan ibadah di rumah saja dulu sampai situasi benar-benar pulih. 

Apakah anggota keluarga tertib menggunakan masker saat bepergian? Jika penderita selalu memakai masker, tetapi tetap tertular maka pertanyaan bisa diperdalam, jenis masker apa yang digunakan, apakah yang terbuat dari kain atau masker standar medis? Lalu kembali pada pertanyaan awal, jangan-jangan justru tertular di rumah.

Apakah anggota keluarga yang rutin meninggalkan rumah selalu menjaga jarak, langsung mencuci tangan, mandi, lalu berganti pakaian sebelum bertemu anggota keluarga lain? Apakah pakaian yang dikenakan saat pergi, hanya sekali dipakai langsung cuci atau dikenakan lagi keesokan harinya?  

Mungkin terlihat sepele. Mungkin pula seolah terlambat, hari gini setelah kenaikan kasus belasan ribu baru mencanangkan survei menyeluruh, tetap lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali berusaha mengoreksi langkah-langkah selama pandemi. 

Jika ingin sepenuhnya menghambat penyebaran virus, tentu saja penting membuat rekomendasi dari jajak pendapat baru. Jangan lengah sebab telah dilakukannya vaksinasi. Ini baru langkah awal. Kenyataan berbicara, meski vaksinasi sudah berlangsung, angka penderita masih merangkak naik.

 
Keberadaan survei menyeluruh yang dikawal dan ditindaklanjuti akan membantu lapisan masyarakat memahami perilaku yang tepat.
 
 

Berbagai rumah sakit kewalahan dan kekurangan tempat perawatan. Artinya jika dulu kapasitas cukup, sekarang tidak. Sampai saat ini sepemahaman saya, belum ada rekomendasi untuk menjaga jarak antar anggota keluarga di rumah, sebagai sebuah antisipasi. Menjaga jarak dan prokes lain di rumah baru direkomendasikan saat telah ada keluarga yang terpapar.  

Pertimbangkan juga berbagai rekomendasi yang bisa diterbitkan pihak berwenang dan disosialisaskan terkait hal-hal yang disebutkan di atas walau terkesan remeh. Termasuk pembahasan bijakkah untuk kondisi saat ini beribadah di luar rumah, menggelar pengajian bersama, atau  atau terkait  menerima tamu. 

Keberadaan survei menyeluruh yang dikawal dan ditindaklanjuti akan membantu lapisan masyarakat memahami perilaku yang tepat demi mengurangi penyebaran corona. Dan berbagai pihak harus bergerak cepat, sebelum jumlah kasus bergulir seperti bola salju --semoga belum-- dan kita kehilangan  kemampuan momentum, juga kemampuan untuk memperlambat lajunya, jika belum menghentikan sepenuhnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat