ILUSTRASI Baitullah Kabah di Makkah dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Ismail AS. | DOK PXHERE

Kitab

Ibrahim Abul Anbiya: Biografi al-Khalil yang Kaya Perspektif

Ibrahim Abul Anbiya adalah referensi paling komprehensif tentang Nabi Ibrahim pada masa kini.

 

 

Teladan manusia lintas zaman dan peradaban adalah Nabi Ibrahim. Dialah bapak para bangsa, peradaban, dan nabi-nabi. Ibrahim adalah nabi yang luar biasa bersungguh-sungguh memasrahkan diri kepada Allah. kesabarannya sungguh luar biasa, melampaui kualitas kesabaran manusia biasa. Karena itulah Allah menobatkannya sebagai Rasul Ulul Azmi atau utusan Allah dengan cobaan yang luar biasa berat.

Kitab suci mengabadikan perjalanan Nabi Ibrahim yang penuh liku. Di antaranya adalah cobaan berupa istrinya Sarah hendak diambil paksa oleh penguasa Mesir yang gila wanita. Namun Allah melindungi Ibrahim dan istrinya sehingga mereka tetap selamat dan keluar dari negeri tersebut.

Setelah menikahi Hajar dan baru saja mempunyai anak Nabi Ismail alayhis salam, Allah memerintahkan Ibrahim membawa istri dan anaknya menuju lembah tak berpenghuni antara Bukit Shafa dan Marwah. Bekal yang ditinggalkan untuk keduanya adalah doa: Rabbij'al hadza baladan aminan warzuq ahlahu minats tsamarati man amana minhum billahi wal yaumil akhir. Artinya, " Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian." (al-Baqarah: 126).

Tinggal di sana, Hajar mencari air untuk diminum, tapi tak ada. Dia berlari kecil antara Shafa dan Marwah, hingga akhirnya Allah menganugerahkan mata air Zamzam. Sumber air ini tetap ada hingga detik ini yang berada di dalam Kompleks Masjid al-Haram. Sedangkan upaya Hajar berlari kecil tadi diabadikan menjadi ritual berlari kecil (sa’i) yang menjadi kewajiban melaksanakan umrah dan haji.

Baru saja Ismail tumbuh, lucu dan sangat dicintai, tiba-tiba Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih buah hatinya. Dengan nama Allah, Ibrahim bersungguh – sungguh hendak melaksanakan perintah itu, meski setan terus menggodanya dari tiga penjuru. Kemudian Ibrahim dan keluarganya melempari setan dengan batu sehingga menghilang. 

Ismail sendiri tak memberontak. Dia menaati dan mempersilakan Ibrahim menyembelihnya, karena itu adalah perintah Allah. Kesungguhan dan kekuatan niat mereka membuat Allah memerintahkan Ibrahim dari yang semula menyembelih Ismail, menjadi domba. 

Allah kemudian mengabadikan peristiwa ini dengan ibadah kurban yang menjadi syariat Islam dan terlaksana hingga detik ini. Umat Islam di berbagai negeri ramai melaksanakan kurban setiap Idul Adha. 

Sedangkan upaya melawan godaan setan dengan melempari batu diabadikan Allah menjadi syariat lempar jumrah yang merupakan kewajiban dalam melaksanakan haji.

Itulah legasi Nabi Ibrahim. Usia legasi itu sudah empat ribu tahun. Usia yang luar biasa lama. Namun tetap diamalkan jutaan orang. Tak peduli peradaban apa dan dari negeri mana, mereka melestarikan sunnah Ibrahim dan mengajarkan syariat itu kepada anak dan cucu. 

Ini merupakan legasi berupa ibadah yang sangat tua, diwariskan turun temurun melalui para nabi. Juga menjadi inspirasi peradaban. Syariat tersebut mengubah tradisi manusia dari yang gila dunia menjadi cinta akhirat, lebih dekat dengan Allah, dan menyadari kefanaan dunia. Ketika melaksanakan sai, meneguk zamzam, dan melempar jumrah, seseorang tak lagi memikirkan apakah ini rasional atau tidak, tapi ini adalah totalitas beriman kepada Allah. Bahwa ini adalah upaya memasrahkan diri kepada Allah dan juga berterima kasih sekaligus merenungkan perjuangan khalilullah menegakkan panji tauhid di tanah yang dahulu tidak bertuan, tandus, dan tak disinggahi siapa pun.

Literatur sejarah dan teologi selalu menyebut nama Ibrahim berkali-kali. Tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam, adalah yang paling sering menyebut al-Khalil dalam lembaran kitab suci. Begitu pun hadis, atsar sahabat, dan ungkapan ulama dalam berbagai buku. Semuanya menghormati al-Khalil dengan sebutan bapak para nabi. 

Alquran mengabadikan kisah nabi ini dalam sebuah surah Ibrahim. Ini adalah surah ke-14 dalam Alquran yang terdiri dari 52 ayat. Diturunkan di Makkah, tempat Ibrahim dahulu tinggal bersama Hajar dan Ismail, surah ini mengandung doa Nabi Ibrahim yaitu ayat 35 sampai dengan 41. Di antara doanya adalah sebagai berikut:

"Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (ayat 35).

“Ya Tuhan, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barangsiapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku, dan barang-siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (ayat 36)

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (ayat 37).

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.” (ayat 38).

photo
Kover Ibrahim Abul Anbiya - (Turos Pustaka)

Abbas Aqqad dan buku Ibrahim Abul Anbiya 

Cendekiawan abad ke-20, Abbas Mahmud Aqqad (1889-1964) menyusun biografi al-Khalil dalam karyanya berjudul Ibrahim Abul Anbiya (Ibrahim Bapak Para Nabi). Disusun berdasarkan perspektif Taurat, Injil, Alquran, buku-buku sejarah, dan pendekatan arkeologis, Buku ini menjadi referensi termutakhir dan kokoh tentang Nabi Ibrahim.

Dengan membaca buku tersebut, kita akan mendapatkan gambaran utuh peribadatan manusia dari berbagai zaman. Kita diajak berpetualang dari Babilonia, Mesir kuno, Mesopotamia, Kerajaan Palestina dengan Yerussalem (atau Darussalam) sebagai ibu kota, dan kota-kota sekitarnya yang pada masa kini masuk wilayah Israel. Juga ke Hijaz, daerah yang pada masa Ibrahim tak bertuan, tapi kini menjadi tempat tujuan jutaan orang dari berbagai benua dan zaman. Karena di Hijaz umat Islam melaksanakan ritual haji, ibadah kuno yang merupakan warisan Ibrahim dan para nabi sebelum dan sesudahnya.

Ibrahim Abul Anbiya merupakan kitab sejarah agama yang multiperspektif, sehingga cocok untuk studi agama-agama. Referensi otoritatif ini lebih dulu ada sebelum World Religion karya Huston Smith dan History of God Karen Armstrong. Buku tadi merupakan referensi babon para pengkaji agama masa kini yang mengupas sejarah manusia menyembah Tuhan, sejarah agama yang berkembang di dunia, dan menjadi keimanan masyarakat sejak lama.

Bagian pertama Ibrahim Abul Anbiya mengupas cerita kelahiran sang nabi berikut manhaj penyusunannya. Sekilas terlihat Aqqad sebagai pengarang menggunakan metode yang mirip digunakan Ibnu Khaldun dalam menyusun Kitab al-Ibar mulai dari bagian muqaddimah hingga jilid kedelapan. Ibnu Khaldun memverifikasi berbagai sumber, seperti cerita terdahulu dan melakukan telaah kritis sejumlah buku. Aqqad pun demikian, dia memastikan berbagai referensi mengenai Ibrahim apakah benar atau sebaliknya. Kemudian memasukkannya sebagai acuan dan dasar analisis mengenai perjalanan hidup al-khalil.

Bagian kedua menceritakan referensi israiliyat. Rujukannya adalah Taurat dan cerita-cerita Bani Israil yang diambil dari sejumlah buku. Bagian lainnya menjelaskan referensi Injil tentang Ibrahim. Ada juga syarah yang diambil dari Tradisi Sabaiyah atau Shabi’in mengenai Nabi Ibrahim. Ini merupakan referensi yang diyakini sudah ada sejak masa Babilonia. Yang paling terakhir adalah referensi dari Alquran dan hadis dalam tradisi Islam.

Buku ini merujuk kepada referensi-referensi yang berkelas. Meski Abbas Mahmud al-Aqqad bukan pengkaji situs purbakala, tapi dalam buku ini, dia merujuk karya arkeolog ternama yang serius menggali sejarah Ibrahim, dan situs kuno yang ada di Mesir, Israel, Palestina, dan Arab. Temuan mereka itu dikombinasikan dengan referensi keagamaan, seperti Kitab Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, Israiliyat, dan Alquran, yang mengangkat kisah tentang Ibrahim. Juga referensi para sejarawan Islam, seperti Ibnu Katsir, berikut sejarawan Yahudi dan Kristen. Lalu diperkuat juga dengan pengalamannya mengunjungi sejumlah museum.

Keunggulan lainnya, buku ini merupakan karya yang mengupas sejarah Nabi Ibrahim dari berbagai perspektif. Ada perspektif Agama Mandaean (Shabiah/Sabyan), Yahudi, Kristen, Islam, dan penelitian saintifik.  Kita bisa melihat bagaimana kekuatan masing-masing perspektif tadi, sekaligus kelemahannya. Dalam literatur Yahudi dan Kristen misalkan, tidak ada cerita perjalanan Nabi Ibrahim bersama Hajar dan Ismail ke Hijaz. Sementara Islam menjelaskan adanya perjalanan tersebut, dan mengakibatkan munculnya kehidupan di tanah yang semula begitu tandus. Kemudian ditemukanlah air mata Zamzam. Datanglah pengelana dari Bani Jumhur untuk hidup bersama Hajar. Lalu Berdirilah Ka’bah yang disebut sebagai rumah Allah, arah pandangan semua Muslim shalat.

Tak hanya Ibrahim, buku ini juga mengulas anak-anak Ibrahim yang membentuk peradaban dan monarkhi yang mempengaruhi peradaban dunia yang luar biasa. Seperti Ismail dan keturunannya. Ada bangsa arab,  seperti Kaum Ad dan Tsamud, Himyar, juga Abdul Manaf yang merupakan leluhur bangsa Arab, lalu ada suku jumhur yang menjaga Ka’bah dari masa ke masa, hingga sampai kepada Rasulullah dan dinasti Islam setelahnya (Umayyah, Abbasiyah, dan lainnya)...

Lalu dari jalur Nabi Ishaq, lahirlah orang-orang hebat, seperti Nabi Ya’qub, Yusuf, kemudian Nabi Daud yang menjadi pembesar dan penguasa Israil, Sulaiman, dan para nabi dan penguasa setelahnya.

Pembaca yang tidak memiliki wawasan sejarah kuno akan berat dan geleng-geleng membaca buku ini. Begitu juga mereka yang belum pernah sampai dan berkeliling di negara-negara Irak, Iran, Mesir, Suriah, Israel, Yordania, dan Arab Saudi. Sebab, buku ini banyak mengupas daerah-daerah kuno di sana.

Namun, untuk membaca buku terjemahan ini, penerbit memberikan sejumlah kemudahan. Tanpa harus lelah mencari penjelasan mengenai tempat kuno yang disebutkan, pembaca cukup membaca catatan kaki yang sudah disediakan. Insya Allah itu menjadi informasi dasar mengenai berbagai istilah asing dalam buku ini. Kemudian ada juga ilustrasi dan gambar sejumlah tempat yang diperkirakan pernah didatangi Nabi Ibrahim. Cukup dengan membaca buku ini, pembaca sudah mendapatkan semuanya dan memahaminya dengan komprehensif.

Generasi masa kini perlu membaca buku ini dengan seksama, sehingga mendapatkan pemahaman utuh tentang Nabi Ibrahim, bapak agama-agama, para nabi, dan juga peradaban serta bangsa besar. Pada masa ini, hanya Ibrahim Abul Anbiya referensi tentang Nabi Ibrahim yang komprehensif. Karena itu harus kita baca dan ceritakan isinya kepada orang – orang sekitar kita agar mengetahui geneaologi keimanan kita.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat