Warga mencoba mengakses salah satu fintech syariah di Jakarta, Ahad (15/3/2021). Negara-negara non-Muslim sangat agresif memainkan peran di industri halal. | Prayogi/Republika.

Ekonomi

Mewaspadai Negara Non-Muslim di Industri Halal

Negara-negara non-Muslim sangat agresif memainkan peran di industri halal.

OLEH RAKHMAT HADI SUCIPTO

Pesan ini bukan menakut-nakuti atau mengada-ada. Inilah fakta yang sedang terjadi dalam kompetisi industri halal di kancah global. 

Tentu saja kenyataan tersebut justru harus menjadi perhatian serius bagi negara-negara Islam atau negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam, termasuk Indonesia. Lengah sedikit saja, maka banyak negara non-Islam yang bakal mengambil kue besar yang ditawarkan oleh industri halal.

Mereka tampak sangat berambisi mengambil peran dominan dalam ekonomi syariah atau bisnis Islami tersebut. Maklum saja, industri halal kian mendapat tempat di hati masyarakat global.

Lalu, apa buktinya negara-negara non-Muslim agresif menggarap pasar industri Islami? Laporan Global Islamic Fintech (GIFT) Index telah menunjukkan fakta banyak negara Islam yang mulai keteteran menghadapi agresivitas negara-negara non-Muslim.

Dalam laporan GIFT Index terakhir, yang dirilis oleh DinarStandard berkolaborasi dengan Salaam Gateway dan Dubai the Capital of Islamic Economy, ternyata Inggris sebagai negara non-Muslim dan berpenduduk Islam minoritas sudah menempati posisi kelima dengan skor 57. Inggris persis di bawah Indonesia yang menempati urutan keempat dalam Index GIFT dengan skor 66. Artinya, selisih skor Indonesia dengan Inggris hanya 10 poin.

photo
Laporan Global Islamic Fintech (GIFT) Index menunjukkan agresivitas negara-negara non-Muslim dalam industri fintech syariah. - (GIFT Index/CDN.Salaamgateway.com)

Bahkan, dalam daftar 20 besar GIFT Index, secara keseluruhan ada delapan negara non-Islam yang mampu bersaing dengan negara-negara anggota Kerja Sama Islam (OKI) atau negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Singapura, Amerika Serikat, dan Hong Kong, masing-masing mampu menyusup pada posisi ke-12, 13, dan ke-14. Skor masing-masing juga sudah lumayan, yaitu 41, 41, dan 40 poin. Mereka berhasil mengungguli Oman yang hanya mampu menempatkan diri pada urutan ke-15 dengan skor 38.

Australia berada pada urutan ke-16 dengan skor 35. Swis dan Kanada menyusul pada urutan ke-17 dan 18 dengan skor sama, yaitu 35 poin. Bahkan ketiga negara tersebut mampu mengalahkan Bangladesh yang berada pada posisi ke-19 dengan skor 35. Luxembourg mampu mengambil posisi ke-20 dengan skor 34.

Tayyab Ahmed, Associate Partner Islamic Finance Lead DinarStandard mengemukakan bahwa dibandingkan dengan peringkat 10 teratas, peringkat 20 teratas memiliki proporsi yang jauh lebih tinggi dari negara non-OKI. Ini menunjukkan mereka adalah ekosistem yang berkembang pesat dan dapat bersaing dengan pemain lama pada tahun-tahun mendatang.

Dilihat dari proporsinya, 12 dari 20 negara teratas atau 60 persen adalah OKI atau negara mayoritas Muslim, sedangkan delapan negara atau mencapai 40 persen adalah negara non-OKI.

Menurut Ahmed, market fintech Islam negara-negara OKI pada 2020 sudah mencapai 49 miliar dolar AS. Jumlah ini mewakili 0,72 persen dari pasar fintech global saat ini berdasarkan volume transaksi.

Ahmed memperkirakan ukuran pasar fintech Islami untuk negara-negara OKI akan tumbuh 21 persen berdasarkan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) menjadi 128 miliar dolar AS pada 2025. Kenaikan ini sebanding dengan CAGR fintech konvensional sebesar 15 persen.

photo
Perbandingan GIFT Index negara-negara anggota OKI dan kawasan lain. - (GIFT Index/CDN.Salaamgateway.com)

Arab Saudi, Iran, Uni Emirate Arab (UEA), Malaysia, dan Indonesia menjadi lima negara teratas pasar fintech Islami. Secara kolektif, menurut Abdul Haseeb Basit, Co-Founder & Principal Elipses, lima pasar teratas tersebut menyumbang 75 persen dari ukuran pasar fintech Islam OKI. 

Inggris dianggap sebagai salah satu pusat fintech global terkemuka yang bakal menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan signifikan. Negara ini memiliki lingkungan bisnis yang kondusif, dengan lingkungan peraturan perintis yang baik, sektor teknologi berkembang pesat, basis talenta besar, dan infrastruktur pendukung yang memungkinkan Inggris untuk meningkatkan kemampuannya dalam pengembangan fintech Islami.

Keunggulan teknologi

Managing Director DDCAP Group, Stella Cox CBE, perusahaan penyedia fintech terkemuka dengan visi untuk menghubungkan pasar keuangan Islam global, mengungkapkan pelaku bisnis ekonomi syariah, terutama yang menggunakan fintech Islami, perlu memperkuat keunggulan teknologi. Dia mencontohkan dalam kondisi yang tak kondusif seperti saat ini ketika seluruh dunia menghadapi pandemi Covid-19, dukungan teknologi memudahkan layanan di seluruh lini bisnis syariah.

Cox pun mengamati pandemi global Covid-19 telah memberikan dampak besar terhadap perubahan cara berbisnis di industri halal. Pandemi telah memaksa para pelaku pasar keuangan Islam di seluruh dunia meningkatkan kesadaran akan pentingnya keunggulan teknologi keuangan yang sudah mereka miliki.

Fase pertama dari pandemi membawa fokus langsung untuk memastikan akses ke teknologi yang menciptakan efisiensi signifikan pada prosedur operasi sehari-hari. 

Saat pelaku pasar bergulat dengan penerapan praktik kerja jarak jauh yang tiba-tiba dan kebutuhan yang tidak diinginkan untuk merotasi karyawan antara kantor jarak jauh dan fisik, kemampuan untuk menempatkan ketergantungan penuh pada proses otomatis berkelanjutan yang menjamin kelangsungan bisnis adalah yang terpenting.

photo
Pangsa pasar fintech syariah negara-negara anggota OKI. - (GIFT Index/CDN.Salaamgateway.com)

Menurut Cox, platform perdagangan otomatis dan layanan pasca-perdagangan milik DDCAP Group telah tersedia secara luas di pasar selama lebih dari satu dekade dan merupakan penemu jalan dalam memberikan layanan otomatis dengan berbagai kemampuan pemrosesan langsung kepada pasar Islam. 

Cox mengamati ekosistem fintech Islami khususnya di Inggris dan secara umum di banyak negara telah berkembang. Perkembangan teknologi keuangan Islam semula hanya memprioritaskan pemberdayaan. Namun, saat ini sudah muncul teknologi yang lebih unggul sehingga bisa mengganggu pelaku bisnis lainnya yang tidak siap. 

Munculnya perbankan terbuka, jelas Cox, ternyata telah menciptakan peluang yang signifikan bagi pemain teknologi baru dan perusahaan start-up Islam Inggris. Mereka secara proaktif bersaing. Platform peer-to-peer dan crowdfunding untuk kebutuhan UKM dan investasi yang lebih kecil dalam proyek terkait properti dan infrastruktur juga berada di garis depan.

 
Ada persaingan yang tajam untuk mengembangkan pertukaran crypto Islam pertama yang berfungsi penuh.
 
 

“Tahun lalu kami juga melihat sukuk utama pertama di dunia dikirimkan dengan blockchain dan ada persaingan yang tajam untuk mengembangkan pertukaran crypto Islam pertama yang berfungsi penuh,” ungkap Cox, dalam analisisnya, seperti yang termuat dalam Global Islamic Fintech Report 2021.

CEO New World Group Adam Sadiq menjelaskan, ekosistem keuangan Islam memang perlu menghadapi dan mengalami problemnya sendiri agar dapat benar-benar bersaing dengan pasar konvensional. Artinya, keuangan Islam harus berjuang untuk menjadi industri yang melihat ke luar dengan daya tarik global yang melampaui batas. Dengan demikian, industri keuangan Islam harus mampu menghadirkan solusi unik untuk masalah dunia nyata. 

Potensi fintech Islami memang terbukti sangat besar. Sadiq menilai industri Islami akan menjadi sebuah kisah sukses besar baru di dunia. Keuangan Islam termasuk industri muda, tetapi menyediakan peluang besar dan menguntungkan di pasar negara berkembang dan pasar lainnya.

 
Fintech Islam dapat bertindak sebagai pendorong pertumbuhan dan perkembangan.
 
 

“Fintech Islam dapat bertindak sebagai pendorong pertumbuhan dan perkembangan,” ujar Sadiq, petinggi perusahaan perbankan dan investasi spesialis yang berpusat di London, Inggris, dalam analisisnya di Global Islamic Fintech Report 2021.

Sadiq menyatakan, keuangan Islam terbukti sebagai ekonomi utama yang tumbuh paling cepat di dunia. Ekonomi Islam telah menampung satu miliar dari total 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia. “Dalam perekonomian, saat ini kami melihat dislokasi antara pasar konvensional dan ekosistem Islam yang lebih luas pada umumnya,” kata Sadiq.

Perkembangan tersebut, menurut Sadiq, menghadirkan peluang peningkatan yang luar biasa bagi ekosistem model seluruh industri Islami. Di era disrupsi dan digitalisasi, industri keuangan Islam harus mampu menutup kesenjangan ini dengan pasar konvensional dengan menggunakan modal yang cerdas, efisien, dan strategis secara luas menuju bisnis yang kuat dan skalabel, yang dipimpin oleh wirausahawan yang terdorong dan cakap. 

photo
Papan reklame bertuliskan bitcoin di Kuta, Bali, 18 Januari 2018. -- REUTERS/Nyimas Laula - RC17FF2514D0 - (Reuters)

Butuh fleksibilitas

Industri syariah juga harus memberi penekanan pada bisnis yang beroperasi dengan pola pikir laba dan pertumbuhan. Perlu ada fleksibilitas operasional yang didukung oleh tim manajemen yang berpengalaman, cakap, dan selaras yang memanfaatkan rantai pasokan pertumbuhan dari origination hingga eksekusi dan realisasi nilai.

“Teknologi perbankan terbuka telah menjadi pusat daya tarik ekosistem fintech secara global,” ungkap CEO Architect, Mucahit Gundebahar, perusahaan Turki yang bergerak di bidang finansial dan perbankan berbasis teknologi. 

Digitalisasi telah meningkat pesat selama pandemi. Menurut Gundebahar, digitalisasi telah memunculkan produk, layanan, dan perilaku pelanggan baru. Bahkan, digitalisasi juga memicu munculnya ide bisnis inovatif di seluruh dunia dan proses bisnis baru. Karena itulah, model bisnis yang disebut fintech Islami dalam literatur dapat segera didefinisikan sebagai penyesuaian keuangan, perkembangan teknologi ke keuangan Islam dan keuangan etis. 

Gundebahar menyatakan, perusahaan fintech Islami sangat penting karena mereka dapat fokus pada bidang khusus yang tidak dapat dilakukan oleh instrumen konvensional. “Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah melihat beberapa contoh sukses dari model bisnis ini, yang sebagian besar menciptakan ekosistemnya,” jelas Gundebahar.

 
Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah melihat beberapa contoh sukses dari model bisnis ini, yang sebagian besar menciptakan ekosistemnya.
 
 

Sistem perbankan terbuka, yang diperkenalkan sebagai salah satu model keuangan masa depan, mengacu pada model perbankan yang aman di mana pihak ketiga dapat mengakses informasi keuangan pelanggan dengan persetujuan pelanggan. 

Karena itulah, teknologi perbankan terbuka telah menjadi pusat daya tarik ekosistem fintech secara global. Perbankan terbuka yang sesuai syariah membantu organisasi menyediakan verifikasi identitas jarak jauh, pembayaran, dan layanan pendanaan kepada pelanggan mereka.

Jadi, sangat jelas industri syariah menawarkan masa depan yang cerah. Salah satu kunci suksesnya adalah transformasi penggunaan teknologi yang andal. Karena itulah, fintech pada industri halal menjadi kebutuhan, syarat utama bila pelaku ingin sukses dan meraih keuntungan dari sektor ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat