Lakukan deteksi dini (ilustrasi) | Freepik

Sehat

Jangan Abai Kanker Serviks, Pria Pun Berisiko

Lakukan skrining maupun pap smear supaya tidak ada lagi wanita Indonesia yang terkena kanker serviks.

Lima tahun lalu, Rista Adityawati, seorang penyintas kanker serviks, mengalami gejala keputihan cukup banyak. Tak hanya itu, saat jadwal menstruasi tiba, Rista mendapati volume darah yang lebih banyak daripada biasanya. “Biasanya mens seminggu, nah ini dua minggu dan banyak sekali sanpai pembalut luber penuh,” kata Rista.

Rista sempat menerka-nerka jika kondisi yang dialaminya akibat pertambahan usia yang memasuki 40 tahun kala itu. Akan tetapi ia semakin kaget ketika mengeluarkan bercak darah setelah berhubungan suami istri. Dari situlah ia kemudian memutuskan memeriksakan diri ke layanan kesehatan.

Rista awalnya memeriksakan diri ke dokter kandungan. Ia dianjurkan untuk pap smear, kemudian dirujuk ke dokter spesialis onkologi atau khusus menangani kanker . Dia pun menjalani tes ulang hingga hasilnya dia divonis menderita kanker serviks. “Saya down, sempat menuduh suami, menyalahkan Tuhan, sedih, malu karena serviks dikenalnya karena wanita nakal tapi saya harus menerima,” ujarnya.

Untuk bangkit, ada keluarga yang senantiasa mendukung, termasuk dari anak-anak yang sudah dewasa. Rista selalu punya alasan untuk bertahan. Dia pun menyarankan para perempuan di luar sana tetap menyadari dan melakukan pencegahan sedini mungkin. ‘’Lakukan skrining maupun pap smear supaya tidak ada lagi wanita Indonesia yang terkena kanker serviks,’’ ujarnya.

Kanker serviks masih menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang, khususnya perempuan. Di masa pandemi Covid-19, penderita kanker juga memiliki risiko kematian lebih tinggi saat terinfeksi Covid-19.

photo
Peduli kanker (ilustrasi) - (Freepik)

 

Faktor pemicu

Dokter Widyorini Lestari Hutami Hanafi, Sp.OG (K) Onk, Spesialis Ginekologi Onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais mengatakan, prevalensi kanker serviks menjadi penyakit penyebab kematian nomor dua di Asia dan keempat di dunia. Jadi, angka kejadian kanker ini sebenarnya sangat tinggi. Cara penularannya memang melalui hubungan seksual, tapi diharapkan tidak menjadi penyakit menular seksual.

Memang ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko, seperti multipasangan, menikah usia muda, serta melahirkan banyak anak. Akan tetapi dengan satu pasangan pun tetap bisa terinfeksi HPV. “Dengan partner single pun bisa terinfeksi HPV (virus penyebab kanker serviks),” kata Widyorini dalam ajang pertemuan virtual pada Februari lalu.

Gejala umum yang biasanya ditemukan, seperti keputihan, pendarahan di luar siklus haid, nyeri pinggul menjalar ke kaki, hingga sulit kencing. Akan tetapi sering terjadi pemeriksaan yang menunjukkan kanker sudah stadium lanjut karena pada awalnya tidak bergejala.

Diperlukan pencegahan primer dan sekunder untuk mengatasinya. Pencegahan primer yaitu dengan vaksin. Kedua, deteksi dini atau skrining. “Di awal gejala boleh tidak timbul, tapi saat timbul sudah stadium lanjut. Jadi pemeriksaan rutin sangat penting minimal setahun sekali atau metode baru deteksi HPV negatif diperbolehkan skrining tiga tahun sekali,” ujarnya.

Sedangkan jika tidak dilakukan tes HPV, berarti setahun sekali IVA Test/Pap smear. Walaupun tes lebih mahal, tapi efektivitas biaya sebenarnya lebih rendah karena nantinya bisa tiga tahun sekali.

Anjuran deteksi dini dan vaksinasi HPV juga sejalan dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang baru-baru ini mengumumkan strategi global untuk mempercepat penghentian kanker serviks. Strategi tersebut mengikuti seruan untuk bertindak pada tahun 2018 untuk mengakhiri kanker yang dapat dicegah. Pada tahun 2030, strategi tersebut bertujuan untuk menjangkau 90 persen cakupan vaksinasi HPV, cakupan skrining 70 persen dan akses ke perawatan terkait 90 persen di semua negara.

Hingga saat ini, kanker serviks masih menjadi penyakit yang ditakuti dan memakan banyak korban jiwa. Padahal, kanker dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi HPV dan IVA Test/Pap smear.

Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum dan Pendiri Cancer Information and Support Center (CISC) mengatakan kanker serviks paling banyak diderita orang yang berada di usia produktif, yakni 35-55 tahun. Perjuangan melawan kanker bukanlah hal yang mudah. “Untuk itu, dibutuhkan edukasi yang berkelanjutan terhadap masyarakat luas terkait deteksi dini kanker serviks,” kata Aryanthi.

Vaksin HPV disebut merupakan investasi kesehatan sebagai langkah perlindungan utama dari berbagai macam penyakit di masa depan yang diakibatkan virus HPV.  Di sinilah penting bagi semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama secara berkesinambungan dalam upaya promotif, preventif, diagnosis, kuratif, rehabilitatif dan paliatif untuk penanggulangan kanker yang lebih baik.

Menurut data Globocan 2020, Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab kanker serviks telah merengut 21.003 jiwa, dan terdapat 36.633 kasus baru terhadap perempuan. Artinya, 50 perempuan di Indonesia meninggal setiap harinya, dan hal tersebut menjadikan kanker serviks sebagai kanker urutan kedua di Indonesia.

Terlebih lagi, dari keseluruhan kasus kanker serviks baru yang ditemukan di Indonesia, diketahui lebih dari 80 persen sudah pada stadium lanjut. Pada kondisi ini, pengobatan menjadi lebih sulit, lebih mahal serta tingkat keberhasilan juga menurun.

 

 

Dengan partner single pun bisa terinfeksi HPV (virus penyebab kanker serviks).

 

Dokter Widyorini Lestari Hutami Hanafi, Sp.OG (K) Onk
 

 

 Pria Juga Perlu Waspada

Selain menyebabkan kanker serviks pada perempuan, virus HPV juga dapat menyebabkan beberapa penyakit kulit dan kelamin pada laki-laki. Karena itu, vaksinasi juga direkomendasikan untuk laki-laki. Vaksinasi dianggap sebagai pencegahan primer karena telah terbukti menurunkan insiden kanker serviks. Melalui program vaksinasi HPV, Australia berhasil menurunkan insiden kanker hingga 40 persen.

“Bahkan, Australia telah mencanangkan 2030 bebas kanker serviks karena mereka memulai program vaksinasi HPV nasional sejak 2007,” ungkap Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG, K-onk, Ketua Umum Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) yang juga salah satu penggagas utama dari KICKS.

Upaya pencegahan kanker serviks sangat penting untuk dilakukan sesegera mungkin. Pencegahan itu bisa dengan melakukan vaksinasi HPV yang membuat tubuh membentuk antibodi, sehingga memiliki kekebalan terhadap virus yang berisiko tinggi sebabkan kanker serviks. Vaksinasi HPV penting dilakukan sedini mungkin agar mengurangi risiko terkena virus.

Kematian akibat kanker serviks diprediksi meningkat hampir 50 persen pada tahun 2030 jika tidak ada langkah preventif. Dokter R. Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS, selaku Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais mengatakan, sebagian besar pasien tidak mengetahui bahwa pada akhirnya mereka mengidap kanker serviks. Sebab, kanker serviks adalah kanker yang sangat sulit dideteksi pada stadium awal, karena memang tidak ada gejala yang terlihat dan keluhan apapun dari pasien.

“Untuk itu, kami selalu mengingatkan para perempuan untuk melakukan deteksi dini melalui IVA Test atau pap smear dan vaksinasi HPV sebagai cara untuk mencegah kanker serviks,” kata dia.

Anjuran deteksi dini dan vaksinasi HPV juga sejalan dengan langkah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang baru-baru ini mengumumkan strategi global untuk mempercepat penghentian kanker serviks. Strategi tersebut mengikuti seruan untuk bertindak pada tahun 2018 untuk mengakhiri kanker yang dapat dicegah. Pada 2030, strategi tersebut bertujuan untuk menjangkau 90 persen cakupan vaksinasi HPV, cakupan skrining 70 persen dan akses ke perawatan terkait 90 persen di semua negara.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat