Pengasuh Pesantren Wali di Semarang Jawa Tengah KH Anis Maftuhin (Kiri) dan Ust Luqman Hakim Arifin menunjukkan halaman muka Kamus Safinatun Naja yang merupakan terobosan baru mengkaji turos. | Erdy Nasrul

Kitab

Kamus Safinatun Naja Permudah Awam Belajar Kitab Kuning

Pondok Pesantren Wali di Semarang menerbitkan Kamus Safinatun Naja yang merupakan terobosan baru mengaji turos.

 

Kitab kuning telah menjadi kebutuhan penting untuk memahami dan mendalami ajaran ajaran Islam di tengah perkembangan zaman. Berbagai lembaga pendidikan dan majelis taklim mengkaji kitab kuning. 

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling awal mengkaji, mendakwahkan, dan menyebarluaskan kitab kuning. Jebolannya kemudian mengajarkan dan mengamalkan kitab kuning di tengah kehidupan sehari-hari.

Kitab kuning merujuk kepada kitab-kitab tradisional. Isinya berupa pelajaran agama Islam yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari fikih, akidah, akhlak, tata bahasa arab, hadis, tafsir, ilmu Alquran, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan. Disebut kitab kuning, karena biasanya kertas yang digunakan buku ini berwarna kuning. Sebutan lainnya adalah turos atau kitab klasik.

Tak hanya di Indonesia, kitab semacam ini dikaji para orientalis sejak ratusan tahun lalu. Kitab kuning adalah wasilah yang menghubungkan peradaban Islam dan Barat, sehingga muncullah abad modern yang menjadi titik balik peradaban Barat, dari dark age (era kegelapan) menuju era renaissans. Dari kitab kuninglah orang Barat memahami falsafah Yunani, seperti dari kitab al-Falsafah al-Ula Abu Ya’qub al-Kindi, al-Jam’u Bayna Ra’yay al-Hakimayn Abu Nashar al-Farabi, dan berbagai risalah Ibnu Sina.

Dari sinilah diketahui, bahwa turos merupakan pegangan untuk menghadirkan perubahan peradaban. Juga mencerahkan peradaban, sehingga budaya ilmiah terbangun. Yang dari situ, masyarakat mencintai ilmu, menciptakan inovasi, menata kehidupan, lebih sejahtera, mewujudkan keadilan, dan mewujudkan kebahagiaan.

Menyadari pentingnya menjaga turos, Pondok Pesantren Wali, Candirejo Tuntang Kab Semarang terus berupaya melakukan inovasi literasi. Tujuannya memudahkan umat Islam mengakses kitab kuning. Salah satunya dengan menyusun kamus khusus untuk kitab kuning rujukan. 

Untuk edisi perdana, Pondok Pesantren Wali telah menyelesaikan penyusunan Kamus Safinatun Naja. "Kamus ini disusun oleh santri mahasiswa yang tergabung dalam Wali Arabic Club'," papar KH Anis Maftuhin, Pengasuh Ponpes Wali, dalam acara Haflah Akhir Sanah dan Khataman Ponpes Wali 2021, 3 April 2021 di Kampus Putra Pondok Pesantren Wali. 

Safinatun Naja merupakan kitab dasar tentang fikih. Kitabnya tipis. Biasa dikaji santri yang baru mempelajari khazanah keislaman. Kitab kecil ini tidak hanya menjadi acuan belajar fikih bagi umat Islam di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia. Karena bahasanya sederhana, kitab ini juga menjadi rujukan fikih bagi para pelajar sebagian negeri di Afrika dan Timur Tengah. Di Hadramaut Yaman misalnya, hampir semua anak kecil diajarkan fikih dengan kitab Safinah baik di rumah maupun di lembaga pendidikan.

Bahkan di benua Eropa, kitab ini menjadi media paling mudah untuk mengenalkan ilmu fikih bagi para mu’allaf, (orang-orang yang baru masuk Islam). Tidak heran, jika Kitab Safinatun Najah telah di translate ke berbagai bahasa lokal dan global. Mulai dari bahasa Jawa, Melayu, Sunda hingga berbagai negara seperti Cina, Afrika, Inggris, Jerman, Belanda, dan negara lainnya.

Pengarang kitab ini adalah Salim Ibn Sumair al-Hadrami yang hidup pada abad ke-20. Dia adalah guru yang tak hanya bergulat dalam dunia pendidikan, tapi juga seorang qadli’ nan ahli politik, penasehat Sultan, sekaligus memiliki keahlian dalam bidang militer.

Tim penyusun Kamus Safinatun Naja terdiri dari Aghna Hawari, M Yusril, Risma Ariesta dan Leni Mardianto. Keempatnya adalah mahasiswa IAIN Salatiga yang mengikuti program pesantren mahasiswa di Ponpes Wali. 

Tak berhenti di Safinatun Naja, tim ini akan menyusun kamus kitab kitab kuning lainnya.  "Selain menjadi bagian dari pendidikan literasi bagi para santri, program ini juga kami maksudkan untuk mempermudah umat dalam belajar membaca dan memahami kitab kuning," imbuh KH Anis Maftuhin. 

Saat ini kitab kitab kuning yang akrab di kalangan pesantren mulai mendapat perhatian dari kalangan umum di luar pesantren. "Ini merupakan kabar baik. Maka, santri perlu didorong untuk melakukan inovasi literasi agar umat Islam Indonesia bisa merasakan manfaat strategis mengkaji kitab kuning," ujarnya.

Meski berlabel kamus, buku ini tak semata berisi kata dalam bahasa Arab dan terjemahannya yang tersusun urut abjad. Buku ini juga dilengkapi dengan i'rab per kata dengan lengkap. I'rab adalah aspek tata bahasa Arab yang mengatur perubahan bunyi kata akibat perubahan kasus atau fungsi kata tersebut dalam kalimat. 

Isi lengkap kitab Safinatun Najah juga disertakan. Jadi, santri bisa langsung membaca buku itu dan bila ada kata yang belum diketahui artinya dan i'rabnya bisa ditelusuri di kamus yang berada di bagian lain buku ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat