Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Suntik Kolera untuk Pagebluk Nyi Roro Kidul

Orang-orang di Batavia menyebut vaksinasi ini dengan nama suntik kolera.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Pada November 1927, Batavia diserang wabah kolera. Tanjung Priok dan Weltevreden yang mendapat serangan wabah ini.

Pada Jumat, 25 November 1927, diumumkanlah rencana vaksinasi dengan terlebih dulu menyatakan bahwa Batavia sudah terinfeksi basil kolera. Orang-orang menyebut vaksinasi ini dengan nama suntik kolera.

De Locomotief edisi 21 November 1927 menyebutkan, sekitar 110 liter vaksin antikolera didatangkan dari Bandung. Dokter Van Driessche (pernah menjadi kepala Dinas Penanggulangan Wabah Pes, Pestbestrijdingsdienst, di awal 1920-an menggantikan dokter Runge) yang diperbantukan ke Jakarta juga membawa 20 liter vaksin antikolera.

Majalah Kejawen terbitan Balai Pustaka edisi 29 Desember 1927 menurunkan cerita banyaknya tempat suntik kolera disediakan di Batavia. Warga yang sakit mendatangi tempat-tempat suntik ini. Dua puluh dokter menangani suntik kolera ini.

Antusiasme masyarakat untuk suntik kolera ini disebut sangat besar, menandakan mereka sudah percaya kepada dokter. Kantor-kantor juga mengadakan tempat vaksinasi dengan mendatangkan dokter.

 
Antusiasme masyarakat untuk suntik kolera ini disebut sangat besar, menandakan mereka sudah percaya kepada dokter.
 
 

Awal Desember 1927, menurut laporan De Locomotief edisi 2 Desember, Semarang pun melakukan antisipasi dengan menyediakan vaksinasi di rumah sakit dan klinik. Rumah sakit pusat mengadakan suntik kolera setiap Senin dan Kamis, pukul 06.00-11.00.

Klinik rawat jalan alun-alun mengadakan suntik kolera pada Rabu dan Sabtu, pukul 10.00-11.00. Poliklinik Tionghoa Gang Gambiran mengadakan suntik kolera pada Senin, Rabu, Kamis, pukul 08.00-11.00. Kantor polisi mengadakan suntik kolera Selasa dan Jumat, mulai pukul 09.00.

Selama masa vaksinasi, ada pula anjuran untuk menghindari penumpukan orang-orang di tempat-tempat vaksinasi. Anjurannya berupa pergi ke dokter keluarga untuk suntik kolera itu.

Vaksinasi di kantor-kantor juga bagian dari anjuran menghindari banyaknya orang berkumpul di tempat-tempat vaksinasi. Anjuran lainnya, menyegerakan ikut vaksinasi, jangan menunda, karena wabah bisa makin meluas. Wabah di Priok dan Weltevreden dianggap telah menunjukkan kondisi yang parah. Kerja keras ini memberikan hasil dengan berhentinya wabah kolera di Batavia.

 
Anjuran lainnya, menyegerakan ikut vaksinasi, jangan menunda, karena wabah bisa makin meluas.
 
 

Wabah kolera ini diduga berasal dari tanah seberang. Karena itu, setiap kapal yang akan melabuh ke Tanjung Priok harus mengibarkan bendera kuning jika ada penumpang yang terkena kolera. Kapal juga diwajibkan didisinfektan. Kemudian di darat dipersiapkan penyambutan untuk para penumpang.

Penumpang geladak, penumpang kelas tiga, dan empat, turun dalam pengawasan dan wajib lapor ke dokter pelabuhan setiap hari untuk pemeriksaan selama karantina. Mereka harus membayar 25 gulden.

Penumpang kelas 1 dan 2 didatangi dokter di kapal selama karantina. Karantina diberlakukan lima hari, termasuk lama perjalanan kapal. Jika perjalanan kapal memerlukan dua hari, berarti karantina perlu tiga hari lagi setelah tiba di pelabuhan tujuan.

 
Penumpang kelas 1 dan 2 didatangi dokter di kapal selama karantina. Karantina diberlakukan lima hari, termasuk lama perjalanan kapal.
 
 

Mereka yang akan berangkat dari Priok juga diperiksa dokter sehingga yang sakit kolera tak diperbolehkan naik ke kapal. Namun, aturan ini tidak berlaku untuk perjalanan jarak pendek di Jawa karena bisa menggunakan kereta api untuk mencapai pelabuhan lain di Jawa.

Jauh sebelum masyarakat umum percaya kepada dokter, setiap ada penyakit menular mereka cukup menyebut sebagai pagebluk. Mereka tak tahu apa jenis penyakitnya, tetapi mereka percaya penyebabnya adalah lelembut utusan Nyi Roro Kidul yang memerlukan banyak orang untuk membantu penyelenggaraan hajat yang akan digelar Nyi Roro Kidul.

Dari sini, menurut Kejawen, cerita pun berkembang dengan sangat beragam. Misalnya, ada yang mengaku telah bertemu kolera di jalan, wujudnya ya seperti manusia biasa, membawa botol berisi air. Setiap bertemu orang, ia tawari minum. Orang yang meminumnya lalu buang-buang air besar terus dibawa ke laut selatan.

 
Ada yang mengaku telah bertemu kolera di jalan, wujudnya ya seperti manusia biasa, membawa botol berisi air. Setiap bertemu orang, ia tawari minum. 
 
 

Ada juga yang memberi kesaksian telah mengalami sendiri. "Untungnya, begitu sampai di hadapan Kanjeng Ratu Kidul terus sadar. Lha ini tadi saya pasti dimakan kolera terus saya disuruh mencuci piring, tetapi piring-piringnya selalu pecah. Setiap diberi makan, tak saya makan. Terus saya memilih menyembelih ayam saja karena kesukaan saya memang ayam panggang. Begitu ketahuan, saya diusir, ya terus pulang.

Tiba di rumah, ternyata sedang ada tahlilan tujuh hari. Terus saya berteriak, 'Saya tidak mati.' Saya lantas ikut tahlilan, jadi tahlilan kembali hidup."

Vaksin kolera sudah ada sejak akhir 1800-an. Mengutip sebuah jurnal kedokteran, De Expres edisi 30 September 1912 menyebut Direktur Institut Pasteur, dr Nijland, mengumumkan hasil uji vaksinasi antikolera di Semarang, Surakarta, Batavia, dan Mister Cornelis.

Orang-orang yang disuntik kolera di Semarang tak ada yang terjangkit kolera dan tak ada yang meninggal. Mereka yang tidak divaksin terjangkit kolera 14,2 persen dengan angka kematian 5,2 persen.

photo
Ilustrasi peta pada masa Kota Batavia - (Islam Digest/Republika)

Di antara orang-orang yang disuntik kolera di Surakarta ada 3,2 persen yang terjangkit kolera, tetapi tak ada angka kematian. Sedangkan yang tidak disuntik kolera ada 15,7 persen yang terjangkit kolera dan angka kematiannya 12 persen.

Di Batavia dan Mister Cornelis ada 0,87 persen yang terjangkit kolera dari orang-orang yang disuntik kolera dengan angka kematian 0,12 persen. Yang tidak disuntik kolera, 6,4 persen terjangkit kolera dan angka kematiannya 3,2 persen.

Orang-orang yang ikut uji klinis suntik kolera di Semarang, Surakarta, Batavia, dan Mister Cornelis ini semuanya adalah orang-orang Eropa.

photo
Gedung gedung tua Kota Tua Jakarta (21/01/1993). Di Area ini dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia) adalah wilayah kecil di Jakarta. Wilayah khusus yang memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka) . Soemarsono/Republika - (DOKREP)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat