Sejumlah pengungsi mengantre bantuan logistik yang terdampak gempa bumi di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (21/1/2021). | AKBAR TADO/ANTARA FOTO

Fatwa

Korban Bencana Menjarah Bantuan Logistik, Bolehkah?

Apakah boleh menjarah logistik bencana meski dalam kondisi membutuhkan atau kelaparan?

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Beberapa hari lalu, segelintir warga yang terdampak gempa di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, menjarah bantuan logistik untuk korban bencana. Bantuan tersebut sebenarnya hendak dibagikan tim tanggap bencana ke beberapa lokasi.

Bagaimana pandangan fikih mengenai kondisi tersebut? Apakah boleh melakukan penjarahan meski dalam kondisi membutuhkan atau kelaparan?

Dai yang juga anggota Dewan Mudzakarah Pengurus Pusat Hidayatullah Ustaz Abdul Kholiq menjelaskan, pada dasarnya mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak benar sesuai syariat adalah haram. Meski demikian, dalam kondisi terpaksa atau tanpa unsur kesengajaan dan tidak melampaui batas, seseorang boleh mengonsumsi sesuatu yang haram sebagaimana keterangan QS al-Baqarah ayat 173.

Ia menjelaskan, syarat seseorang yang akan mengonsumsi barang yang diharamkan tersebut harus dalam kondisi darurat, yaitu terancamnya jiwa atau salah satu dari fungsi anggota badannya. Selain itu, terdapat aturan yang mesti dipatuhi ketika akan mengonsumsi barang haram saat kondisi darurat.

Mereka sebenarnya tidak menginginkan untuk mengonsumsi barang tersebut, tidak sengaja, dan/atau sebagai orang yang terkena kedaruratan. Menurut Ustaz Kholiq, seseorang boleh mengonsumsi sesuatu yang haram jika sebatas mempertahankan hidup dan bukan untuk dijadikan cadangan makanan sehari-hari.

Bagaimana bila korban bencana menjarah milik orang lain yang mampu? Ustaz Kholiq menjelaskan, seseorang yang memiliki kemampuan berlebih sejatinya harus menolong orang yang tertimpa bencana, terlebih dalam hal kebutuhan pokok.

Namun, bila dalam kondisi sangat darurat bencana dan banyak orang membutuhkan bantuan, sementara ada orang yang mampu tetapi tidak mau mengeluarkan bantuan, Ustaz Kholiq menjelaskan, bagi orang-orang yang kelaparan atau kesulitan karena tertimpa bencana alam boleh mengambil barang yang dibutuhkan milik orang yang mampu tersebut.

Catatannya, menurut dia, barang yang diambil sesuai kebutuhan dan hanya dalam rangka mempertahankan nyawa, semisal makanan atau kebutuhan pokok. Dia menegaskan, tidak boleh mengambil barang-barang bersifat sekunder karena tidak ada kaitannya dengan kedaruratan dan mempertahankan nyawa.

"Kalaupun itu harus mengambil karena berlebih dan semestinya orang yang berlebih itu memang memberikan bantuan kepada yang membutuhkan tadi, maka mengambilnya pun mengambil dalam kondisi atau dengan kadar yang memang benar-benar sesuai kebutuhan, dengan kadar sesuai untuk mempertahankan nyawanya saja, bukan untuk simpanan atau lainnya," kata Ustaz Kholiq.

Lantas, bagaimana bila warga yang menjarah adalah korban bencana alam, sedangkan barang yang dijarah merupakan barang batuan kebutuhan pokok dari donatur yang akan disuplai ke beberapa lokasi gempa?

Dalam kondisi seperti ini, Islam mengajarkan untuk tidak membahayakan atau pun membuat sulit orang lain. Sebagaimana dalam kaidah ushul fikih, yakni tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Bantuan yang dikirim donatur memang merupakan hak korban terdampak bencana alam. Meski yang melakukan penjarahan adalah korban bencana alam, melakukan penjarahan logistik bantuan bencana di tengah perjalanan pendistribusian bantuan tidak dibolehkan. Selain karena dapat membuat kerusuhan dan kesemrawutan pendistribusian bantuan, hal itu juga akan mempersulit orang lain memperoleh bantuan.

 
Penjarahan logistik bantuan bencana akan membuat korban bencana di lokasi lainnya tidak memperoleh bantuan karena logistik yang sejatinya akan dikirim habis dijarah di perjalanan.
 
 

Penjarahan logistik bantuan bencana akan membuat korban bencana di lokasi lainnya tidak memperoleh bantuan karena logistik yang sejatinya akan dikirim habis dijarah di perjalanan.

Oleh sebab itu, Ustaz Khaliq menjelaskan, dalam kondisi tersebut, seorang Muslim dapat mencontoh hubungan antara kaum muhajirin dan kaum ansar. Hubungan keduanya justru saling mendahulukan orang lain yang membutuhkan sebelum dirinya sendiri.

"Mereka lebih mementingkan orang lain dari diri mereka sendiri walaupun mereka dalam kondisi membutuhkan. Itulah ciri mukmin yang dicintai Allah dan anti-penjarahan seperti itu. Kita harus malu dengan orang Jepang, misalnya, yang dalam kondisi darurat pun mereka masih bisa antre, bisa bersabar, dan tak ada penjarahan," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat