Belajar coding | Pixabay

Inovasi

Mengisi Era Digital dengan Belajar Coding

Coding adalah memberi instruksi pada komputer untuk berbuat sesuatu.

Belajar coding kini makin dikenal luas oleh masyarakat. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim, hingga pendiri Apple Steve Jobs, semasa hidupnya pernah mengatakan coding merupakan hal yang penting.

Nadiem Makarim mengungkapkan, lima hingga sepuluh tahun ke depan, kita wajib menguasai dua bahasa. Yakni, bahasa Inggris dan bahasa coding. Senada, Presiden RI Joko Widodo mengungkapkan pramuka harus dididik bukan hanya bahasa Morse, namun juga bahasa dan pengetahuan digital, misalnya coding, artificial intelligence, advanced robotic dan internet of things (IoT).

Steve Jobs juga mengungkapkan, semua orang sebaiknya belajar coding. Karena, coding mengajarkan cara berpikir. Namun, sebenarnya apa itu coding?

Co-founder dan CEO Markoding Amanda Simandjuntak mengatakan coding adalah memberi instruksi pada komputer untuk berbuat sesuatu. Perintah dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dimengerti komputer. Misalnya, seseorang memberikan instruksi supaya komputer yang digunakan bisa memesan makanan. Jika bisa, berarti kodenya berhasil.

bahasa pemrograman komputer sangat banyak. Di antaranya, Java Script, Swift, PHP, Pascal, Scala dan lain sebagainya. Demikian juga dengan tipe area utama pemrograman, yakni language, compilers, embedded systems, operating systems, data science, video game, dev ops, desktop apps, mobile apps dan web apps.

Di web apps sendiri, dunia coding terbagi menjadi front end developer dan back end developer. Namun, ada juga yang full-stack developer.

Amanda mengungkapkan front end developer bertugas  menangani visual atau apa yang terlihat oleh mata. Contohnya, ada warna dan tombol di aplikasi daring.

Kemudian, back end adalah yang bertugas mengurusi kejadian di ‘belakang’  aplikasi. Contohnya, jika ada yang memesan makanan, yang menghitung biaya makan, berapa jaraknya itulah back end developer.

“Kalau fullstack itu bisa dua-duanya, bisa front end, back end. Masih banyak tipe-tipe yang lain. Ada yang buat video game, data scientist, ada yang mengerjakan operating system juga,” ujar Amanda dalam webinar M-Class: Meraih Sukses di Era Digital dengan Belajar Coding, pekan lalu.

Web development, kata Amanda, berkaitan dengan bagaimana membuat laman. “Kalau misal teman-teman langsung mulai belajar aplikasi mobile, itu menurut aku cukup sulit untuk yang baru banget. Sebaiknya teman-teman mulai dari buat web dulu,” kata Amanda.

Pemula juga bisa mempelajari tiga hal utama untuk membuat laman, yakni  HTML, CSS dan JavaScript. Untuk membuat kerangka sebuah laman, programmer menggunakan kode HTML.

Setelah kerangkanya selesai, tampilan laman kemudian dibuat lebih menarik dengan CSS. Contohnya, gaya warna, tipe tulisan, ketebalan dan lain sebagainya. Sedangkan JavaScript berperan membuat laman menjadi lebih interaktif lagi. Contohnya, membuat elemen di laman menjadi tiba-tiba muncul dan menghilang.

Di Markoding, peserta belajar menggunakan platform Skilvul. Amanda juga salah satu co-founder platform tersebut. “Kita membuat platform ini supaya mudah belajar code-nya. Platform ini untuk pemula banget. Jadi kami mendesain ini dengan bayangan kami dulu sebelum pernah belajar coding sama sekali,” ujarnya.

Keterampilan yang Penting

photo
Belajar coding - (Pixabay)

Urgensi untuk belajar coding juga diungkapkan co-founder Skilvul, William Hendradjaja. Menurutnya, belajar coding itu penting, tidak hanya untuk programmer tetapi juga untuk mempersiapkan diri menuju era transformasi digital abad 21. 

Coding juga merupakan soft skill yang penting karena membantu kita memecahkan masalah, kemampuan beradaptasi, kolaborasi, dan komunikasi. “Ini menjadi bekal yang sangat penting untuk kita miliki, karena kita tidak tahu, tiga tahun lagi, lima tahun lagi, jenis pekerjaan apa yang masih ada dan tidak ada,” kata William.

Markoding pun menemukan data berdasarkan Biro Pusat Statistik 2017, 42 persen pengangguran di Indonesia kebanyakan dari lulusan SMK dan SMA. Padahal di satu sisi, permintaan dan kebutuhan di bidang programming masih sangat banyak. 

“Kami berharap melalui Markoding kita bisa membantu adik-adik, terutama yang tidak berkesempatan memiliki pendidikan formal ke jenjang kuliah tetap dapat memulai dan membangun karier sebagai programmer profesional,” ujarnya.

Program Markoding telah dimulai sejak Oktober 2018 dan telah menjangkau lebih dari berbagai 25 sekolah. William menyebutkan, Markoding telah berinteraksi dengan lebih dari 34 mentor dari berbagai latar belakang profesional yang telah membantu partisipan. Hingga saat ini, ada 500 siswa yang telah berpartisipasi melalui program ini dan 192 solusi digital telah diusulkan ke dalam program Markoding. 

Pengalaman Membuat Solusi Digital

Abyan Satrio dan Audrey Borren merupakan alumni dari Markoding Innovation Challenge. Masing-masing dari mereka telah menciptakan solusi digital berbentuk prototipe aplikasi mobile.

Abyan merupakan siswa SMK Prestasi Prima jurusan rekayasa perangkat lunak. Ia pertama kali mengetahui Markoding dari guru-gurunya.  

Gurunya pun kemudian  menawarkan Abyan untuk mengikuti Markoding. Hasilnya, kini ia memiliki solusi digital pengelolaan sampah, yang diwujudkan ke dalam bentuk prototipe aplikasi mobile bernama Rubbish To Point. 

Abyan mengungkapkan, karyanyan ini adalah solusi digital untuk mengubah cara hidup masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan. Caranya adalah dengan, ketika sudah membuang sampah, mereka bisa menukarkan sampah menjadi poin. 

Poin tersebut bisa ditukarkan menjadi barang-barang eco friendly, contohnya tas ramah lingkungan atau sedotan stainless. Abyan membutuhkan waktu tiga bulan untuk membuat aplikasi ini.

Sementara itu, Audrey Borren merupakan siswi SMK Forward Nusantara jurusan tata kecantikan kulit. Sama seperti Abyan, ia juga ditawari oleh gurunya untuk ikut Markoding.

Audrey dan temannya pun menciptakan solusi digital berbentuk prototipe aplikasi mobile, Lugna. Kesukaannya pada isu kesehatan mental menjadi latar belakang Audrey dan temannya menciptakan Lugna. 

Lugna merupakan aplikasi untuk membantu memberikan pertolongan pertama pada masyarakat mengenai kesehatan mental. Lugna memiliki fitur emergency call dan ini merupakan fitur utama Lugna. “Ini fitur utama kami yang dalam keadaan darurat,  bisa langsung telpon lewat emergency call,” ujarnya. 

Di Lugna, pengguna juga bisa menulis jurnal. Dari jurnal itu bisa dimonitor kesehatan mentalnya, apakah semakin buruk, normal atau membaik.

Fitur lainnya, adalah ruang aman. Ini digunakan para penderita kesehatan mental agar tidak merasa sendirian. “Jadi kita mau gather orang-orang dengan mental health buat saling support satu sama lain. Kalian tidak sendiri, ramai-ramai semua lagi berjuang,” kata Audrey.

Menurutnya, tantangan paling berkesan, yakni ketika mulai menciptakan aplikasi dan belajar coding. Karena, ia dan teman-temannya memiliki latar belakang jurusan tata kecantikan kulit.

Kini, ia dan teman-temannya mengaku sangat tertarik dengan dunia programmer. Tak hanya karena bisa memberikan solusi untuk sebuah permasalahan, tapi juga karya yang dihasilkan bisa menjadi sebuah kebanggan tersendiri. 

Kenapa Harus Belajar Coding?

photo
Pentingnya belajar coding di era digital - (Pixabay)

Menurut Data Forbes 2018, teknologi telah mengambil alih 90 persen pekerjaan manusia. “Jadi kita melihat sekarang, mau jualan di warteg aja sekarang semuanya pakai aplikasi. Terus mau jualan kopi sekarang pakai aplikasi. Itu teknologi sudah semuanya ada di kehidupan manusia,” ungkap Co-founder dan CEO Markoding Amanda Simandjuntak.

Kedua, menurut McKinsey Global Institute, ada 800 juta pekerjaan yang akan diautomasi di 2030. Artinya, peran manusia sudah tidak diperlukan dan pekerjaan itu sudah bisa dilakukan oleh mesin.  Peran manusia akan sangat sedikit dan itu adalah hal yang harus diantisipasi.

Ketiga, menurut data KPMG, akan ada 9 juta pekerjaan yang tidak bisa dipenuhi di Indonesia. Selain itu, menurut Amanda, programmer bukan hanya pekerjaan laki-laki, namun perempuan. 

Mungkin saat ini lebih banyak laki-laki yang berkarier menjadi programmer, namun bukan berarti perempuan tidak bisa. “Menurut aku sendiri, perempuan itu kurang PD saja, tapi sebenarnya secara kemampuan itu sama,” tegasnya. 

 

 

 
Tidak ada kata terlambat untuk belajar //coding//. Jadi, kapan pun belajar //coding// itu adalah waktu yang tepat.
Amanda Simandjuntak, Co-founder dan CEO Markoding
 
 

 

Ketidaksesuaian Kurikulum

Kebutuhan industri akan digital talent di Indonesia diperkirakan mencapai 17 juta hingga 2030 berdasarkan data World Bank 2019. Saat ini, Indonesia masih bergelut dengan masalah pengangguran muda atau setingkat lulusan SMA dan SMK yang disebabkan kesenjangan keterampilan.

Selain itu, salah satu masalah pendidikan di Indonesia adalah kurikulum tidak relevan. Saat Amanda Simandjuntak selaku Co-founder dan CEO Markoding berkeliling ke sekolah-sekolah, ia melihat di sekolah tersebut masih mempelajari Microsoft Office. 

Padahal sudah bukan eranya lagi untuk mempelajari itu. Kemudian, bahasa pemrogramannya pun sudah lama. Masalah lainnya adalah guru yang tidak bisa mengajar teknologi.

Menurutnya, akan sulit mengharapkan anak-anak generasi muda Indonesia mmapu mengusai bahasa pemrograman, apabila tenaga pengajarnya pun tidak memahami dunia coding

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat