Sejumlah jurnalis menyalakan lilin ketika aksi peringati 21 Tahun Lahirnya Undang-undang Pers di Lhokseumawe, Aceh, Rabu (23/9/2020). Jurnalis meminta aparat penegak hukum menggunakan UU Pers dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan se | ANTARA FOTO/Rahmad

Fatwa

Menggunakan Kekerasan Saat Interogasi, Apa Hukumnya?

Tak diperkenankan menginterogasi tersangka dengan kekerasan agar mengakui perbuatanya.

Seorang mahasiswa asal Yogyakarta dipaksa mengaku sebagai provokator perusakan dan kerusuhan dalam unjuk rasa yang terjadi beberapa waktu lalu. Mahasiswa tersebut sampai dipukuli aparat hingga mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.

Berkaca dari kasus tersebut, bagaimana sebenarnya hukum penggunaan kekerasan, seperti memukul kepada orang yang ditangkap karena dicurigai melakukan suatu pelanggaran hukum, dalam kacamata Islam? Apakah penggunaan kekerasan dengan tujuan agar orang yang ditangkap mengakui perkara yang dituduhkan itu dibenarkan meski tanpa ada bukti nyata atau hanya berdasarkan kecurigaan?

Untuk menjelaskan hal ini, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) KH Mahbub Maafi menganalogikan dengan kasus pencurian. Menurut dia, para ulama sepakat, jika orang yang dituduh atau yang dicurigai melakukan tindakan melanggar hukum adalah orang yang sehari-harinya dikenal baik ataupun orang yang tidak dikenal apakah sehari-harinya baik atau tidak, aparat diperbolehkan untuk menginterogasi, mencari keterangan atau pengakuan, tetapi tidak boleh dengan melakukan kekerasan.

photo
Petugas penyidik Polisi Wanita (Polwan) menginterogasi tiga tersangka yang diduga muncikari prostitusi daring (online) di kantor Polda Sulawesi Selatan, Makassar, Selasa (25/7). - (ANTARAFOTO)

Keterangan mengenai itu dapat ditemukan dalam al-Mausu'ah al- Kuwaitiyyah al-Fiqhiyyah, juz XII, halaman 245. Menurut Kiai Mahbub, syarat pengakuan yang dapat diterima adalah orang yang memberikan pengakuan tidak dalam tekanan atau paksaan.

Syarat itu sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahatan umatku yang tidak disengaja, lupa, dan yang dipaksakan kepadanya untuk dilakukan." (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah).

Menurut dia, hadis itu jelas menunjukkan bahwa perbuatan atau tindakan seseorang yang dipaksakan tidaklah diperhitungkan. "Karena itu, tidak diperkenankan menginterogasi tersangka dengan kekerasan agar ia mengakui perbuatanya karena pengakuan yang ada dalam tekanan itu tidak bisa dijadikan bukti atasnya," kata Kiai Mahbub kepada Republika, beberapa hari lalu.

 
Pengakuan yang ada dalam tekanan itu tidak bisa dijadikan bukti atasnya.
KH MAHBUB MAAFI, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU
 

Namun, apabila orang yang dicurigai adalah orang yang sudah dikenal terbiasa melakukan perbuatan melanggar hukum, seperti mencuri dan berbuat onar, penggunaan kekerasan dalam proses interogasinya dibolehkan. Ini berdasarkan keterangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam ath-Thuruq al-Hukmiyyah, halaman 151.

Kasus seperti itu terjadi saat sahabat Zubair RA, ketika Rasulullah memerintahkan kepada Zubair bin Awwam untuk melakukan interogasi dengan cara kekerasan terhadap orang yang dicurigai kuat (al-muttaham) menyembunyikan hartanya hingga ia mengakuinya. Meski dalam konteks kedua ini diperbolehkan, Kiai Mahbub mengungkap, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Di antaranya adalah tidak boleh memukul sampai melukai kulit, mematahkan tulang, begitu juga tidak boleh memukul wajah, dada, dan kemaluan karena dapat berakibat fatal.

photo
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Hariyanto (kiri) menginterogasi DR, tersangka pelaku kejahatan penipuan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang saat pers rilis di Mapolres Metro Tangerang Kota, Tangerang, Banten, Jumat (3/7/2020) - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

"Ketika orang itu jahat dan dikenal banyak track record-nya, seperti residivis itu, boleh ditangkap, diinterogasi dengan kekerasan. Tetapi, kalau yang dituduh dikenal baik atau kita tidak punya data apakah dia baik atau tidak baik, dia tidak boleh diinterogasi dengan kekerasan karena tidak bisa juga kesaksian itu dengan cara pemaksaan. Maka, aparat harus membuat bukti-bukti yang kuat," kata Kiai Mahbub.

Menurut Kiai Mahbub, perlu bukti-bukti yang kuat untuk menangkap dan menghukum seseorang yang dicurigai melakukan tindakan pelanggaran hukum tertentu. Karena itu, apabila orang yang dicurigai tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum, aparat harus bertanggung jawab terhadap perbuatan kekerasan atau penganiayaan yang telah dilakukan.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Bahtsul Masail KH Abdul Moqsith Gozali. Menurut dia, pemaksaan (al-ikrah) tak dibenarkan dalam Islam. "Bahkan, memaksa seseorang masuk Islam saja tak dibolehkan, apalagi memaksa seseorang mengakui suatu perbuatan yang tak dilakukannya. Aparat kepolisian adalah bagian dari penegak hukum. Mereka seharusnya menindak seseorang berdasarkan bukti, bukan asumsi," kata dia.

 
Memaksa seseorang masuk Islam saja tak dibolehkan, apalagi memaksa seseorang mengakui suatu perbuatan yang tak dilakukannya.
KH ABDUL MOQSITH GOZALI, Wakil Ketua Bahtsul Masail
 

Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustaz Rakhmad Zailani Kiki juga mengatakan, penggunaan kekerasan untuk memaksa orang yang dicurigai melakukan pelanggaran hukum mengakui yang dituduhkan dilarang dalam Islam. Terlebih, menurut dia, tindakan kekerasan merupakan perbuatan zalim.

"Dalam khazanah Islam, tindak kekerasan adalah tindakan penganiayaan atau perbuatan zalim kepada orang lain yang dilarang," kata dia.

Namun ada pengecualian, ungkap dia, yaitu bila pelaku terbukti melakukan pelanggaran dan melawan hukum maka aparat dapat memberikan hukuman dengan memukul, disebut ta'zir. Dengan catatan, ujar dia, pemerintah telah membuat aturan tersebut dalam hukum pidana. "Sanksi seperti ini bukanlah tindak kekerasan, tetapi sebagai bentuk hukuman," ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat