Sejumlah kerabat berada di dekat peti jenazah mendiang pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama di rumah duka jalan Sriwijaya, Jakarta, Rabu (9/9). | GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Selamat Jalan Maestro Jurnalistik

Jakob Oetama tak hanya dikenal sebagai wartawan, tapi juga intelektual, akademisi, dan pengusaha.

Indonesia kehilangan salah satu tokoh pers nasional. Pendiri Kompas Gramedia dan Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama meninggal dunia pada usia 88 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9). Jenazah Jakob akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, hari ini, Kamis (10/9).

Jakob yang lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 27 September 1931, banyak menghabiskan masa mudanya di Yogyakarta. Orang tuanya mengharapkan dia menjadi imam Katolik sehingga disekolahkan di SMA Seminari Yogyakarta.

Arah angin dapat berbalik kapan saja. Begitu juga nasib dari Jakob yang diplot orang tuanya menjadi imam. Kehidupannya justru banyak bersentuhan dengan dunia jurnalistik. Meski sempat beberapa kali menjadi guru, tetap saja dunia kewartawanan tidak pernah bisa dipisahkan dari takdirnya.

Jakob pernah mengajar di SMP Mardiyuwana Cipanas, Jawa Barat dan SMP Van Lith Jakarta. Sebelum mengambil pendidikan Ilmu Sejarah di Sekolah Guru, Jakarta, Jakob sempat bekerja sebagai redaktur Mingguan Penabur Jakarta pada 1955.

photo
Tiga tokoh pers nasional Mochtar Lubis (tengah), Rosihan Anwar (kiri), Jakob Oetama (kanan) beramah tamah sebelum acara peluncuran buku "Tajuk-tajuk Mochtar Lubis" yang pernah dimuat dalam Harian Indonesia Raya, Jumat malam (7/3/1997) di Jakarta.  - (OTO ANTARA/ARIS/SF01/97)

Dari situ, dia bersentuhan dengan praktik jurnalistik secara langsung sehingga melanjutkan studinya di bidang jurnalisme di Perguruan Publisistik Jakarta dan Jurusan Publisistik Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Pada 1963, Jakob bersama Petrus Kanisius Ojong terinspirasi Majalah Reader’s Digest asal Amerika yang membuat mereka mendirikan Majalah Intisari. Dengan konten ilmu pengetahuan dan teknologi, media tersebut terus bertahan. 

Dua tahun berikutnya, Jakob dan Ojong melebarkan kiprahnya dengan mendirikan Harian Kompas. Meski di tengah jalan sekira 1980-an Ojong harus tutup usia terlebih dahulu, Jakob membuktikan tetap bisa meneruskan usaha media massanya. Meski Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri, Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Bagi dia, “Wartawan adalah profesi, tetapi (menjadi) pengusaha karena keberuntungan.”

Pendiri Yayasan Dompet Dhuafa Republika Parni Hadi menilai sosok Jakob Oetama sebagai guru besar bagi wartawan Indonesia. Bahkan ia menggambarkan sosoknya sebagai mata air untuk wartawan Indonesia.

"Ikut berduka cita atas wafatnya Bapak Jakob Oetama, pendiri Kompas, tokoh pers, guru besar dan mata air keutamaan bagi seluruh wartawan Indonesia, termasuk saya," kata Parni dalam keterangan tertulis, Rabu (9/9). 

photo
Jakob Oetama bersalaman dengan Harmoko, menteri penerangan masa Orde Baru. - (FOTO ANTARA/PU14/ald/90)

Parni Hadi yang pernah menjadi pemimpin redaksi Republika dan pemimpin umum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara selalu mengingat semua petuah yang pernah Jakob berikan kepadanya. Parni pun mendoakan sosok yang akrab disapa JO tersebut selalu dalam belaian kasih sayang Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan. "Doa saya menyertai semua yang berduka," ujarnya.

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya Jakob. "Hari ini saya sangat berduka, selamat jalan Pak Jakob," Tulis Erick Thohir di akun Instagram resminya, Rabu (9/9). 

Sebagai pendahulu di industri media, kata dia, Jakob dan Dahlan Iskan ia sebut sebagai mentornya. Bahkan, ia menyebut Jakob telah berperan besar dalam menancapkan fondasi media di Indonesia. "Terima kasih banyak telah memberikan informasi yang sangat berguna," tambah Erick. 

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir turut berduka atas kepergian Jakob. Haedar menceritakan, ia beberapa kali pernah berjumpa dan berdiskusi dengan Jakob. Menurut dia, komitmen dan pemikiran Jakob tentang kemajuan berpikir bangsa Indonesia sangatlah kuat.

"Bangsa Indonesia sungguh kehilangan tokoh pers dan pemikir kebudayaan Indonesia yang berwawasan luas. Selamat jalan Pak Jakob Oetama," kata Haedar. 

photo
Menteri BUMN Erick Thohir saat mengunjungi rumah duka mendiang pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama di Jalan Sriwijaya, Jakarta, Rabu (9/8). - (Republika/Putra M. Akbar)

Anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Asro Kamal Rokan mengenang mendiang Jakob sebagai sosok yang santun dan tidak membedakan wartawan senior dengan junior. Ia mengatakan, Jakob beberapa tahun lalu masih sering hadir dalam berbagai acara.

Asro pun mengaku sering bertemu dengannya. "Dalam setiap pertemuan, Pak JO yang lebih dahulu menyapa dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman," kata Asro. 

Istana kepresidenan turut menyampaikan belasungkawa. Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman mengatakan, kepergian Jakob Oetama menjadi duka yang mendalam bagi insan pers Tanah Air.  Menurut Fadjroel, sosok Jakob sudah seperti mercusuar bagi geliat pers nasional.

Jakob, ujarnya, sangat mencintai dunia pers. Sosoknya juga dikenal pandai bergaul dengan semua kalangan serta setia tanpa batas terhadap prinsip-prinsip jurnalistik.

"Pak JO biasanya kami memanggil beliau, sosok yang selalu terbuka terhadap perubahan, selalu berbinar-binar bila berdiskusi tentang kemajuan  ilmu pengetahuan, teknologi,  demokrasi," kata Fadjroel. 

Jakob sendiri tak hanya dikenal sebagai wartawan saja, namun juga intelektual, akademisi, dan pengusaha. Juru bicara dari keluarga Jakob Oetama, Rusdi Amral mengatakan, meskipun telah mengembangkan banyak usaha, Jakob tidak pernah meninggalkan atau melepaskan identitasnya sebagai seorang wartawan. 

"Identitas sebagai wartawan (terus dipegang) dengan nilai-nilai kejujuran, integritas dan rasa syukur," kata Rusdi yang juga Direktur Corporate Communication Kompas Gramedia melalui keterangan video yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, Indonesia telah kehilangan salah seorang tokoh pers nasional yang cukup berpengaruh. Namun, nilai-nilai yang telah dibangun Jakob akan tetap ada. Rusdi menyakini nilai-nilai idealis yang dicontohkan oleh Jakob Oetama bisa menjadi contoh pula bagi semua orang, tidak terkecuali para wartawan.

photo
Petugas menyiapkan peti jenazah untuk mendiang pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9). - (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

Di mata karyawan, ia dipandang sebagai pimpinan yang nguwongke atau memanusiakan dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Ia disebut berpegang teguh pada nilai humanisme transendental yang ia tanamkan sebagai fondasi Kompas Gramedia.

Idealisme dan falsafah hidupnya telah diterapkan dalam setiap usaha bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia.

Rusdi mengatakan, Jakob merupakan legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan yang selalu memberikan nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia. “Beliau sekaligus teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik Bangsa Indonesia." 

Sementara itu, dokter rumah sakit tempat Jakob Oetama dirawat mengatakan, sekitar dua pekan sebelumnya, Jakob masuk ke rumah sakit dalam keadaan kritis karena adanya gangguan multiorgan Di samping faktor usia, komorbiditas serta faktor yang memperberat lainnya, membuat kondisi Jakob memburuk. 

Selama perawatan hampir dua pekan, kondisi kesehatan Jakob naik-turun. Pihak rumah sakit juga melakukan tes PCR sebanyak dua kali untuk memastikan Jakob Oetama apakah terpapar Covid-19 atau tidak. Hasilnya negatif. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat